Headlines News :

Sabtu, 28 April 2012

ILMU KALAM DALAM KONTEKS AL-QURAN DAN AL-HADITS


A.    Latar Belakang dan Dasar Ilmu Kalam
1.      Pengertian Ilmu Kalam
Secara normatif Ilmu Kalam merupakan ilmu yang membicarakan tentang wujud Allah, sifat-sifat yang harus ada pada Allah, juga sifat-sifat yang tidak ada pada Allah serta sifat-sifat yang mungkin ada pada Allah, tidak hanya itu, Ilmu Kalam juga merupakan ilmu yang membicarakan tentang Rasul-Rasul Tuhan, sebagai sarana untuk menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada pada diri Rasul. Sifat-sifat yang tidak mungkin ada pada Rasul dan yang mungkin ada pada Rasul.
Ilmu Kalam dapat disebut dengan Ilmu Aqaid atau Ilmu Ushuluddin dan Ilmu Tauhid. Ilmu  Aqaid di sini merupakan study yang membahas pokok-pokok agama, sedangkan disebut Ilmu Tauhid karena ilmu ini membahas tentang keesaan Allah SWT, asma’ (nama-nama) dan af’al (perbuatan-perbuatan) Allah yang wajib, mustahil maupun jaiz serta yang wajib, mustahil maupun jaiz bagi Rasul-Nya.

Secara objektif Ilmu Kalam, tidak berbeda dengan Ilmu Tauhid,  tetapi argumentasi Ilmu Kalam lebih dikonsentrasikan pada penguasaan logika.
Ada beberapa pendapat para ahli yang mendefinisikan Ilmu Kalam, di antaranya adalah:
a.        Ibnu Khaldun     :     Ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan. Kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan, terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan aliran golongan salaf dan ahli sunnah.
b.       Mustafa Abdul Raziq :
الكلام علم يبحث فيه عن ذات الله تعالى وصفاته وأحوال الممكنات من المبدأ والمعاد على قانون الإسلام والقيد الأخير لأخراج العلم الإلهي للفلاسفة.
“Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang membahas dzat dan sifat Allah, beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai dengan masalah, sesudah mati berdasarkan doktrin Islam, dan penekanan akhirnya adalah memproduksi ilmu ketuhanan secara filosofis.”
Berdasarkan pengertian-pengertian, di atas dapat disimpulkan bahwa Ilmu Kalam merupakan ilmu yang membahas berbagai masalah, ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika atau filsafat.
2.      Dasar-Dasar Ilmu Kalam
a.       Al-Qur’an, yakni banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan, di antaranya:
Q.S. Al-Ikhlas: 1 – 4
ö@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ ª!$# ßyJ¢Á9$# ÇËÈ öNs9 ô$Î#tƒ öNs9ur ôs9qムÇÌÈ öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! #·qàÿà2 7ymr& ÇÍÈ

“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. Al-Ikhlas: 1-4)

QS. Al-Furqon: 59
Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tBur $yJßguZ÷t/ Îû Ïp­GÅ 5Q$­ƒr& ¢OèO 3uqtGó$# n?tã ĸöyèø9$# 4 ß`»yJôm§9$# ö@t«ó¡sù ¾ÏmÎ/ #ZŽÎ6yz ÇÎÒÈ

“Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) yang Maha pemurah, Maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia”. (QS. Al-Furqon: 59)

Q.S. Al-Rahman: 27
4s+ö7tƒur çmô_ur y7În/u rèŒ È@»n=pgø:$# ÏQ#tø.M}$#ur ÇËÐÈ
“Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (QS. Al-Rahman: 27)

b.      Al-Hadits
Yakni yang menerangkan bahwasanya kita harus percaya dengan keesaan Allah, tentang semua sifat wajib Allah,mustahil-Nya maupun Jaiz-Nya.
3.      Sejarah Timbulnya Ilmu Kalam
Timbulnya Ilmu Kalam bermula dari perbedaan politik antara dua khalifah terakhir yakni Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Usman bin Affan merupakan Khalifah, yang berlatar belakang pedagang Quraisy kaya. Keluarganya terdiri dari aristokrat Mekkah, karena dalam pengalaman dagang mengetahui pengetahuan administrasi yang baik, ahli sejarah menggambarkan bahwa Usman, sebagai orang lemah, yang tidak sanggup menantang keinginan keluarganya yang berpengaruh untuk berkuasa di pemerintahan, sehingga mengangkat mereka menjadi Gubernur-Gubernur di daerah kekuasaan Islam dengan mengganti Gubernur-Gubernur yang dulu diangkat oleh Umar bin Khattab yang dikenal kuat dan tak memikirkan keluarganya.
Tindakan politik Usman memecat Gubernur-Gubernur angkatan Umar memancing reaksi yang tidak menguntungkan baginya, yang berujung tewasnya Usman oleh pemuka pemberontak Mesir. Setelah Usman wafat, digantikan oleh Ali bin Abi Thalib, segera ia mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin menjadi khalifah, yakni Talhah, dan Zubeir dari Makkah, yang mendapat dukungan Aisyah. Gerakan ini dapat dipatahkan dalam pertempuran di Irak tahun 656 M. Talhah dan Zubeir tewas, maka Aisyah pun dipulangkan ke Mekkah. Tantangan kedua datang dari Muawiyah, maka terjadilah pertempuran antara pasukan Ali dan Muawiyah di Shiffin, Muawiyah terdesak ‘Amr bin Ash, tangan kanan Muawiyah mengangkat Al-Quran ke atas sebagai ajakan damai. Sebagian pasukan mendesak Ali menerima tawaran itu, sebagian pasukan menolak, tetapi Ali memilih untuk menerima dan terjadilah arbitrase.
Dalam arbitrase itu terjadi kesepakatan, di antara keduanya untuk menghentikan Ali dan Muawiyah dari khalifah sebagai solusi awal menghentikan, pertikaian dan selanjutnya memilih khalifah baru.
Keputusan ini ditolak Ali dengan tidak mau meletakkan jabatannya, hingga ia mati terbunuh di tahun 661 M. terhadap sikap Ali yang mau mengadakan arbitrase menyebabkan pengikut Ali terbelah, golongan yang mau menerima dan yang menolak arbitrase, bagi mereka yang menolak, berpendapat bahwa, hal itu dapat diputus lewat arbitrase manusia. Keputusan hanya datang dari Allah, dengan kembali kepada hukum-hukum Allah dalam Al-Quran, La Hukma Illa Lillah, (Tidak ada hukum selain dari hukum Allah), la hakama illa Allah (tidak ada pengantara selain Allah), dan yang menolak arbitrase keluar dari barisan Ali yang disebut kaum khawarij. Kaum ini memandang bahwa pihak yang menerima arbitrase adalah kafir dan murtad, karena tidak berhukum kepada hukum Allah, dan halal untuk dibunuh, berdasarkan firman Allah SWT Q.S. Al-Maidah ayat 44:
`tBur óO©9 Oä3øts !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrãÏÿ»s3ø9$#
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Q.S. Al-Maidah: 44)

Kaum Khawarijd menugaskan 4 orang untuk membunuh, 4 orang yang setuju dengan Arbitrase yakni : Ali, Muawiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa al-Asy’ari, namun yang terbunuh hanya Ali bin Abi Thalib. Lambat laun kaum khawarij berasumsi bahwa tidak lagi hanya bagi orang yang tidak berhukum dengan Al-Quran yang dianggap kafir, tetapi juga orang-orang yang berdosa besar yakni murtakib al-Kaba’ir. Persoalan baru ini memunculkan aliran teologi baru dalam Islam.
Persolah baru ini memunculkan aliran teologi baru dalam Islam.
Pertama             :     Menurut Khawarij pendosa besar adalah kafir (murtad) karena itu wajib dibunuh.
Kedua                :     Murji’ah yaitu pendosa besar tetap mukmin dan bukan kafir, tentang dosanya terserah Allah untuk mengampuni atau tidak.
Ketiga                :     Mu’tazilah, beranggapan bahwa pendosa besar bukan kafir bukan pula mukmin, mereka menempati posisi di antara mukmin dan kafir (al-Manzilah Baina al-Manzilatain)
Selain itu timbul pula aliran yang dikenal dengan namaal-Qadariah dan al-Jabariah, menurut qadariah, manusia mempunyai kemerdekaan, dalam kehendak dan perbuatannya (free will/free act), sedangkan menurut Jabariah manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam segala tingkah lakunya bertindak dengan paksaan Tuhan (predestination/fatalism). Alitran mu’tazilah yang bersifat rasional mendapat tantangan keras dari kaum tradisional Islam. Perlawanan ini mengambil bentuk aliran teologi tradisional yang disusun oleh Abu Al-Hasan al-Asy’ari (935 M) disebut dengan alwan al-asy’ariah. Dan Abu Mansur Muhammad al-Maturidi (944 M) dikenal dengan aliran al-Maturidiah, yang mengambil jalan tengah antara al-Asy’ariah dan Mu’tazilah. Selain al-Asy’ari dan al-Maturidi adalagi teolog yang menantang Mu’tazilah yakni al-Tahawi (933 M) asal Mesir.
Saat ini, aliran Khawarij, Murji’ah dan Mu’tazilah tidak mempunyai wujud lagi kecuali dalam sejarah, sedangkan Asy-Ariah dan Maturidiyah keduanya disebut Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah. Aliran Maturidiah banyak dianut oleh umat Islam bermadzab Hanafi, sedangkan asy-syariyah pada umumnya dipakai oleh mat Islam sunni lainnya.
Dengan masuknya faham nasionalisme ke dunia Islam melalui kebudayaan Barat, kata neo-mu’tazilah mulai dipakai dalam tulisan-tulisan mengenai Islam.

B.     Tirani Ilmiah dalam Ilmu Kalam
1.      Ilmu Kalam sebagai Ilmu Normal
Banyak pakar yang telah mendefinisikan ilmu kalam. Salah satunya adalah dikemukakan oleh al-Aiji (680 – 756 H). bagi sosok kelahiran iji wilayah syiraz ini, ilmu kalam adalah ilmu yang dengannya seseorang mampu menetapkan akidah keagamaan dan menolak segala keraguan berdasarkan pada adanya berbagai argumentasi.
Muhammad Abduh (1849 – 1905), seorang tokoh pembaru yang terkenal, menghadirkan definisi yang lebih rinci. Menurutnya, ilmu kalam adalah suatu ilmu yang membahas tentang sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan pada-Nya dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan dari-Nya, juga membahas tentang Rasul-Rasul Allah, meyakinkan kerasulan mereka, meyakinkan apa yang wajib ada pada diri mereka, apa yang boleh dihubungan kepada diri mereka, apa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.
Ilmu ini dinamakan ilmu kalamkarena tiga hal: (1) Pembahasan terpenting dari ilmu ini adalah persoalan yang menjadi pembicaraan abad-abad permulaan Hijriyah, yakni firman Allah (2) Dasar dari ilmu ii adalah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil-dalil ini tampak jelas dalam pembicaraan para ahlinya, (3) Cara pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai logika dalam filsafat, maka pembuktian dalam soal-soal agama ini dinamai ilmu kalam untuk memedakan dengan logika dan filsafat.
2.      Paradigma Ilmu Kalam
Memahami paradigma suatu ilmu dapat ditempuh melalui penelusuran-penelusuran. Penelusuran itu bisa berupa kebiasaan-kebiasaa nyata, keputusan-keputusan hukum yang diterima, hasil-hasil nyata perkembangan ilmu pengetahuan serta hasil-hasil penemuan ilmu pengetahuan yang diterima secara umum.
Dalam ilmu kalam hampir bisa dipastikan bahwa setiap aliran pasti memiliki penelusuran masing-masing sebagai pedoman dan penyangga aliran. Sebagian penelusuran disusun oleh pendiri alirannya masing-masing, sementara sebagian yang lain, disusun oleh para pengikut yang muncul belakangan. Walaupun disusun bukan oleh pendiri aliran, namun apabila para pengikutnya menetapkannya sebagai panutan, maka kedudukannya sebagai penelusuran tetap tak tergoyahkan hingga muncul penelusuran lain yang disepakati menggantikannya.

3.      Konsensus sebagai Solusi
Problem paradigma ilmu kalam saat ini bukannya tidak adanya tawaran paradigma baru dari kaum muslimin, namun lebih pada ketdiakmampuan umat Islam dalam membangun sebuah konsensus atas paradigma ilmu kalam yang baru. Akibatnya, persaingan paradigma terus berlangsung dan tak pernah berakhir.
Apabila konsensus tidak segera tercapai, maka proses persaingan paradigma akan berlangsung terlalu lama. Fakta ilmiah dan problem yang taka terselesaikan oleh paradigma lama semakin menumpuk. Dalam proses pencapaian konsensus itu, tentu saja tidak boleh lagi adanya faktor-faktor eksternal seperti kepentingan politik, mazhab fikih, atau golongan tertentu yang ikut mengambil peran.hal ini penting karena adanya faktor eksternal hanya akan mengurangi kualitas konsensus tersebut. Proses konsensus hendaknya murni ilmiah dan perdebatan-perdebatan yang terjadi juga murni perdebatan ilmiah. Apabila itu mampu dicapai oleh kalangan mutakallimin, maka pergeseran paradigma dalam arti yang sesungguhnya pasti akan terjadi, semakin sering terjadi pergeseran paradigma dalam ilmu kalam, maka semakin maju pula ilmu kalam itu. Sebaliknya, semakin tidak ada pergeseran ilmu kalam, maka semakin mundur pula ilmu kalam itu sendiri.



C.    Rasional dan Tradisional dalam Pemikiran Kalam
Istilah rasional dan tradisional merupakan istilah yang tidak hanya digunakan dalma ilmu kalam, tapi juga dalam ilmu lainnya, seperti dalam ilmu fikih, dan sosiologi.
Mazhab Abu Hanifah dalam bidang ilmu fikihnya dikategorikan sebagai mazhab yang rasional karena dalam pemikiran hukum yang dikembangkannya banyak memakai penalaran atau pendapat. Sedangkan mazhab Imam Malik dikenal sebagai mazhab tradisional, karena dalam menyelesaikan masalah mazhab ini banyak berpegang pada sunnah.
Selanjutnya dalam ilmu sosiologi istilah tradisional sering dipertentangkan dengan istilah modern, dan bukan rasional. Mereka yang disebut modern memiliki ciri-ciri antara lain: menjaga waktu, dinamis, toleran, terbuka, berorientasi ke masa depan, status sosial karena prestasi, keterikatan yang lebih luas kepada bangsa, pergaulan internasional, penipisan dan kenetralan terhadap agama dan lugas.
Sedangkan mereka yang digolongkan sebagai kaum tradisional ditandai oleh ciri-ciri antara lain : tidak menjaga waktu, statis, fanaik, tertutup, orientasi ke masa lalu, status sosial secara otomatis dan keterikatan primordial.
Adapun istilah rasional dan tradisional dalam bidang ilmu kalam lain lagi ciri-cirnya. Dalam ilmu kalam, kelompok yang termasuk rasional adalah aliran yang menganut paham atau pemikiran teologi yang banyak mengandalkan kepada kekuatan rasio. Mereka mengatakan bahwa akal mempunyai daya yang kuat serta memberikan interpretasi secara liberal terhadap teks ayat-ayat al-Quran dan al-hadits.

PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ilmu kalam merupakan ilmu yang membahas atau membicarakan tentang wujud allah, sifat-sifat yang harus ada pada Allah, juga sifat-sifat yang tidak ada pada Allah serta sifat-sifat yang mungkin tidak ada pada rasul dan yang mungkin ada pada rasul.
Ilmu ini dinamakan Ilmu Kalam karena meliputi tiga hal: (1) Pembahasannya mengenai firman Allah, (2) Dalil-dalil pikiran dan pengaruhnya tampak jelas dalam pembicaraan para ahlinya, (3) Cara pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai logika dalam filsafat.
Dalam ilmu kalam terdapat dua pemikiran yaitu rasional dan tradisional. Pemikiran rasional merupakan pemikiran yang menggunakan penalaran atau pendapat. Sedangkan pemikiran tradisional merupakan pemikiran yang berpegang pada sunnah dalam menyelesaikan masalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH

 
Support : Creating Website | Fais | Tbi.Jmb
Copyright © 2011. Moh. Faishol Amir Tbi - All Rights Reserved
by Creating Website Published by Faishol AM
Proudly powered by Blogger