Headlines News :

Senin, 10 Mei 2010

maslahat mursalah

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan zaman dari masa ke masa menuntut umat manusia untuk ikut mengembangkan pola pikirnya dalam hal apapun, terutama untuk kebaikan dan kemaslahatan kehidupan umat manusia. Demikian juga yang terjadi dalam dunia Islam, dari zaman ke zaman Nabi Muhammad SAW, para sahabat, tabi'in sampai sekarang, sudah banyak sekali muncul pemikiran-pemikiran baru dan perkembangan dalam kajian Islam. dimana semuanya harus tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan as-Sunnah. Pemikiran-pemikiran baru dalam penetapan hukum Islam juga banyak sekali muncul setelah wafatnya Rasulullah SAW, diantaranya adalah ijma' qiyas, ihtihsan, maslahah dan masih ada lagi lainnya. Dalam makalah ini yang akan dibahas adalah dalil maslahah mursalah, yaitu pembinaan (penetapan) hukum berdasarkan maslahat (kebaikan,kepentingan) yang tidak ada ketentuannya dari syara', baik ketentuan secara umum atau secara khusus. Dimana dalam penggunaannya sebagai dalil hukum masih banyak perbedaan pendapat. Oleh karena itu perlu adanya kajian yang lebih mendalam untuk mempelajari dan mengetahui maslahah mursalah sebagai dalil hukum dalam Islam. BAB II PEMBAHSAN A. Pengertian Melihat Mursalah Secara etimologis, kata maslahat berati suatu yang baik dan bermanfaat. Sedangkan secara istilah menurut Ibnu Taimiyah bahwa yang dimaksud dengan maslahat ialah pandangan mujtahid tentang perbuatan yang mengandung kebaikan yang jelas dan bukan perbuatan yang berlawanan dengan hukum syara'. Dengan kata lain dapat dipahami bahwa esensi maslahat itu ialah terciptanya kebaikan dan manfaat dalam kehidupan manusia serta terhindar dari hal-hal yang bisa merusaknya. Namun demikian, kemaslahatan itu berkaitan dengan tatanan nilai kebaikan yang patut dan layak yang hendak diwujudkan oleh kedatangan syari'at Islam, disamping adanya nash-nash syara' dan dasar-dasarnya yang menyuruh untuk memperhatikan maslahat tersebut untuk semua aspek kehidupan, tetapi syara' tidak menentukan satu-persatu maslahat tersebut maupun macam keseluruhannya. Oleh karena itu maslahat tersebut dinamai "mursal" artinya terlapas dengan tidak terbatas. Akan tetapi jika suatu maslahat telah ada ketentuannya dari syara' yang menunjuk kepadanya secara khusus, seperti penulisan qur'an karena dikhawatirkan tersia-sia, atau seperti pemberantas buta huruf, atau ada nas umum yang menunjukkan macamnya maslahat yang harus dipertimbangkan, seperti wajibnya mencari dan mengamalkan ilmu pengetahuan pada umumnya, maka maslahat- maslahat tersebut tidak lagi disebut maslahat mursalah, dan penetapan hukumnya didasarkan atas nas, bukas didasarkan atas aturan maslahat mursalah. B. Pembagian Maslahat 1. Maslahat dari segi tingkatannya Yang dimaksud dengan maslahat dari segi tingkatannya ialah berkaitan dengan kepentingan yang menjadi hajat hidup manusia, maslahat ini dibedakan kepada tiga macam : a. Maslahat Daruriyah (المصالح الضرورية ) Ialah kemalahatan yang menjadi dasar tegaknya kehidupan asasi manusia, baik yang berkaitan dengan agama maupun dunia. Jika ia luput dari kehidupan manusia maka mengakibatkan rusaknya tatanan kehidupan manusia tersebut. Yang termasuk dalam lingkup maslahat dharuriyat ini ada lima macam, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta yang merupakan maslahat paling asasi yang harus dipelihara dan dilindungi. b. Maslahat Hajiyat (المصالح الحاجية ) Ialah persoalan-persoalan yang dibutuhkan oleh manusia untuk menghilangkan kesulitan dan kesusahan yang dihadapi. Diantaranya ketentuan hukum yang disyariatkan untuk meringankan dan memudahkan kepentingan manusia ialah semua keringanan yang di bawah oleh ajaran Islam, seperti boleh berbuka puasa bagi musafir dan orang-orang yang sedang sakit, mengqasar shalat ketika dalam perjalanan. c. Maslahat Tahsiniyah/Takmiliyah (المصالح التحسنية ) Ialah maslahat yang sifatnya untuk memelihara kebagusan dan kebaikan budi pekerti serta keindahan saja. Sekiranya tidak diwujudkan dalam kehidupan tidaklah menimbulkan kesulitan dan kerusakan. Misalnya seperti dalam urusan ibadat Allah telah mensyariatkan berbagai bentuk kesucian, menutup aurat dan berpakaian yang indah, dan dalam hadits Nabi diajarkan untuk memakai harum-haruman, adab dan tatacara cara makan minum. 2. Maslahat dilihat dari segi Eksistensinya. Para ulama ushul membagi maslahat dari segi eksistensi atau wujudnya kepada tiga macam : a. Maslahat Mu'tabarah ( المصالح المعتبرة ) Ialah kemaslahatan yang terdapat nas secara tegas menjelaskan dan mengakui keberadaannya, dengan kata lain kemaslahatan yang diakhui oleh syara' dan terdapat alilnya yang jelas untuk memelihara dan melindunginya. Yang termasuk kedalam maslahat ini ialah semua kemaslahatan yang diseutkan dan dijelaskan oleh nash, seperti memelihara agamam jiwa, keturtunan dan harta benda. b. Maslahat Mulgah (المصالح المغاة ) Ialah maslahat yang berlawanan dengan ketentuan nash, dengan kata lain, maslahat yang bertolak karena ada dalil yang menunjukkan bahwa ia bertentangan dengan ketentuan dalil yang jelas. Contoh yang sering dirujuk dan ditampilkan ulama fiqih ialah menyamakan pembagian harta warisan antara seorang perempuan dengan saudara laki-lakinya, walaupun terlihat ada kemaslahatannya, tetapi berlawanan dengan dalil nash yang jelan dan rinci. Disebutkan dalam Al-Qur’an : يوصيكم الله فى اولادكم للذكر مثل حظ الانثيين "Allah telah menetapkan bagi kamu (tentang pembagian warisan) untuk anak-anak kamu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan dua anak perempuan." (QS. An-Nisa': 11) c. Maslahat Mursalah (المصالح المرسلة ) Ialah maslahat yang secara eksplisit tidak ada satu dalil pun baik yang mengakuinya maupun yang menolaknya. Dengan demikian maslahat mursalah ini meruapakn maslahat yang sejalan dengan tujuan syara' yang dapat dijadikan pijakan dalam mewujudkan kenyataan kebaikan yang dihajatkan oleh manusia . diakui hanya dalam kenyataannya jenis maslahat yang disebut terakhir ini terus tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat Islam yang dipengaruhi oleh perbedaan kondisi dan tempat. C. Syarat-Syarat Maslahat Mursalah Zaky al-Din Sya'ban menyebutkan tiga syarat yang harus diperhatikan bila menggunakan maslahat mursalah dalam menetapkan hukum. Ketiga syarat itu adalah sebagai berikut : 1. Kemaslahatan itu hendaknya kemaslahatan yang memang tidak terdapat dalil yang menolaknya. Hakikat maslahat mursalah itu sama sekali tidak ada dalil dalam nash, baik yang menolak maupun yang mengakuinya, tetapi terdapat kemaslahatan yang dihajatkan oleh manusia yang keberadaannya sejalan dengan hukum syara'. 2. Maslahat mursalah itu hendaknya maslahat yang dapat dipastikan bukan hal yang samar-samar atau perkiraan dan rekayasa saja (wahamiah/angan-angan). Misalnya kemaslahatan yang masih diimpikan dalam hal mencabut hak suami untuk menceraikan istrinya. Hak menceraikan ini diserahkan saja pada hakim. 3. Maslahat mursalah hendaknya maslahat yang bersifat umum, yakni kemaslahatan yang terkait dengan kepentingan orang banyak. Dari tiga syarat yang telah diuraikan di atas, ternyata ada yang menambahkan syarat lainnya lagi, yaitu bahwa maslahat mursalah itu hendaknya kemaslahatan yang logis dan cocok dengan akal. D. Kedudukan Maslahat Mursalah Dan Kehujjahannya Terdapat perbedaan pendapat dikalangan madzhab ushul fiqh tentang kedudukan maslahat mursalah dan kehujjahannya dalam hukum Islam, baik yang menerima maupun yang menolaknya. 1. Kelompok pertama mengatakan bahwa maslahat mursalah adalah salah satu dari sumber hukum dan sekaligus hujjah syari'ah. Pendapat ini dianut oleh madzhab Maliki dan Imam Ahmad Ibnu Hambal. Adapun yang menjadi alasan dan argumentasinya adalah : • Bahwa para sahabat telah menghimpun Al-Qur’an dalam satu mushaf, dan ini dilakukan karena khawatir Al-Qur’an bisa hilang. Hal ini tidak ada pada masa Nabi dan tidak ada pula larangannya, itu dilakukan semata-mata demi kemaslahatan. Dan dalam praktiknya para sahabat telah menggunakan maslahat mursalah yang sama sekali tidak ditemukan satu dalil pun yang melarang atau menyuruhnya. • Sesungguhnya para sahabat telah menggunakan maslahat mursalah sesuai dengan tujuan syara', maka harus diamalkan sesuai dengan tujuan itu, oleh karena itu, berpegang kepada maslahat merupakan kewajiban sebab ia merupakan salah satu pegangan pokok yang berdiri sendiri, tidak keluar dari pokok-pokok pegangan yang lain. • Bahwa sesungguhnya pensyaratan hukum adalah untuk merealisir kemaslahatan dan hendak timbulnya kerusakan dalam kehidupan manusia. dan tidak dapat diragukan lagi bahwa kemaslahatan iu terus berkembang dengan perkembangan zaman dan akan terus berubah dengan perubahan situasi dan lingkungan. Jika kemaslahatan itu tidak dicermati dan direspon dengan sesuai, maka kemaslahatan itu akan hilang dari kehidupan manusia serta akan berhentilah pertumbuhan hukum. 2. Kelompok yang menolak maslahat mursalah sebagai hujjah syari'ah kelompok kedua ini berpendapat bahwa maslahat mursalah tidak dapat diterima sebagai hujjah dalam menetapkan hukum. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah madzhab Hanafi, Syafi'i dan madzhab Zahiriyah. Adapun yang menjadi dasar penolakannya adalah : a. Bahwa Allah (syar'i) menolak sebagian maslahat dan mengakui sebagian yang lainnya, sementara maslahat mursalah adalah hal yang meragukan. Sebab boleh jadi maslahat mursalah ditolak atau diakhui kebenarannya oleh syar'i. b. Sesungguhnya menggunakan maslahat mursalah dalam penetapan hukum adalah menempuh jalan berdasarkan hawa nafsu dan hal seperti ini tidak dibolehkan. c. Bahwa menggunakan maslahat mursalah berat akan menimbulkan perbedaan hukum karena perbedaan zaman dan lingkungan. Sesungguhnya kamaslahatan itu, sebagaimana kita saksikan, akan selalu berubah dengan terjadinya perubahan zaman dan situasi. Tentu hal ini akan menghilangkan fungsi keumuman syari'at dan nilainya yang berlaku setiap zaman dan tempat. BAB III KESIMPULAN Maslahat mursalah merupakan salah satu dasar tasyri' yang penting yang memungkinkan untuk melahirkan nilai-nilai kebaikan jika para ahli mampu mencermatinya secara tajam dalam kaitannya dengan ilmu syari'at. begitu pula dengan cara ini para penguasa yang mengendalikan urusan umat dapat menata kehidupan. Mereka dengan jiwa syari'at serta menjadikan maslahat mursalah itu sebagai dasar kaidah umum dalam mengatur kepentingan bersama. Disamping itu, dengan munculnya persoalan baru dan semakin luasnya cakupan kebutuhan manusia, sementara para ulama dan ahli tidak menemukan dalil secara khusus, baik dari nash Al-Qur’an dan sunnah, Ijma' dan qiyas, maka jalan yang ditempuh ialah dengan melihat substansi persoalan baru yang muncul itu dan mencari nilai-nilai manfaatnya bagi kehidupan manusia yang sejalan dengan tujuan syari'at. Disadari sepenuhnya bahwa tujuan pensyariatan hukum tidak lain adalah untuk merealisir kemaslahatan bagi manusia dalam segala segi dan aspek kehidupan. Dengan kata lain setiap ketentuan hukum yang telah digariskan oleh syar'i adalah bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan bagi manusia. DAFTAR PUSTAKA 1. Romli, SA, M.Ag., Drs., Muqarana Mazahib fil Ushul, Gaya Media Pratama, Jakarta : 1998 2. Hanafi, MA., Ahmad, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta : 1991 3. Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqih, Rineka Cipta, Bandung : 1991.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH

 
Support : Creating Website | Fais | Tbi.Jmb
Copyright © 2011. Moh. Faishol Amir Tbi - All Rights Reserved
by Creating Website Published by Faishol AM
Proudly powered by Blogger