Headlines News :

Senin, 22 Februari 2010

hukum perdata

WASIAT/ TESTAMENT

BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Didalam hukum waris ada istilah yang dikenal dengan naman wasiat. Wasiat yaitu suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal baik itu ucapan maupun tulisan. Untuk mengetahui lebih jauh tentang wasiat pemakalah akan membahas masalah ini di bab berikutnya.

B. Rumusan Masalah
 Apa pengertian wasiat?
 Apa saja syarat-syarat wasiat?
 Hal-hal apa saja yang dapat membatalkan wasiat?

C. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pemakalah memilih judul ini adalah:
 Mengetahui dan memahami pengertian dari wasiat tersebut.
 Mengetahui dan memahami tujuan dibuatnya wasiat itu.
 Supaya mengetahui syarat-syarat dan tata cara berwasiat.


























BAB II
Pembahasan

A. Pengertian
Suatu wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal. Pada asasnya suatu pernyataan yang demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya. Dengan sendirinya, dapat dimengerti bahwa tidak segala yang dikehendaki oleh seseorang, sebagaimana diletakkan dalam wasiat itu, juga diperbolehkan atau dapat dilaksanakan. Pasal 872 B.W. yang menerangkan tentang arti wasiat atau testament, memang sudah mengandung suatu syarat, bahwa isi pernyataan itu tidak boleh bertentangandengan Undang-undang. Pembatasan penting, misalnya terletak pada pasal-pasal tentang “legitieme portie” yaitu bagian warisan yang sudah ditetapkan menjadi hak para ahli waris pada garis lencangdan tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.
Yang paling lazim, suatu testament berisi apa yang dinamakan suatu “erfatelling” yang akan mendapat seluruh atau sebagian dari warisan. Orang yang ditunjuk itu dinamakan “testamentaire erfgenaam” yaitu ahlli waris menurut wasiat dan sama halnya dengan seorang ahli waris menurut undang-undang, ia memperoleh segala hak dan kewajiban si meninggal “onder algemene titel.”
Suatu testamant, juga dapat berisikan suatu “legaat” yaitu sutu pemberian kepada seseorang. Adapun yang dapat diberikan dalam suatu legaat dapat berupa:
1) satu atau beberapa benda tertentu.
2) Seluruh benda dari satu macam atau jenis, misalnya seluruh benda yang bergerak.
3) Hak “vruchtgebruik” atas sebagian atau seluruh warisan.
4) Sesuatu haka lain terhadap boedel, miisalnya hak untuk mengambil satu atau beberapa benda tertentu dariboedel.
Orang yang menerima suatu legaat, dinamakan “legataris”, ia bukan ahli waris. Karennya ia tidak menggantikan si meninggal dalam hak-hak dan kewajiban-kewajibannya (yang penting: tidak diwajibkan membayar hutang-hutangnya!). Ia tidak berhak untuk menuntut penyerahan benda atau pelaksanaan hak yang diberikan kepadanya dari sekalian ahli waris. Pendeknya suatu legaat memberikan suatu hak penuntutan terhadap boedel. Adakalanya, seorang legataris yang menerima beberapa benda diwajibkan memberikan salah satu benda itu kepada orang lain yang ditunjuk dalam testament. Pemberian suatu benda yang harus ditagih dari seorang legataris, dinamakan suatu “sublegaat”
Biasanya dalam suatu testament yang menunjukkan beberapa orang menjadi waris, disebutkan untuk berapa bagian masing-masing. Suatu efstelling berbunyi, misalnya:”saya menunjuk X Y dan Z (sebagai ahli waris) masing-masing untuk sepertiga warisan saya. Jika dalam satu testament beberapa orang bersama-sama ditetapkan menjadi waris dengan tidak disebutkan bagian masing-masing dan kemudian salah seorang meninggal, maka bagian orang yang meninggal ini jatuh pada waris-waris lainnya yang bersama-sama ditunjuk itu, sehingga bagian mereka yang masih hidup ini mnejadi bertambah, begitu juga jika dalam satu testament diberikan satu benda yang tak dapat dibagi-bagi, misalnya seekor kuda kepada dua orang bersama-sama dan kemudian salah seorang meninggal, maka benda itu akan jatuh pada temannya untuk seluruhnya.
B. Syarat-syarat Orang yang Berwasiat
Adapun syarat-syarat orang yang berwasit dalam Pasal 194 diantaranya sebagai berikut:
1) orang yang telah berumur sekurang-kurangnya berumur 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.
2) Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
3) Pemilikan terhadap harta benda seperti yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru dapat dilaksankan sesudah pewasiat meninggal dunia.
Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan notaris. Adapun jumlah wasiat diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui. Didalam penerimaannya baik wasiat secara tertulis maupun secara lisan harus disebutkan dengan tegas siapa atau siapa-siapa atau lembagaapa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan.
C. Batalnya Suatu Wasiat
1) Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dihukum karena:
a) Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pesawat.
b) Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
c) Dipersalahkan dengan kekerasan atau acaman mencegah pewasist untuk membuat atau mencabut atau mengubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat.
d) Dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dari pewasiat.

2) Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu:
a) tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai ia meninggal dunia sebelum meninggalnya pewasiat.
b) Mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak untuk menerimanya.
c) Mengetahui adanya wasiat itu, tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak sampai ia meninggal sebelum meninggalnya wasiat.
3) Wasiat menjadi batal apabila barang yang diwasiatkan musnah.

D. Pencabutan wasiat dan tata caranya
1) pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuannya atau sudah menyatakan persetujuannya tetapi kemudian menarik kembali.
2) Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akta notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan.
3) Bila wasiat dibuat berdasrakan akta notaris, maka hanya dapat dicabut berdasarkan akta notaris.
Sebagaimana yang telah diterangkan, suatu wasiat/ testamet dapat ditarik kembali (herroepen) setiap waktu. Hanya pemberian warisan yang telah diletakkan dalam suatu perjanjian perkawinan tidak boleh ditarik kembali, sebab sifatnya perjanjian perkawinan hanya satu kali dibuat dan tidak dapat diubah atau ditarik kembali seperti halnya dengan pembuatan wasiat/ testamet.







BAB III
Kesimpulan

Sebagaimana penjelasan diatas, wasiat merupakan suatu pernyataan baik lisan maupun tulisan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelahnya pewasiat tersebut meninggal. Pembuatan suatu wasiat/testament terkait oleh bentuk dan cara-cara tertentu yang jika diindahkan dapat menyebabkan batalnya wasiat/ testament itu. Berhubung dengan itu timbullah pertanyaan tentang apa saja yang perlu diletakkan dalam bentuk wasiat/ testament itu? Sebagai pedoman dapat dipakai segala perbuatan yang bersifat hanya keluar dari satu pihak saja yang baru akan berlaku atau mendapat kekuatan bila si pembuat itu telah meninggal harus diletakkan dalam bentuk wasiat/ testament. Sifat yang pertama itulah yang dalam hal ini menentukan, sebab tidak semua perikatan yang digantungkan pada matinya seorang harus diletakkan dalam wasiat/ testament. Misalnya suatu perjanjian bahwa suatu hutang baru akan dapat ditagih apabila siberhutanng meninggal atau suatu perjanjian sewa-menyewa rumah baru akan beakhir apabila si penyewa telah meninggal. Teranglah kiranya perjanjian-perjanjian semacam ini, meskipun digantungkan pada matinya salah satu pihak, merupakan suatu perikatan yang mengikat kedua belah pihak dan perikatan itu tidak dapat ditiadakan oleh salah satu pihak.








DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Abdul Manan, SH, S.Ip, M.Hum, Drs. M. Fauzan, SH POKOK HUKUM PERDATA WEWENANG PERADILAN AGAMA, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2002
Prof. Subekti, SH “POKOK-POKOK HUKUM PERDATA” Intermasa, Jakarta. 1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH

 
Support : Creating Website | Fais | Tbi.Jmb
Copyright © 2011. Moh. Faishol Amir Tbi - All Rights Reserved
by Creating Website Published by Faishol AM
Proudly powered by Blogger