Headlines News :

Sabtu, 17 Maret 2012

Ilmu Waris

Latar Belakang Masalah Disamping Islam memerintahkan keadilan dalam seluruh persoalan yang berhubungan dengan masyarakat manusia, Islam juga mengatur hubungan antara sesama manusia, baik dalam lingkup anggota keluarga yang terbatas antara suami istri dan anak-anak, maupun dalam lingkup yang lebih luas hubungan sanak famili contohnya. Demikian juga pembagian harta pusaka (waris) sangat besar pengaruhnya dalam memperteguh ikatan kekeluargaan dan mempererat hubungan persaudaraan diantara sesama anggota keluarga, Allah SWT berfirman dalam sebuah ayat : لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا (النساء : 7) Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. (QS. An-Nisa’ : 7) Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah SWT menghapus kedholiman terhadap kaum yang lemah, dan menyuruh memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang serta adil, dan Allah SWT juga menjelaskan bahwa masalah kewarisan itu hanya diperuntukan pada kaum laki-laki dan perempuan saja. Padahal tidak mustahil bagi Allah menciptakan manusia jenis laki-laki yang tidak sempurna kelaki-lakiannya, atau perempuan yang tidak sempurna kewanitaannya, bahkan jenis yang memiliki dua alat kelamin. Lantas bagaimana dengan kaum khuntsa yang selama ini sebagian besar masyarakat memandangnya sebagai makhluk abnormal. Mereka juga mengadakan kontes kecantikan, bahkan ada diantara mereka yang berani merubah alat kelaminnya demi kepuasan hawa nafsunya. Dengan keberadaan mereka saat ini yang makin menjadi, bukan tidak mungkin akan mengacaukan penerapan syariat Islam terutama dalam membagi waris. Dari sini banyak orang yang masih ragu dengan hasil pembagian waris terhadap khuntsa, untuk itu paper ini akan sedikit membahasnya dengan agak lebih spesifik. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah kasus ini akan menspesifikasikannya dalam 2 aspek pertanyaan : 1) Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap kasus khuntsa yang berkembang saat ini ? 2) Bagaimana hak waris khuntsa menurut perspektif hukum Islam ? C. Tujuan Pembahasan Pada dasarnya tujuan pembahasan paper ini sebagai bentuk implementasi keingin ikutsertaan pribadi dalam merespon modal bagi diri pribadi dalam proses pencarian BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pengertian Al-Khuntsa Al-Khuntsa dalam bahasa Arab diambil dari kata takhannuts yang berarti at-Tatsani “mendua” dan at-takassur “terpecah”, sedangkan menurut istilah ulama ialah orang yang berkelamin laki-laki dan perempuan atau tidak memiliki kelamin sama sekali atau yang serupa dengan salah satunya laki-laki atau perempuan dengan tanda yang berbeda. Al-Khuntsa atau dalam bahasa Indonesia biasa disebut waria atau banci yang berarti bersifat laki-laki dan perempuan, waria dalam pandangan psikologis termasuk sebagai penderita transeksualisme yakni seseorang yang secara jasmani jenis kelaminnya jelas tidak sempurna, namun secara psikis cenderung untuk menampilkan diri sebagai lawan jenisnya. Seorang penderita transeksualisme secara psikis merasa dirinya tidak cocok dengan alat kelaminnya, sehingga mereka seringkali memakai pakaian atau atribut lain dari jenis kelamin yang lain. Sehingga jelaslah bahwa masalah khuntsa/ waria ini agak rumit, hal ini terbukti dengan adanya perbedaan pendapat didalam memahami tentang khuntsa/ waria yang semakin lama semakin tumbuh pesat dan bertingkah yang aneh-aneh. Bahkan mereka tidak lagi segan untuk mempublikasikan komunitas mereka, dengan acara-acara yang spektakuler, seperti kontes kecantikan dan lain-lain. Dan mereka pun selalu menuntut agar kedudukan mereka mendapatkan keabsahan status agar komunitas mereka diakui secara legal keberadaannya dalam sosial publik, sebagaimana umumnya seorang pria dan wanita normal. Sebagaimana uraian di atas tentang pengertian khuntsa/waria yang terdapat perbedaan pendapat diantara para ahli. Maka para fuqoha’ membagi kriteria menjadi dua macam : 1) Khuntsa Ghoiru Musykil Khuntsa jenis ini adalah khuntsa/waria yang dapat diketahui secara jelas kewarisannya karena terdapat tanda-tanda atau sifat-sifat yang mirip laki-laki atau perempuan sehingga dikategorikan sebagai laki-laki atau sebagai perempuan. 2) Khuntsa Musykil Khuntsa jenis ini yaitu manusia yang dalam bentuk tubuhnya ada keganjilan tidak dapat diketahui apakah dia laki-laki atau perempuan, karena tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan kelelakiannya atau samar-samar tanda-tanda dan tidak dapat ditafsirkan. Adapun sebab-sebab terjadinya khuntsa/ waria itu dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu : a) Hormonal, yang disebabkan oleh abnormalitas kromosom kelamin. b) Lingkungan, yang disebabkan oleh kondisi lingkungan pada pertumbuhan otak, dimana anak dibesarkan dan konsistensi yang mengikutinya adalah perawatan terbaik dari identitas gendernya di masa depan. c) Zat-zat kimia, yang disebabkan beberapa jenis obat yang diberikan kepada wanita hamil atau kontraseptif oral yang dikonsumsi setelah pembentukan, kadang menyebabkan kondisi transeksual karena mengganggu proses normal.i Adapun menurut Yash bahwa dalam menentukan status khuntsa bukan melalui jenis kelaminnya melainkan melalui kebutuhan seksualnya. B. Pandangan Hukum Islam Terhadap Perkembangan Kasus Khuntsa Selama Ini. Pada dasarnya Islam tidak ketinggalan didalam melihat kasus khuntsa saat ini, sebab hukumnya selalu bersifat fleksibel terhadap perubahan zaman. Al-Qur'an yang menjadi pegangan hidup umat Islam menggambarkan secara eksplisit, dengan adanya orang cenderung khuntsa, sebagai mana firman Allah : لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ (49) Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, (QS. As-Syura : 49) Berdasar dhahir atau keumuman ayat di atas, Ibnu Arabi membantah orang-orang yang mengingkari terhadap eksistensi khuntsa. Dan ayat ini mendeskripsikan pengakuan al-Qur'an terhadap beragamnya orientasi seksual dan gender. Menurut kesepakatan ulama bahwa mengenai kasus khuntsa yang berkembang selama ini syar’iat jelas-jelas melarangnya, sebagaimana hadits Rosululloh SAW, yang artinya : Dari Ibnu Abbas dia berkata : Nabi Muhammad SAW melaknati laki-laki memakai krudung, gelang kaki, kalung perhiasan dan lain-lain dan bagitu pula sebaliknya haram bagi perempuan menyerupai laki-laki. Islam secara tegas melarang penyimpangan tersebut, dan mengancam akan menghukum siapa saja yang melakukannya dalam sebuah ayat : وَاللَّذَانِ يَأْتِيَانِهَا مِنْكُمْ فَآذُوهُمَا فَإِنْ تَابَا وَأَصْلَحَا فَأَعْرِضُوا عَنْهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ تَوَّابًا رَحِيمًا (النساء :16) Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa’ : 16) Di Mesir, Syaikh al_Azhar dari Universitas Al-Azhar memfatwakan tentang boleh mengoperasi kelamin berdasarkan dorongan terbesar untuk menentukan identitas yang sebenarnya, bahwa operasi itu menjadi keharusan bila itu adalah bagian dari perawatan untuk menuntaskan jenis kelamin itu. Namun diharamkan untuk mengoperasi kelaminnya hanya karena trend atau dorongan dari luar, buan sebab yang tidak bisa dihindari, hal ini berdasarkan qoidah : جلب المصالح ودرء المفاسد C. Hak Waris Khuntsa manurut Hukum Islam Permasalahan yang dialami oleh komunitas dan khuntsa beragam mulai dari masalah ekonomi, masalah psikologis, dimana mereka bingung terhadap identitas diri mereka, dalam keberadaannya di masyarakat seperti pembuatan surat-surat, KTP, SIM dan lain-lain. Hukum Islam telah menetapkan bahwa salah satu unsur proses beralihnya harta seseorang kepada orang lain (hak waris muwaris) adalah adanya ahli waris. Sebagaimana yang telah dijelaskan tadi bahwa khuntsa terbagi menjadi dua macam : yaitu khuntsa ghoiru musykil dan khuntsa musykil. Dalam kaitannya sebagai ahli waris khuntsa ghoiru musykil tidak ada masalah, karena statusnya sudah jelas, namun yang menjadi masalah adalah khuntsa musykil dan ini memerlukan analisa penelitian lebih jauh dalam pembagian harta waris karena statusnya yang kurang jelas. 1) Khuntsa ghoiru musykil Mengenai khuntsa jenis ini pada dasarnya tidak terdapat masalah yang signifikan, Cuma membutuhkan perincian lagi sehingga lebih mudah untuk dipahami, oleh sebab itu dia dapat dibagi 2 yaitu : a) Yang mempunyai dua alat kelamin Dalam masalah kewarisannya, ia akan mendapatkan hak kewarisan sebagaimana statusnya yang sudah jelas itu yakni sebagaimana orang normal lainnya, seperti hak sebagai anak, cucu, suami, istri, saudara, anak saudara, ayah, ibu, kakek, nenek, paman, anak paman dan orang yang memerdekankan hamba sahaya. b) Yang tidak mempunyai alat kelamin Dalam masalah kewarisan ini mereka hanya akan mendapatkan hak sebagai anak, cucu, suami, istri, saudara, anak saudara, paman, anak paman. Jadi selain dari kesembilan orang tersebut tidak ada lagi seperti bapak, ibu, kakek, nenek, sebab mereka tidak dapat melaksanakan hubungan biologis sebagai sarana adanya keturunan, sekalipun telah dilakukan operasi penyesuaian kelamin, tidak berarti alat kelamin baru dapat berfungsi sebagaimana layaknya alat kelamin yang normal, karena mereka hanya mencari kepuasan psikologis, baik penampilannya atau peralatan hasrat cintanya. 2) Khuntsa musykil Didalam hal masalah tentang bisa atau tidaknya a-Khuntsa mewarisi harta pusaka yang ditinggalkan oleh si-mayit, maka mereka para ulama berbeda pendapat dalam menjawab masalah tersebut. Dalam menentukan status waria para ahli banyak berbeda pendapat dengan ulama-ulama masa silam, hal ini dikarenakan sosio historis, sosio kultural pada masa tersebut sangat berbeda dengan masa-masa sekarang yang melakukan penelitian dengan dibekali alat-alat yang begitu canggih . Oleh karena itu demi mengantisipasi terjadinya kemungkinan adanya kesulitan dalam menentukan status khuntsa maka dalam hal ini khuntsa hanya berhak menjadi ahli waris pada 6 orang saja, yang tercakup dalam 3 jihat : a) Jihat bahuwah : yaitu anak dan cucu b) Jihat Nichuwah : yaitu saudara dan anak saudara (kemenakan) c) Jihat Umamah : yaitu paman dan anak paman (Sdr. Sepupu) Adapun mengenai pembagian ahli warisnya adalah menggunakan cara memperkirakan dengan dua perkiraan (laki-laki dan perempuan) kemudian dibagikan baginya paling kecil dari masing-masing perkiraan pada hak waris musykil maupun bagian dari ahli waris walinya kemudian harta yang masih ada ditangguhkan dahulu sampai persoalan waris musykil menjadi jelas. Hal ini sebagaimana pendapat imam syafi’i. Jika berbeda bagian warisannya dengan dua perkiraan tadi, maka dilaksanakan dengan yang lebih yakin baik hak waris musykil maupun bagi ahli waris lainnya. Dan harta yang masih diragukan ditangguhkan dahulu sampai statusnya jelas. Sebagai contoh apabila ada seorang mayit yang meninggalkan ahli waris yang terdiri dari seorang istri, bapak, ibu, dan seorang anak waria musykil dengan harta uang sejumlah Rp. 72.000.000, maka penyelesaiannya adalah : a. Diperkirakan sebagai laki-laki Ahli Waris Bagian Saham dan asal masalah 24 Istri Bapak Ibu Anak (khuntsa) 1/8 1/6 1/6 Sisa 1/8 x 24 = 3 1/6 x 24 = 4 1/6 x 24 = 4 24 - 11 = 13 Jadi, bagian masing-masing dari harta Rp. 72.000.000 Istri : = 9.000.000 Bapak : = 12.000.000 Ibu : = 12.000.000 Anak (khuntsa) : = 37.000.000 b. Diperkirakan sebagai perempuan Ahli Waris Bagian Saham dan asal masalah 24 Istri Bapak Ibu Anak (khuntsa) 1/8 1/6 + U 1/6 1/2 1/8 x 24 = 3 (1/6 x 24) + 1 = 5 1/6 x 24 = 4 1/2 x 24= 12 Jadi, bagian masing-masing dari harta Rp. 72.000.000 Istri : = 9.000.000 Bapak : = 15.000.000 Ibu : = 12.000.000 Anak (khuntsa) : = 36.000.000 Jadi dua perkiraan tersebut, maka bagian anak khuntsa / waria musykil dan ahli waris lainnya diberi lagi meyakinkan yakni bagiannya yang terkecil. KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan taufiq serta hidayah-Nya kepada kita semua, shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan par sahabatnya, amma ba’ad. Salam hormat kepada bapak KH. Taufiqur Rahman yang juga bertugas sebagai dosen mata kuliah waris pada fakultas Syari’ah (IKAHA). Yang mana mau memberikan ilmunya kepada kami, dan hal yang sama pula saya ucapkan kepada bapak KH. Junaidi Hidayat, SH. S.Ag., yang pastinya penuh harap agar ilmu yang diberikan menjadi ilman nafi’an, dan say ucapkan juga terima kasih kepada teman-teman mahasiswa di PPM. Al-Aqobah, yang mau meluangkan waktunya untuk berdiskusi guna membantu penyelesaian tugas paper ini. Dan paper ini juga dibuat guna memenuhi tugas persyaratan Ujian Akhir Semester (UAS). Akhirnya semoga tugas ini menjadi nilai ibadah dan implementasi terhadap pencapaian dalam pencarian ilmu. DAFTAR PUSTAKA Komite Fakultas Syari’ah, Al-Azhar Mesir, Ahkamul Mawarisi fi Al-Fiqih al-Islami , hal. 392 W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia Koeswinarno, Hidup Bahagia Waria, Yogyakarta, LKis, 2004 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, Damaskus : Darul Fikr, 1983 Huzaimah Tahido Yangga, MA., Masail Fiqhiyah, Kajian Hukum Islam Kontemporer, Yasg, Transeksualisme, Semarang : AINI, 2002 Ibnu Al-Arabi, Ahkam Al-Qur'an, Qohiroh : 1968 Abi Abdillah Muhammad Bin Ismail Al-Bukhori, Terjemah Shoheh Bukhari, Semarang : Asy-Syifa’, 1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH

 
Support : Creating Website | Fais | Tbi.Jmb
Copyright © 2011. Moh. Faishol Amir Tbi - All Rights Reserved
by Creating Website Published by Faishol AM
Proudly powered by Blogger