Headlines News :

Sabtu, 28 April 2012

Pengaruh Pendidikan Islam terhadap Tingkah laku Remaja


A.    Latar Belakang Masalah
Kita sebagai umat Islam yang beragama sangatlah penting untuk memperhatikan tingkah laku (budi pekerti). Terutama bagi agama Islam, tingkah laku atau budi pekerti itu merupakan inti ajaran-ajaran agama Islam mulai dari nenek moyang kita sampai sekarang. Dalam sabda Nabi Muhammad SAW, yang berbunyi:
إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق (الحديث)

Artinya    :  “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulya”.[1]

Kita mengetahui bahwa masyarakat kita mengharapkan kepada remaja itu untuk menjadi pengganti generasi yang lebih tua. Maka pendidikan agama sangat berpengaruh terhadap tingkah laku remaja. Dan remaja perlu diberikan pendidikan baik forma maupun non formal. Sebab dalam istilah pendidikan mempunyai sasaran untuk menuju keberhasilan pelajar-pelajar yang bertingkah laku mulya baik kepada keluarga, guru maupun masyarakat. Akan tetapi pendidikan agama itu jangan bersifat transmisi dimana remaja itu hanya mendengarkan saja tetapi harus menciptakan suatu lingkungan dimana remaja itu dapat mempraktekkan teori yang sudah diajarkan sebelumnya.[2]

Maka kita wajib bersyukur pada Allah karena taufiq dan hidayahnya sehingga para pembentuk atau perancang Undang-Undang Dasar Negara di Indonesia ini telah meletakkan landasan bagi pengembangan kehidupan agama yang mulya sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 45 Pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi :
1.      Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan kepercayaan masing-masing.[3]

B.     Rumusan Masalah
Pembahasan ini hanya terbatas pada masalah remaja, sebagai penerus cita-cita para orang tua dalam mengemban amanah untuk memajukan Agama Islam di zaman mendatang. Agar tidak bertele-tele sehingga mudah dimengerti dan dipahami maka kiranya perlu penulis menyampaikan rumusan masalah tersebut. Yang menjadi masalah ialah meliputi:
1.      Kenapa remaja dan kenakalannya selalu menjadi sorotan di masyarakat ?
2.      Sebab-sebab apakah remaja sekarang lebih condong terhadap keberutalan?
3.      Sejauh manakah kebejatan moral remaja pada zaman modern ini ?

C.    Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai persyaratan bisa mengikuti Ujian Akhir Semester
2.      Supaya kita mengetahui cara atau usaha untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja
3.      Sebagai perbendaharaan bacaan perpustakaan di kampus
4.      Untuk memberikan penjelasan tentang arti pentingnya pendidikan agama bagi kehidupan remaja baik di rumah, sekolah maupun di masyarakat.


BAB II
FAKTA DAN MASALAH


A.    Keadaan Kenakalan dan Tingkah Laku Remaja di Masyarakat
Remaja selalu menjadi tunas harapan bangsa dan negara tapi mengapa sekarang ini sangat menarik perhatian kita semua sebagai orang tua. Dan pendidik itu sebagai anggota di masyarakat, kita sering mendengar atau membaca di surat kabar tentang perkelahian antar pelajar, antar sekolah dan sebagainya dan kita hadapkan pada masalah remaja yang tergabung dalam masalah morfin yang berakibatkan fatal bagi masa depan dirinya sendiri. Masalah yang paling tajam bagi remaja adalah remaja yang meninggalkan bangku sekolah dan keluar masuk klub-klub orang nakal serta mengganggu keamanan masyarakat di sekitar lingkungan kita.[4]
Tindakan kekerasan dan agresi di kalangan anak dan remaja. Di Bandung menyebutkan bahwa pada tahun 1987 di Jakarta terjadi 160 kasus perkelahian anyar pelajar lalu menyusul di Jawa Timur yang paling gempar yaitu 167 kasus perkelahian, 76 kasus di Sumatera dan sebagainya.[5] Jadi kenakalan remaja di negara kita menjadi rata-rata 23 – 25 proses pertahun. Sedangkan penyalahgunaan narkotika berkembang lebih cepat (Kompas 3 Mei 1978). Jadi kenakalan remaja tidak saja meningkat jenis perbuatannya.[6]
Tingkah laku remaja di masyarakat tidak hanya merusak dan nakal yang tersebut di atas, banyak pula kegiatan-kegiatan remaja di masyarakat yang baik seperti, kegiatan atau organisasi masyarakat, karang taruna, bahkan di jaman sekarang ini banyak masjid-masjid yang dibuat acara-cara pertemuan ataupun dibuat beribadah, dan mereka melakukan keaktifitasan sosial, budaya yang beraneka ragam contohnya mengadakan majlis ta’lim, majlis diba’ dan sebagainya. Jadi banyak pula remaja-remaja yang berperan penting di masyarakat sebagai idaman remaja yang Moslem di masyarakat.

B.     Faktor-Faktor yang Mendorong Terjadinya Kenakalan Remaja
1.      Faktor Orang Tua
a.       Orang Tua terhadap anak
Orang tua mempunyai peranan penting dalam urusan keluarga terutama pada anak-anaknya, sehingga sikap dan tingkah laku anak selalu meniru dari orang tua, sehingga satu sama lain saling menyesuaikan dalam hal bertingkah laku dan berhubungan kepada anak-anak. Jelas orang tua merupakan tempat pelindung dan bimbingan serta kasih sayang terhadap anak-anaknya.
Orang tua yang ada yang bersikap memanjatkan dan ada pula yang bersikap terlalu keras yaitu terlalu membatasi kemana anak itu bergerak atau bertingkah laku, terutama jika terjadi suatu tindakan yang tidak sesuai dengan kehendak orang tua yang dipengaruhinya oleh adanya faktor-faktor yang mendasari terbentuknya keluarga tersebut, terutama faktor pendidikan yang telah diperoleh kedua orang tua.[7]
b.      Tanggung jawab orang tua terhadap anak
Yang dimaksud tanggung jawab orang tua adalah orang tua sadar dan mengetahui kedudukannya sebagai pelindung dalam hal kewajiban dan membina keluarga mulai sejak dari anak dilahirkan, baik mental atau keamanan serta kesehatan jasmani anak baik dan buruknya anak dalam keluarga adalah merupakan tanggung jawab dan hakekatnya anak itu dilahirkan dalam keadaan suci maka anak itu harus diberikan pendidikan dan hal-hal yang baik harus dibiasakan sejak kecil dan kebiasaan yang terpuji menurut ajaran Islam. Sesuai dengan seruan Allah yang berbunyi:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (QS. At-Tahrim: 6)

2.      Faktor di Sekolah
a.       Hubungan Guru dan Murid
Hubungan guru dengan murid memadukan dua populasi yang tidak sederajat kebudayaannya guru diilhami dengan peradaban, sedangkan murid merupakan orang yang diberi peradaban. Jadi guru secara eksplisit mengadakan komunikasi dengan murid sehingga ia mengetahui apa yang terjadi dan bisa mencegah pelajaran, ikut banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang mengganggu tidak terlalu asyik dengannya, membina arus perubahan kegiatan, mengelola resitasi dengan cara yang bisa membuat murid sibuk (misalnya, menciptakan ketidak pastian tata aturan yang mewajibkan murid).
KOUNIN yang menganalisa pencegahan (desist) atau strategi guru dalam mencegah perbuatan yang tidak pantas dan pengaruh kedisiplinan terhadap kelompok, misalnya dengan pencegahan yang dilakukan dengan marah itu akan lebih banyak pengaruhnya terhadap murid. Dia juga menyimpulkan bahwa reaksi murid sekolah menengah atas terhadap pencegahan dengan di lingkungan oleh guru, ada kaitannya dengan motivasi pelajar murid dan sikapnya terhadap guru. Jadi di dalam kelas itu sendiri guru bisa berhubungan dengan murid secara perorangan dibandingkan dengan pendekatan formal dan struktur peranan dan juga bertindak sebagai pendukung antara murid dan aspek-aspek yang lebih ketat dalam sistem pendidikan yang formal.
b.      Hubungan Murid dengan Murid
Sebagaimana dinyatakan oleh seorang pengamat, kelompok teman sebanyak murid dianggap sebagai akarnya kelas (cohen) pada tahun 1972 pada umumnya kelompok tersebut dipandang dengan rasa curiga dan kuatir oleh guru yang berusaha menguasai kelas. Para ahli sosiologi berpendapat bahwa kelas memiliki sejumlah sistem status teman sebaya bahwa sebagai murid mempengaruhi sikap dan tingkah laku murid lain di sekolah (menurut terminology sosiologi, murid bertindak sebagai refence group bagi murid lainnya. Aspek hubungan murid dengan murid yang paling banyak mendapat perhatian ialah perasaan murid terhadap satu sama lain sebagaimana yang diukur dengan tehnik yang disebut analisis sosiometri).
Bila dialihkan pengertiannya maka hal ini menyatakan bahwa murid mencapai hasil belajarnya jika murid melihat adanya kepentingan hasil yang dicapai dengan baik, maka murid tersebut mendapatkan penghargaan dari teman sebayanya, apabila niscaya berguna untuk masuk perguruan tinggi.[8]
3.      Faktor Lingkungan Masyarakat
a.       Kondisi Lingkungan
Lingkungan sekitar tempat tinggal anak sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Di situlah anak memperoleh pengalaman bergaul dengan teman-teman di luar rumah dan sekolah. Kelakuan anak harus disesuaikan dengan norma-norma yang ada di lingkungan itu. Lingkungan sekitar rumah memberikan pengaruh sosial pertama pada anak, di luar keluarga di situlah ia dapat pengalaman untuk mengenal lingkungan sosial baru yang berlainan dengan yang dikenal di rumah.
Dalam kondisi itu anak dapat mempelajari hal-hal yang baik akan tetapi mereka dapat juga mempelajari kelakuan yang baik, tergantung pada sifat kelompoknya anak-anak dapat dengan mudahnya mempelajari kata-kata kotor dan kenakalan dari teman-temannya. Daerah anak-anak nakal akan menghasilkan anak-anak nakal pula. Jadi dimana anak bergaul dan bermain tercermin pada kelakuan anak tersebut orang tua dan para pendidik untuk mengusahakan lingkungan yang sehat di luar rumah, untuk itu perlu adanya kerjasama dan bantuan dari seluruh masyarakat.[9]
b.      Pendidikan Masyarakat Setempat
Berdasarkan kacamata sosiologi dinyatakan oleh penganut-penganutnya DURKHEIM, seorang dididik dalam konfeks pendidikan tidak layak di menara khayal yang terasing dengan masyarakat. Atas dasar itu, relevan atau tidak, praktis atau tidak, berguna atau tidak sajian pendidikan yang diberikan, patokan pengukurnya ialah kebutuhan, hajat, atau tuntutan obyektif masyarakat itu sendiri. Pendidikan mesti difikirkan dan dirancang sejalan dengan kebutuhan dan tuntutan obyektif (politik, sosial, ekonomi) yang berkembang di masyarakat.
Sekarang pendidikan bertugas mengantarkan anak didik ke dunia masyarakat dan ke dunia pengetahuan supaya mereka terbekali untuk hidup selaku warga masyarakat atau warga negara baik dalam dunia rumah tangga, dunia kerja, dunia kenegaraan, dan sebagainya. Yang jelas pada masyarakat kini semakin relevan suatu pendidikan yang dirancang untuk hidup, (pendidikan untuk hidup seutuhnya dan untuk hidup seutuhnya dan belajar sepanjang hidup). (Learning to be, and learning how to) (carn).[10]

BAB III
ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH

A.    Hakekat Pendidikan Agama
Pendidikan berarti usaha-usaha sistematis dan pragmatis dalam membentuk anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam.[11] Jadi yang dimaksud dengan pendidikan agama bukanlah pendidikan (khusus) agama melainkan pendidikan yang berdasarkan agama atau menurut pandangan agama. Dan mutlak harus diberikan kepada pelajar baik lewat formal maupun non formal.
Apalagi sejak pengumuman Menteri pendidikan dan kebudayaan (Prof. Dr. Bander Johan) dan Menteri Agama (KH. A. Wahid Hasyim). Pada satu Pebruari 1951 telah menetapkan peraturan pendidikan agama di sekolah-sekolah, sebagai berikut:
-          Di sekolah – sekolah rakyat pendidikan agama diajarkan dua jam dalam satu minggu, di sekolah lanjutan atas, baik sekolah umum maupun sekolah fak, diajarkan tidak boleh melebihi empat jam dalam satu minggu.
-          Guru-guru agama dilarang mengajarkan segala sesuatu yang mungkin dapat menyinggung perasaan orang yang memeluk agama dan kepercayaan yang lain.
Pengumuman bersama ini dapat memberikan jiwa dan makan substansial dan terhadap konsepsi dan pelaksanaan nasional kita. Pendidikan agama sebagai proses memanusiawikan manusia agar mencapai tingkat optimal aktualisasi dirinya dalam rangka peribadatannya kepada kholik. Oleh karena itu kita tidak mungkin untuk menerima sesuatu konsepsi pendidikan yang dapat memerosotkan tingkat kepekaan keagamaan anak didik. Pemerosotan tingkat keagamaan dan peningkatan perusuhan persepsi keagamaan harus dicegah.[12] Kepada seluruh lembaga-lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi, agar mereka tidak memisahkan antara ilmu dan agmaa lalu mengajarkan ilmu pengetahuan terpisah dari ilmu dari agama dan ilmu agama terpisah dari ilmu pengetahuan. Pemisahan ini sangat jelek pengaruhnya terhadap pendidikan dan betapa lebih jeleknya pengaruhnya terhadap pendidikan dan betapa lebih jeleknya jika di sekolah-sekolah diajarkan materi-materi pelajaran dengan berbagai metode yang berlawanan dengan gambaran dan ajaran-ajaran agama tersebut.[13]

B.     Peranan Remaja Sebagai Generasi Muda Islam
Pada mulanya apakah itu disebut pemuda, remaja, generasi muda Islam, niscayalah itu juga maksudnya yaitu kata yang mengandung pengertian, manusia yang berasal dari kelompok umur tertentu, biasanya antara umur 15 sampai dengan 40 tahun.[14] Sekarang kelompok remaja di Indonesia berjumlah kurang lebih sepertiga dari penduduk Nusantara ini. Sehingga generasi muda Islam diarahkan untuk mempersiapkan kader-kader perjuangan Islam dan pembangunan nasional. Dengan materi pendidikan, keterampilan, kesejahteraan jasmani, daya kreasi, patriotisme, idealisme, kepribadian dan budi pekerti yang luhur. Untuk itu perlu diciptakan iklim yang sehat sehingga kemungkinan kreatifitas generasi Islam berkembang secara wajar dan bertanggung jawab. Untuk itu perlu adanya usaha-usaha guna mengembangkan generasi muslim untuk melihatkannya dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara serta melaksanakan pembangunan nasional.[15]
Jadi generasi Islam harus bisa menempa diri, berdidikasi tinggi, dan penuh tanggung jawab. Jika semata-mata bergantung pada yang lebih tua baik dalam bersikap, bertindak laku, dan menyuarakan fikiran dan pendapat, tentu hal ini sangat disayangkan, bukan berarti bahwa generasi muda harus menolak atau menutup diri terhadap kalangan generasi yang lebih tua. Barangkali akan lebih bijaksana jika pendapat atau pikiran generasi yang lebih tua itu didengar dan dipertimbangkan terhadap kepentingan dan aspirasi pemuda maka suara mereka belum tentu negatif semua. Maksudnya agar kita lebih arif mempertimbangkan sesuatu yang perlu diikuti dan mana yang tidak relevan dijadikan pegangan.
Maka kita sebagai generasi muda jangan hanya mendendakan kejayaan masa lalu, tidak hanya meratapi kekalahan masa kini dan tidak hanya berangan-angan untuk mendapatkan kemenangan akan datang. Akan tetapi generasi Islam harus memiliki keyakinan bawa kejayaan itu bisa dicapai dengan berbanga-bangga, tetapi dengan prestasi bukan hanya banyak bicara. Dan generasi muda harus berprinsip bahwa penanggulangan tragedi saat ini. Dan merealisasikan cita-cita hari esok akan terwujud dengan bekerja keras.[16]

C.    Langkah-Langkah Pencegahan Terhadap Kenakalan Remaja
Maka kita tidak akan cepat-cepat menyalakan remaja setiap mereka membuat keributan, tapi masalah ini juga menyangkut kita semua, baik pemerintah, orang tua, pendidik, maupun masyarakat.
Dari pemerintah juga sering melakukan pencegahan-pencegahan terhadap kenakalan di kalangan remaja dengan berbagai cara diantaranya adalah :
1.      Pembinaan preventif yaitu pembinaan dan langkah-langkah yang bersifat pencegahan seperti ceramah-ceramah keagamaan, penyuluhan di sekolah-sekolah dan kegiatan-kegiatan sekolah yang bersifat positif. Petugas Kepolisian juga mengadakan operasi ke sekolah untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja yang semakin brutal dan tak terkendali. Operasi ini banyak melibatkan dari aparat pemerintah  seperti kamtip pemda, sampai aparat departemen P & K yang paling komputen dalam mengurusi masalah ini.[17]
2.      Pembagian refresif yaitu tindakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian dengan melakukan penangkapan dan pemeriksaan kepada oknum remaja yang dicurigai atau yang kedapatan bukti dan petunjuk yang menyangkut masalah tersebut. Sedangkan upaya-upaya yang dilakukan aparat terhadap mereka dengan melakukan pendataan dan pendataan nama, pendekatan kepada orang tua atau guru setempat dengan disuruh membuat surat pernyataan yang intinya tidak akan mengulangi kenakalannya. Dan ada pada petunjuk atau bukti melakukan tindakan pidana kriminal maka akan diproses secara hukum diseret ke pengadilan.
Upaya-upaya Kepolisian harus didukung sepenuhnya oleh seluruh masyarakat dan partisipasi kita semua untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja.

BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Pendidikan agama merupakan salah satu terjadinya kenakalan remaja yang perlu diberikan pelajaran baik melalui pelajaran orang tua atau pendidikan sekolah ataupun masyarakat.
2.      Pendidikan adalah salah satu dari aspek sasaran pembangunan bangsa menempati bagian dasar dalam usaha pendidikan yang tujuan membentuk pribadi yang luhur dan bertaqwa.
3.      Dengan mengetahui faktor-faktor dan latar belakang yang mendukung terjadinya kenakalan remaja, maka kita tidak mau cepat-cepat menyalahkan remaja, disana setiap mereka membuat kesalahan atau keributan-keributan akan tetapi masalah ini menyangkut semua pihak.
4.      Pendidikan yang diberikan kepada anaknya hendaklah dimulai dari kecil.
5.      Pendidikan adalah sebagai usaha, membawa manusia itu menuju kepada tujuan yang akhir, mendapat ketawakalan dalam agama Islam. Tujuan itu adalah penyerahan diri kepada Allah SWT, sebagai tujuan hidup semua manusia alam sekitarnya.

B.     Saran-Saran
1.      Hendaknya kita selalu menjaga dan memelihara tingkah laku (budi pekerti)
2.      Kita sebagai generasi muda yang muslim jangan selalu bergantung pada generasi yang lebih tua, baik dalam bersikap, bertingkah laku, maupun menyuarakan pikiran atau pendapat.
3.      Wajib bagi kita untuk selalu mencegah atau menghentikan terjadinya kenakalan di kalangan remaja.
4.      Kepada para pendidikan janganlah mengadakan pengajaran ilmu pengetahuan terpisah dari ilmu agama dan ilmu agama terpisah dari ilmu pengetahuan.
5.      Dan bagi semua orang tua hendaknya mengetahui manfaat pendidikan terhadap anak.
6.      Orang tua harus dapat menemukan pengaruhnya secara positif kepada anak-anaknya.
Alhamdulillah dengan rasa syukur Allah yang telah memberikan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini, tetapi penulis menyadari bahwa penulis Makalah ini masih jauh dari sempurna. Melainkan penulis merasa bahwa di dalam Makalah ini masih banyak kekeliruan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan teguran dan kritikan pembaca yang bersifat mendorong. Akhirnya semoga Makalah ini bermanfaat, bagi penulis maupun bagi para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Najih, 323 Hadits dan Syair untuk Bekal Da’wah, Jakarta: PN. Pustaka Aman, 1993
Ahmad Tafsiri, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Jakarta: PN. Remaja Rosdakarya, 1982
Dewi Permatasari, Membangun Kemandirian Pemuda, Jawa Pos, Senin Kliwon 2 Nof. 1992
Editor Edisi, No. 1/Tahun V 21 September 1992
Kartini Kartono, Bimbingan Remaja dan Anak-Anak Bermasalah. Jakarta: PN. Rajawali. 1985.
M. Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Surabaya: PN. Al-Ikhlas, 1981
Ridwan Saidi, Islam dan Moralitas Pembangunan, Jakarta: PN. Pustaka Panji Emas, 1984
Sukartini A, Ghofir, Slamet Yusuf, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: PN. Usaha Nasional, 1981
UUD 45 Panca Krida Dan Butir-Butir Pancasila disertai dengan Susunan Kabinet Pembangunan V, Semarang : 1988
Yusuf Qordowi, Generasi Idaman, Jakarta: PN. Media Dakwah, 1990
Zakiyah Narazat, Problem Remaja Indonesia, Jakarta: PN. Bulang, 1978, Cet. III,
Zakiyah Derajat DR. Prof, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang. 1979
 


[1]   Ahmad Najih, 323, Hadits dan Syair untuk Bekal Da’wah, Jakarta: PN. Pustaka Aman, 1993, hal. 45
[2]   Kartini Kartono, Bimbingan Remaja dan Anak-Anak Bermasalah. Jakarta: PN. Rajawali. 1985. hal. 19
[3] UUD 45 Panca Krida Dan Butir-Butir Pancasila disertai dengan Susunan Kabinet Pembangunan V, Semarang : 1988. hal. 17
[4] Kartini Kartono, Bimbingan Bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah, Jakarta: PN. Rajawali, 1985. hal. 113
[5] Editor Edisi, No. 1/Tahun V 21 September 1992. hal. 63
[6] Ibid. hal. 114
[7] Zakiyah Derajat DR. Prof, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang. 1979
[8] Drs. Sanapiah Faisol. Sosiologi Pendidikan, hal. 187 - 189
[9] Ibid. hal. 173
[10] Ibid. hal. 129 - 130
[11] Sukartini A, Ghofir, Slamet Yusuf, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: PN. Usaha Nasional, 1981, hal. 25
[12] Ahmad Tafsiri, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Jakarta: PN. Remaja Rosdakarya, 1982, hal. Pendahuluan
[13] Ridwan Saidi, Islam dan Moralitas Pembangunan, Jakarta: PN. Pustaka Panji Emas, 1984, hal. 3
[14] M. Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Surabaya: PN. Al-Ikhlas, 1981, hal. 72
[15] Andi Mappiri, Psikologi Remaja, Surabaya : PN. Usaha Nasional, 1982, hal. 122
[16] Dewi Permatasari, Membangun Kemandirian Pemuda, Jawa Pos, Senin Kliwon 2 Nof. 1992 (opini), hal. 4
[17] Yusuf Qordowi, Generasi Idaman, Jakarta: PN. Media Dakwah, 1990, hal. 144

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH

 
Support : Creating Website | Fais | Tbi.Jmb
Copyright © 2011. Moh. Faishol Amir Tbi - All Rights Reserved
by Creating Website Published by Faishol AM
Proudly powered by Blogger