Headlines News :

Minggu, 29 September 2013

Studi Kasus 33

A. Latar Belakang
Salah satu kebijakan pemerintah dalam pembangunan pendidikan adalah peningkatan mutu pendidikan, masalah mutu merupakan sesuatu yang kompleks, karena terkait dalam suatu sistem. Bertolak dari pendekatan sistem, mutu keluaran atau lulusan pendidikan, dipengaruhi oleh mutu masukan dan mutu proses. Selama ini pemerintah telah banyak melakukan berbagai usaha dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, antara lain dengan mengadakan penataran bagi guru, menyediakan buku0buku pendidikan dan perkembangan kurikulum yang ada. Selain itu secara fisik, pemerintah telah menambah jumlah gedung-gedung sekolah di seluruh Indonesia, serta melengkapi sekolah dengan berbagai sumber belajar lain seperti media pembelajaran, kotak percobaan IPA, laboratorium bahasa, laboratorium komputer dan sebagainya.
Apa yang telah dan sedang dilakukan untuk peningkatan mutu ini merupakan pendekatan “top-down”, artinya kebijakan dan konsep yang dirumuskan dan diputuskan dari pusat, untuk kemudian dilaksanakan di sekolah. Salah satu pedoman yang tertuang dalam Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional mengenai mutu pendidikan adalah semakin diarahkan perluasan inovasi pembelajaran baik pada pendidikan formal maupun non-formal.
Prakarsa dari bawah (bottom-up initiatives) yaitu dari sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui pengembangan proses pembelajaran, telah pula dilakukan meskipun masih bersifat sporadic, yang tergantung pada komitmen sekolah dan guru yang bersangkutan, serta adanya kondisi yang mendukung salah satu bentuk peningkatan mutu pendidikan yang diselenggarakan. Pada jenjang pendidikan (SD, SLTP, SLB, SMA, SMK, STM), adalah dalam bentuk berbagai strategi atau teknik pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar aktif, dan kreatif. Telaah sementara telah menunjukkan sejumlah sekolah negeri maupun swasta yang berinisiatif untuk mengembangkan program pembelajarannya dalam rangka peningkatan mutu lulusan. Sekolah-sekolah berusaha untuk mencapai keunggulan dalam keluaran (output) pendidikannya. Untuk mencapai keunggulan tersebut, maka masukan, proses pembelajaran, guru dan tenaga kependidikan, manajemen, layanan pendidikan, serta sarana penunjangnya diarahkan untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut.
Seringkali masyarakat berpendapat bahwa mutu selalu berkaitan dengan biaya, yaitu mutu yang tinggi selalu berarti dengan biaya yang tinggi. Dalam prinsip ekonomi diketahui bahwa hubungan antara mutu dan biaya tidak selalu berjalan lancar. Peningkatan biaya sedikit dengan pendekatan baru dan atau efisiensi dapat meningkatkan mutu atau produktifitas; bahkan investasi yang memerlukan biaya awal tinggi dapat menyebabkan perbaikan mutu yang relatif murah dalam jangka panjang. Sebaliknya, biaya yang tinggi tidak menjamin mutu yang baik, apabila karena sekarang ini sedang terjadi gejala komersialisasi pendidikan, yang berorientasi kepada “menjual ijazah”. Terlebih lagi kalau dipikirkan bahwa pendidikan adalah investasi yang terpenting dalam setiap pembangunan masyarakat, maka tentunya biaya atau pengorbanan yang lebih besar harus dapat dimengerti dan disetujui.
Dengan telah diterbitkannya peraturan perundang-undangan yang baru mengenai pendidikan, termasuk desentralisasi pengelolaan pendidikan, pemerintah melimpahkan wewenang dan tanggung jawab kepada masyarakat untuk lebih banyak berpartisipasi dan berinisiatif dalam penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan. Dengan berpegang pada konsep Manajemen Berbasis Sekolah dan sekolah Berbasis Masyarakat, sekolah-sekolah dianjurkan mengadakan pembaharuan sesuai dengan kondisi mereka masing-masing, dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan sejumlah masalah sebagai berikut :
1. Usaha apa yang telah dan sedang dilakukan oleh sekolah dalam rangka meningkatkan mutu proses pendidikan ?
2. Apa dasar atau landasan untuk usaha peningkatan mutu proses pendidikan tersebut ?
3. Apa konsekwensi dari usaha peningkatan mutu proses pendidikan tersebut ?
4. Bagaimana usaha peningkatan mutu proses pendidikan tersebut ?
5. Apa hasil dari usaha peningkatan mutu proses pendidikan tersebut ?
6. Apa kondisi yang menunjang dan menghambat usaha peningkatan proses pendidikan tersebut ?
7. Bagaimana pendapat orang tua siswa terhadap usaha peningkatan mutu proses pendidikan tersebut ?
8. Apa peran pemerintah daerah dan masyarakat dalam upaya peningkatan mutu proses pendidikan tersebut ?

C. Pembatasan Masalah
Mengingat akan keterbatasan waktu serta biaya, maka masalah yang diteliti difokuskan pada sejumlah sekolah yang diidentifikasi telah melaksanakan usaha peningkatan mutu melalui berbagai ragam strategi pembelajaran. Sekolah-sekolah tersebut akan dipilih secara purposif, dengan mempertimbangkan kemungkinan untuk menyebarkan hasil temuan yang diperoleh kepada sekolah-sekolah regular. Dengan demikian maka sekolah unggulan, termasuk yang berorientasi internasional dan memungut biaya pendidikan yang tinggi, tidak akan dijadikan obyek penelitian.

D. Perumusan Masalah
Dengan adanya pembatasan masalah, maka masalah yang akan diteliti adalah :
1. Apa saja prakarsa sekolah yang telah dilakukan dalam peningkatan efektifitas belajar dan pembelajaran ?
2. Apa landasan dilaksanakannya prakarsa peningkatan efektifitas belajar-pembelajaran tersebut ?
3. Bagaimana prakarsa peningkatan efektivitas belajar-pembelajaran tersebut dilaksanakan ?
4. Sumber-sumber apa yang diperlukan agar proses belajar-pembelajaran yang dapat meningkatkan mutu proses pendidikan dapat terlaksana ?
5. Faktor-faktor apa yang menunjang terwujudnya prakarsa efektifitas belajar-pembelajaran ?
6. Apakah usaha tersebut mendapat dukungan dan/atau hambatan yang berarti dari berbagai pihak yang berkepentingan ?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dilaksanakannya penelitian adalah memberikan masukan kebijakan kepada para pengambilan keputusan kebijakan (policy makers) tentang berbagai prakarsa sekolah yang telah dikembangkan dalam rangka meningkatkan mutu proses pendidikan, untuk kemudian dapat dipertimbangkan sebagai model untuk dikembangkan atau dimantapkan lebih lanjut.
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Mengidentifikasi sekolah-sekolah yang telah berprakarsa mengembangkan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan mutu proses pendidikan.
2. Mendeskripsikan bagaimana sekolah-sekolah yang dipilih sebagai obyek penelitian melaksanakan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan mutu proses pendidikan tersebut.
3. Menganalisa faktor-faktor yang terkait dalam pelaksanaan strategi pembelajaran.
4. Mempertimbangkan faktor-faktor yang terkait dalam pelaksanaan strategi pembelajaran.
5. Mempertimbangkan kemungkinan keterterimaan (akseptabilitas), ketertrapan (aplikabilitas), dan kelayakan bagi sekolah-sekolah lain.

F. Kajian Pustaka
1. Proses Belajar dan Pembelajaran
Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang standar Nasional pendidikan, ditegaskan bahwa proses pendidikan mengalami perubahan paradigma dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran, dimana kepada para peserta didik diberi peran lebih banyak untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, kepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Perubahan paradigma tersebut pada gilirannya menuntut perlunya peningkatan kemampuan guru. Proses belajar pembelajaran di sekolah tidak hanya ditunjukkan pada penguasaan dasar membaca, menulis dan berhitung, tetapi mengacu pada “bagaimana cara belajar”. Pendidikan tidak semata-mata berfungsi sebagai sarana sosialisasi anak didik, melainkan sejak dini, sudah harus menumbuhkan potensi manusia Indonesia yang kelak mampu menjadi pengubah masyarakat untuk dapat meraih cita-cita pembangunan masa depan.
Beberapa indikator belajar dan pembelajaran sebagai implikasi perubahan paradigma tersebut adalah :
a. Adanya kegiatan belajar yang beragam melalui teknik diskusi, ceramah, percobaan, membuat karangan dan sebagainya.
b. Terbentuknya suasana belajar yang beragam, antara lain dengan pengaturan tempat duduk, yaitu yang disesuaikan dengan jenis kegiatan.
c. Siswa didorong untuk aktif belajar dengan menjawab dan mengajukan pertanyaan, mendiskusikan suatu hal, mengajukan pendapat dan sebagainya.
d. Diperhatikannya perbedaan perorangan, yaitu dengan jalan membantu mereka yang lemah untuk mencapai penguasaan minimum, dan memberi pengayaan kepada mereka yang lebih mampu.
e. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Dengan memanfaatkan lingkungan fisik maupun sosial-budaya, siswa tidak akan tercabut dan terasing dari lingkungannya.
f. Tersedianya ruang belajar yang menarik dan yang dapat merangsang, sehingga timbul rasa ingin tahu dan mendorong anak untuk belajar dari apa yang terdapat dalam ruang kelas.
Berdasarkan riset terapan yang dilakukan oleh Soepartinah Pakasi di Sekolah IKIP Malang ada 10 sifat-sifat dari proses belajar yang perlu diperhatikan, yaitu meliputi :
a. Belajar adalah suatu interaksi antara anak dan lingkungannya. Makin kaya suatu lingkungan menyediakan rangsangan-rangsangan, makin si-anak terbantu dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
b. Belajar berarti berbuat. Dengan melakukan berbagai kegiatan, seorang anak dapat menghayati sesuatu dengan seluruh indra dan jiwanya.
c. Belajar berarti mengalami. Dengan mengalami sesuatu secara berulang-ulang, maka suatu perbuatan akan makin efektif.
d. Belajar adalah suatu kegiatan yang bertujuan. Tujuannya di sini adalah memenuhi kebutuhannya, yaitu agar si anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
e. Belajar memerlukan motivasi. Memenuhi kebutuhan seperti tercantum dalam nomor empat di atas adalah motivasi untuk melakukan suatu kegiatan.
f. Belajar memerlukan kesiapan pada pihak anak. Kesiapan secara emosional intelektual, dan sosial yang mengatakan bahwa si anak sudah menguasai tingkat pelajaran yang diperlukan untuk menerima tingkat berikutnya.
g. Belajar adalah berfikir dan belajar menggunakan daya fikir. Belajar adalah suatu kegiatan yang membawa anak dari tingkat berfikir kongkrit ke tingkat berfikir secara abstrak. Belajar berarti pula menghadapi persoalan yang perlu dicari jalan keluarnya.
h. Belajar bersifat integrative. Sejak lahir seorang anak telah berinteraksi dengan lingkungannya. Hasil interaksinya atau hasil belajarnya itu merupakan suatu hal yang terintegrasi yang mempengaruhi pola tingkah lakunya.
i. Proses belajar dan ingatannya. Hal-hal yang dipelajari, yang dimengerti, yang dialami, akan mudah diingat. Proses belajar dan berfikir akan makin lancar bila dibantu dengan daya ingat yang baik dan banyak.
j. Proses belajar dan latihan. Latihan yang diadakan akan makin menguatkan ingatan dan pemahaman.
Belajar adalah suatu proses yang kompleks dan terjadi pada semua orang serta berlangsung seumur hidup. Karena kompleksnya masalah belajar, banyak sekali teori yang berusaha menjelaskan bagaimana proses belajar itu terjadi. Para penganut alran bervioristik (keperilakuan) berpendapat bahwa belajar itu terjadi sebagai akibat adanya pengkondisian lingkungan yang diikuti dengan adanya penguatan (reinforcement). Sedang penganut aliran Gestalt berpendapat bahwa belajar terjadi karena adanya usaha yang bertujuan, eksploratif, imajinatif dan kreatif.
Teori belajar keperilakuan berpendapat bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, sedang teori belajar Gestalt menganggap belajar adalah perubahan insight yaitu wawasan atau pengertian tentang adanya hubungan atau pemecahan situasi problematic. Menurut teori Gestalt adanya perubahan itu tidak harus terlihat dari luar. Empat rujukan yang terkandung dalam definisi belajar ialah :
1. Adanya perubahan atau kemampuan baru.
2. Perubahan atau kemampuan baru itu tidak berlangsung sesaat, melainkan menetap dan dapat disimpan.
3. Perubahan atau kemampuan baru itu terjadi karena adanya usaha.
4. Perubahan atau kemampuan baru itu tidak hanya timbul karena faktor pertumbuhan.
Gagne (1985) mengkaji hal belajar yang kompleks dan menyimpulkan bahwa informasi dasar atau keterampilan sederhana yang dipelajari mempengaruhi terjadinya belajar yang lebih rumit. Menurutnya ada lima kategori kemampuan belajar, yaitu :
1. Keterampilan intelektual: kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan dengan menggunakan lambang. Keterampilan ini meliputi :
a. Asosiasi dan matarantai: menghubungkan suatu lambang dengan suatu fakta atau kejadian.
b. Diskriminasi: membedakan suatu lambang dengan lambang lain.
c. Konsep: mendefinisikan suatu pengertian atau prosedur.
d. Kaidah: mengkombinasikan beberapa konsep dengan suatu cara.
e. Kaidah lebih tinggi: menggunakan berbagai kaidah dalam memecahkan masalah.
2. Siasat kognitif: keterampilan si-belajar untuk mengatur proses internal perhatian, belajar, ingatan dan pikiran.
3. Keterampilan verbal: keterampilan untuk mengenal dan menyimpan nama atau istilah, fakta dan serangkaian fakta yang merupakan kumpulan pengetahuan.
4. Keterampilan motorik: keterampilan mengorganisasikan gerakan sehingga terbentuk keutuhan gerakan yang mulus, teratur dan tepat waktu.
5. Sikap: keadaan dalam diri si belajar yang mempengaruhi (bertindak sebagai moderator atas) pilihan untuk bertindak. Sikap ini meliputi komponen efektif (emosional), aspek kognitif, dan unjuk perbuatan.
Selanjutnya menurut Gagne, untuk dapat memperoleh dan menguasai ke-lima kategori kapabilitas tersebut dengan sebaik-baiknya ada sejumlah kondisi yang perlu diperhatikan oleh para pendidik. Ada kondisi belajar internal, yang timbul dari memori si-belajar sebagai hasil dari belajar sebelumnya, dan ada sejumlah kondisi eksternal ditinjau dari diri si-belajar. Kondisi eksternal ini bila diatur secara seksama merupakan usaha pembelajaran atau pembelajaran. Dalam usaha mengatur kondisi eksternal ini diperlukan berbagai rangsangan yang dapat diterima oleh indera.
Berdasarkan kondisi internal dan eksternal ini Gagne menjelaskan bagaimana proses belajar itu berlangsung. Model proses belajar yang dikembangkan oleh Gagne didasarkan pada teori pemrosesan informasi ini secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut : ransangan yang diterima oleh indra akan disalurkan ke pusat syaraf dan diproses sebagai informasi dipilih secara selektif: ada yang dibuang, ada yang disimpan dalam memori jangka pendek dan ada yang disimpan dalam memori jangka panjang; memori-memori ini tercampur dengan memori yang telah ada sebelumnya, dan dapat diungkapkan kembali setelah dilakukan pengolahan.
Meskipun proses belajar itu dapat digambarkan sebagai suatu proses rutin, namun menurut Gagne tiap orang dalam tiap situasi dapat menggunakan pendekatan yang bervariasi. Pendekatan yang bervariasi ini oleh Gagne disebut sebagai “kontrol eksekutif” dan “harapan”.
Pengertian pembelajaran menurut UUSPN adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidikan dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Secara konseptual pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain. Usaha ini dapat dilakukan oleh seseorang atau suatu tim yang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam merancang dan/atau mengembangkan sumber belajar yang diperlukan.
Sebelum kita edentifikasikan karakteristik pembelajaran yang efektif, sebaiknya kita sepakati dahulu definisi pembelajaran yang efektif itu. Pembelajaran yang efektif adalah yang menghasilkan belajar yang bermanfaat dan bertujuan kepada para siswa, melalui pemakaian prosedur yang tepat. Definisi ini mengandung dua indikator yang penting, yaitu terjadinya belajar pada siswa. Dan apa yang dilakukan guru. Oleh sebab itu prosedur pembelajaran yang dipakai oleh guru dan bukti siswa belajar akan dijadikan fokus dalam usaha pembinaan efektifitas pembelajaran.
Wotruba and Wright (1975) berdasarkan pengkajiannya atas sejumlah penelitian, mengidentifikasikan tujuh indikator yang menunjukkan pembelajaran yang efektif, indikator itu adalah :
• Pengorganisasian pembelajaran dengan baik.
• Komunikasi secara efektif
• Penguasaan dan antusiasmu dalam mata pelajaran
• Sikap positif terhadap siswa
• Pemberian ujian dan nilai yang adil
• Keluwesan dalam pendekatan pembelajaran,
• Hasil belajar siswa yang baik

Pengorganisasian pembelajaran dengan baik
Pengorganisasian pembelajaran dengan baik tercermin dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan/topik pembelajaran, kegiatan kelas, penugasan, dan penilaian. Kesiapan dan penggunaan waktu pembelajaran dengan baik, juga merupakan indikator pengorganisasian yang baik. Pelaksanaan pembelajaran dengan baik, tentunya tidak dilakukan dengan banyak penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan semula. Kecuali kalau rencana itu telah ditentukan secara luwes, misalnya membahas perkembangan mutakhir dalam masyarakat yang berkaitan dengan materi perpembelajaran.
Pengorganisasian pembelajaran merupakan wewenang guru. Oleh karena itu yang dapat menilai apakah pembelajaran telah terorganisasikan dengan baik, adalah para sejawat dalam bidang studi yang bersangkutan, ketua jurusan/program studi, dan siswa. Siswa seringkali mempunyai posisi yang terbaik dalam melakukan penilaian, karena mereka dapat membandingkan secara langsung guru yang satu dengan lainnya. Sedangkan sejawat dan pimpinan, mungkin hanya menilai berdasarkan data sekunder. Siswa di dalam suatu kelas dapat menilai dengan cukup cepat (1) apakah guru menyajikan bahan didalam cara teratur (2) apakah guru telah mempersiapkan diri untuk kelasnya (3) apakah guru telah menjelaskan apakah yang perlu dipelajari, dan (4) apakah pembelajaran itu memungkinkan untuk dapat diikuti dengan baik.

Komunikasi secara efektif
Kebanyakan pembelajaran di sekolah diberikan dalam bentuk ceramah atau ekspositoris. Oleh sebab itu kecakapan melaksanakan pembelajaran, termasuk pemakaian media dan alat audio-visual atau untuk menarik perhatian siswa merupakan suatu karakteristik pembelajaran baik. Kemampuan komunikasi mencakup penyajian yang jelas, kelancaran berbicara, interpretasi gagasan abstrak dengan contoh-contoh, kemampuan wicara yang baik (nada, intonasi, ekspresi dll), dan kemampuan untuk mendengar. Kemampuan berkomunikasi tidak hanya diwujudkan dengan melalui penjelasan verbal, tetapi dapat juga berupa makalah yang ditulis, serta silabus dan rencna pembelajaran yang jelas dan muda dimengerti. Komunikasi yang efektif itu penting di dalam kelas yang besar, seminar, diskusi kelompok, bahkan dalam percakapan perorangan. Tentu saja dalam berbagai situasi itu diperlukan keterampilan yang berbeda. Sebagaimana halnya dengan pengorganisasian pembelajaran, penilaian atas kemampuan berkomunikasi ini juga dapat dilakukan dengan baik oleh para siswa. Siswa di dalam suatu kelas dapat menilai dengan cukup cepat (1) apakah suara guru cukup jelas didengar, (2) apakah guru berkomunikasi dengan penuh percaya diri atau ragu-ragu dan gugup, (3) apakah guru mampu menjelaskan sesuatu yang abstrak dengan baik dan menggunakan contoh kongkrit, dan (4) apakah isi pembelajaran dapat dipahami dengan baik.




Penguasaan atas antusiasmu dalam mata pelajaran
Seorang guru dituntut untuk mengetahui materi pembelajarannya dengan baik, agar dapat diorganisasikan secara sistematis dan logis. Ia harus pula mampu menghubungkan isi pembelajarannya dengan apa yang telah diketahui siswa, mampu mengkaitkan isi pembelajarannya dengan perkembangan yang baru dalam disiplin keilmuannya, dan mampu mengambil manfaat dari hasil penelitian yang berkaitan. Pemilihan buku wajib dan bacaan, penentuan topik pembahasan, pembuatan ikhtisar, dan pembuatan bahan sajian, merupakan indikator penguasaan atas bahan pembelajaran. Penguasaan atas bahan pembelajaran saja, tidak cukup. Penguasaan itu harus diiringi dengan kemauan dan semangat untuk memberikan penguasaan itu kepada para siswa. Tidak jarang seorang guru yang ahli dalam suatu bidang kajian, ingin memiliki keahlian itu sendiri, karena khawatir mendapat persaiangan. Inilah yang dimaksudkan dengan antusiasme yang tinggi.
Penguasaan atas bahan pembelajaran ini dapat diketahui dengan baik melalui penilaian sejawat dalam bidang disiplin yang sama. Kadang-kadang untuk sesuatu pokok bahasan tertentu perlu diundang nara sumber dari luar, nara sumber itu dapat pula memberikan penilaian apakah materi pembelajaran yang dipilih dan disajikan dalam kelas, merupakan materi yang tepat, dan apakah guru yang bersangkutan mempunyai kemampuan yang cukup dalam materi tersebut. Mahasiswa sulit untuk mengetahui kedalaman pengetahuan guru, meskipun siswa dapat “menguji” dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menyulitkan guru. Mahasiswa juga dapat mengetahui apabila ada pandangan yang berbeda antar guru dengan yang lainnya.



Antusiasmu guru dalam memberikan pembelajaran, dapat diketahui dengan baik oleh para siswa, meskipun seringkali ukuran mengenai hal ini sifatnya kabur dan berubah-ubah sesuai dengan suasana hati para siswa sendiri.

Sifat positif terhadap siswa
Sifat positif terhadap para siswa dicerminkan dalam berbagai cara, misalnya: apakah seorang guru memberi bantuan kalau siswa mendapat kesukaran dengan bahan pembelajaran; apakah guru mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan atau memberi pendapat; apakah guru dapat dihubungi oleh siswa di luar kelas, dan apakah guru menyadari dan peduli dengan apa yang dipelajari oleh siswa. Sikap positif ini dapat ditunjukkan baik ada kelas kecil maupun kelas besar, tentu saja dengan cara yang berbeda.
Dalam kelas yang kecil, sikap ini dapat ditunjukkan dengan memberikan perhatian pada orang perorangan, sedangkan dalam kelas besar dapat diberikan kepada kelompok yang menghadapi masalah yang sama. Beberapa guru berpendapat bahwa bersikap positif terhadap siswa sama artinya dengan memanjatkan mereka. Guru seperti ini berpendapat bahwa siswa harus berusaha sendiri untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, karena hal ini sesuai dengan prinsip belajar sendiri. Bantuan kepada para siswa memang sebaiknya diberikan setelah usaha mereka sendiri kurang berhasil. Bantuan itu tidak berarti memecahkan masalah yang dihadapi siswa, melainkan memberikan saran jalan keluar, memberikan dorongan, membangkitkan motivasi dan lain sebagainya. Meskipun siswa mempunyai kesempatan paling besar untuk menilai sikap dan tindakan guru, tetapi perlu diperhatikan, bahwa mahasiswa dapat mengharap terlalu banyak dari guru. Kalau harapannya itu tidak teropenuhi, dia dapat menilai gurunya tidak bersikap positif.

Adil didalam Ujian dan Penilaian
Sejak dari permulaan pembelajaran, siswa harus diberi tahu, berbagai macam penilaian pembelajaran yang akan dilakukan, seperti misalnya tes formatif, makalah proyek, ujian dan pertanyaan-pertanyaan lain yang semuanya akan dihitung untuk menentukan nilai akhir. Kesesuaian soal ujian dengan bahan pembelajaran yang diberikan merupakan salah satu tolak ukur keadilan dalam ujian. Sikap yang konsisten merupakan tercapainya tujuan pembelajaran, usaha mahasiswa yang dilakukan untuk mencapai tujuan itu serta kejujuran siswa. Mencerminkan pula adanya keadilan. Pemberian umpan balim terdapat pekerjaan siswa, juga merupakan bukti keadilan dalam penilaian. Keadilan penilaian ini tidak berarti memberi siswa nilai A kalau mereka tidak seharusnya mendapatkan nilai itu. Sesuai tidaknya ujian dan penilaian dengan tujuan dan materi pembelajaran dapat diketahui oleh teman sejawat atau pimpinan langsung. Demikian pulal penilaian yang diberikan terhadap prestasi siswa, ada kalanya nilai yang diberikan oleh seorang guru dipengaruhi pula rasa senang, tidak senang dengan mahasiswa tertentu. Siswa dapat pula diminta pendapatnya tentang tingkat keadilan guru. Tetapi kita juga harus berhati-hati karena siswa juga tidak selalu dapat bersikap obyektif.

Keluwesan dalam pendekatan pengajaran
Pendekatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan bervariasi, seringkali merupakan petunjuk adanya gairah dalam mengajar. Berbagai pendekatan mungkin dapat bermanfaat dalam mencapai berbagai tujuan, atau dalam menanggapi latar belakang dan kemampuan siswa. Umpamanya, simulasi dan teknik permainan dapat bermanfaat di dalam mengajar analisa, sintesa dan kemampuan pemikiran kritis. Media dapat dipakai untuk menambah daya cerna pembelajaran, jadi memberikan ketentuan kepada para siswa. Dengan memberikan kesempatan waktu yang berbeda kepada para siswa yang kemampuannya berbeda, sudah berarti adanya pendekatan yang luwes. Kegiatan pengajaran seharusnya ditentukan berdasarkan karakteristik siswa, karakteristik mata pelajaran, dan hambatan.
Karakteristik yang berbeda, dan kendala yang berbeda menghendaki pendekatan yang berbeda pula. Usaha pertama untuk pendekatan yang luwes, mungkin belum dapat menunjukkan hasil yang baik. Kesediaan untuk melakukan eksperimen atau memberikan umpan balik, akan merupakan usaha yang baik untuk menghasilkan pendekatan pembelajaran yang baik. Keluwesan dalam pendekatan mengajar mungkin hanya dapat diketahui oleh guru yang bersangkutan dan siswa yang mengikuti pembelajarannya. Ada kalanya pendekatan yang digunakan guru ditentukan secara situasional, yaitu disesuaikan dengan suasana dan peristiwa yang ada pada waktu pembelajaran diberikan. Dalam keadaan seperti ini sebaiknya guru mencatat seasana dan pendekatan yang digunakan, karakteristik dari perubahan serta hasil yang diperolehnya.

Hasil belajar siswa yang sesuai
Seberapa banyak dan apa yang dipelajari oleh siswa di dalam suatu pembelajaran adalah hasil dari berbagai faktor, yang tidak kesemuanya berhubungan dengan guru. Kemampuan dan motivasi siswa. Umpamanya, sangat berhubungan dengan apa yang dicapai siswa. Beberapa siswa dapat belajar sendiri, tanpa harus mendapat pelajaran terlebih dahulu. Oleh sebab itu memisahkan hasil dari pembelajaran dan proses belajar merupakan sesuatu yang sangat sukar.
Meskipun ada kesukaran, adalah penting untuk mempertimbangkan usaha belajar siswa pada waktu menilai efektivitas pembelajaran. Hasil belajar dapat dibedakan dalam tiga ranah/kawasan, yaitu kognitif, efektif dan psikomotor. Proses untuk menentukan jenis dan jenjang tujuan, merupakan tugas yang tidak mudah. Pedoman yang perlu dipegang adalah bahwa hasil belajar siswa itu harus sesuai dengan tujuan pembelajaran.

2. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah pendekatan menyeluruh pembelajaran dalam suatu sistem pembelajaran, yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan umum pembelajaran, yang dijabarkan dari pandangan falsafah dan/atau teori belajar tertentu. Misalnya strategi untuk meningkatkan minat dan kemampuan membaca dan menulis. Strategi ini harus diintegrasikan kedalam setiap mata pelajaran/kuliah, meskipun mungkin ada bimbingan khusus untuk itu.
Teknik pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang dipilih dan dilaksanakan oleh guru dengan jalan mengkombinasikan lima komponen sistem pembelajaran, yaitu yang terdiri atas : orang, pesan, bahan, alat, dan lingkungan, agar tercapai tujuan belajar.
Strategi pembelajaran sebagai suatu pendekatan menyeluruh oleh Romiszowski (1981) dibedakan menjadi dua strategi dasar, yaitu ekspositori (penjelasan) dan diskoveri (penemuan). Kedua strategi itu dapat dipandang sebagai dua ujung yang berlawanan dalam suatu kontinum strategi. Diantara kedua ujung itu terdapat sejumlah strategi lain.
Strategi ekspositori didasarkan pada teori pemrosesan. Pada garis besarnya teori pemrosesan informasi (information processing learning) menjelaskan proses belajar sebagai berikut :
1. Pemelajar menerima informasi mengenai prinsip atau adil yang dijelaskan dengan memberikan contoh.
2. Terjadi pemahaman pada diri pebelajar atas prinsip atau dalil yang diberikan.
3. Pemelajar menarik kesimpulan berdasarkan kepentingannya yang khusus.
4. Terbentuknya tindakan pada diri pebelajar, yang merupakan, yang merupakan hasil pengolahan prinsip / dalil dalam situasi sebenarnya.
Penerapan strategi ekspositori ini berlangsung sebagai berikut :
1. Informasi disajikan kepada pemelajar.
2. Diberikan tes penguasaan, serta penyajian ulang bilamana dipandang perlu.
3. Diberikan kesempatan penerapan dalam bentuk contoh dan soal, dengan jumlah dan tingkat kesulitan yang bertambah.
4. Diberikan kesempatan penerapan informasi baru dalam situasi dan masalah yang sebenarnya.
Strategi diskoveri didasarkan pada teori pemrosesan pengalaman, atau disebut pula teori belajar berdasarkan pengalaman (experiential learning). Pada garis besarnya proses belajar menurut teori ini berlangsung sebagai berikut :
1) Pemelajar bertindak dalam suatu peristiwa khusus itu
2) Timbul pemahaman pada diri pemelajar atas peristiwa khusus itu.
3) Pemelajar menggeneralisasikan peristiwa khusus itu menjadi suatu prinsip umum.
4) Terbentuknya tindakan pemelajar yang sesuai dengan prinsip itu dalam situasi atau peristiwa baru.
Penerapan strategi diskoveri ini berlangsung dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Diberikan kesempatan kepada pemelajar untuk berbuat dan mengamati akibat suatu tindakan.
2) Diberikan tes pemahaman tentang adanya hubungan sebab-akibat, serta diberikan kesempatan ulang untuk berbuat bilamana dipandang perlu.
3) Diusahakan terbentuknya prinsip umum dengan latihan pendalaman dan pengamatan tindakan lebih baik.
4) Diberikan kesempatan untuk penerapan informasi yang baru dipelajari dalam situasi yang sebenarnya.
Strategi ekspositori erat sekali kaitannya dengan pendekatan deduktif, dan strategi diskoveri dengan pendekatan induktif. Namun meskipun secara konseptual strategi instruksional itu dapat dibedakan, dalam praktek sering digabungkan. Para pendidik cenderung lebih banyak menggunakan strategi ekspositori karena ditinjau dari pertimbangan waktu lebih hemat, dan lebih mudah dikelola.
Pemilihan strategi pembelajaran didasarkan pada pertimbangan berikut:
1. Tujuan belajar : jenis dan jenjangnya
2. Isi ajaran: sifat, kedalaman, dan banyaknya
3. Pemelajar : latar belakang, motivasi, serta kondisi fisik dan mental
4. Tenaga kependidikan : jumlah, kualifikasi, dan kompetensi.
5. Waktu : lama dan jadwalnya
6. Sarana yang dapat dimanfaatkan
7. Buaya
Pemilihan strategi dengan segala pertimbanngannya tidak seyogyanya dibebamkan pada guru sendiri-sendiri, melainkan secara bersama, atau bahkan oleh suatu tim khusus. Pemilihan itu merupakan keputusan kebijakan yang bersifat nasional ataupun institusional.
Setiap rumusan strategi pembelajaran mengandung sejumlah unsur atau komponen. Kombinasi diantara unsur-unsur itu boleh dikatakan tidak terbatas. Unsur-unsur yang lazim terdapat dalam rumusan strategi pembelajaran adalah :
1) Tujuan umum pembelajaran yang ingin dicapai : misalnya meningkatnya minat membaca, meningkatnya motivasi untuk belajar matematika.
2) Teknik : berbagai macam cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan umum. Pada umumnya merupakan penggabungan dari beberapa teknik sekaligus, misalnya ceramah, mendongeng, simulasi dan permainan.
3) Pengorganisasian kegiatan belajar-mengajar meliputi pengorganisasian siswa, guru dan tenaga kependidikan lain.
Siswa dapat diorganisasikan secara kualitatif, yaitu :
• Pengelompokan berdasarkan minat/ pilihan.
• Pengelompokan homogen
• Pengelompokan berdasarkan kemampuan
• Pengelompokan acak/heterogen
Dan pengorganisasian berdasarkan pertimbangan kuantitatif, yaitu:
• Pengelolaan pengajaran massa
• Pengelolaan kelompok besar (50 orang ke atas)
• Pengelolaan kelompok sedang
• Pengelolaan perorangan
Pengorganisasian guru dapat dilakukan secara beregu, bersendiri, atau bersilihan (bergantian). Sedang pengorganisasian tenaga kependidikan adalah bilamana ada tenaga-tenaga khusus seperti konselor, pengembang pembelajaran, pustakawan, teknisi sumber belajar yang dilibatkan dalam suatu kerjasama tim.
4) Peristiwa pembelajaran : yaitu penahapan dalam melaksanakan proses pembelajaran termasuk usaha yang perlu dilakukan dalam tiap tahap, agar proses itu berhasil.
Secara garis besar meliputi langkah-langkah berikut :
a. Persiapan
- Memikat perhatian
- Membangkitkan minat
- Memberitahukan tujuan
b. Penyajian
- Merangsang ingatan atas pelajaran sebelumnya
- Menyajikan rangsangan baru
- Membimbing pemahaman
- Melatih penguasaan
- Memberikan umpan balik
c. Pemantapan
- Menilai penguasaan
- Memberikan penguasan
Dalam pelaksanaannya peristiwa ini tidak berjalan secara linear, tetapi ulang-aling dan/atau diacak.
5) Urutan belajar: yaitu penahanan isi ajaran yang diberikan agar lebih mudah dipahami. Kemungkinan urutan adalah sebagai berikut :
a. Dari yang muda ke yang sukar
b. Dari yang sudah diketahui ke hal yang baru
c. Dari yang kongkrit ke yang abstrak
d. Dari yang sederhana ke yang rumit
e. Dari keseluruhan ke rincian
f. Dari permulaan sampai akhir
g. Dari yang lampau ke yang akan datang (kronologis)
h. Dari dalil ke contoh atau sebaliknya
i. Dari penginderaan ke pemikiran
6) Penilaian : yaitu dasar dan alat (instrumen) yang digunakan untuk mengukur usaha dan/atau hasil belajar. Untuk mengukur hasil belajar, ada dua macam patokan yang dapat dipakai, yaitu acuan norma kelompok dan acuan tujuan. Dalam acuan norma kelompok, penilaian didasarkan pada perbandingan prestasi masing-masing pemelajar dengan anggota kelompok yang lain. Sedangkan pada acuan tujuan, atau sering pula disebut belajar penguasaan, ditentukan terlebih dahulu peringkat pencapaian tujan (acuan yang sering disepakati secara umum adalah 80% dari pemelajar dapat mencapai 80% tujuan)
7) Pengelolaan kegiatan belajar/kelas : yaitu meliputi bagaimana pola pembelajaran diselenggarakan. Secara konseptual dapat dibedakan beberapa bentuk pengelolaan dalam pola berikut :
a) Pola klasikal guru / guru-siswa / siswa saja
b) Pola klasikal media : guru/guru – siswa/siswa dengan media pembelajaran tertentu.
c) Pola interaksi perorangan
d) Pola mandiri
e) Pola saling ajar
f) Pola media interaktif (CAI, CBL, dll)
8) Tempat atau latar adalah lingkungan dimana proses belajar-mengajar berlangsung. Hal ini meliputi keadaan dan kondisinya, pengaturan tempat duduk, bentuk kursi, macam perlengkapan yang tersedia serta kaya atau miskinnya rangsangan yang tersedia.
9) Waktu : jumlah dan saat/jadwal berlangsungnya proses belajar-mengajar. Kalau jumlah waktunya ketat dan terbatas, seringkali guru cenderung untuk menghabiskan materi perkuliahan, dengan menghiraukan pemahaman atas materi itu. Sebaliknya kalau pemahaman yang diutamakan, maka waktunya perlu luwes. Jadwal pada pagi hari pada umumnya masih didukung oleh kesegaran fisik dan mental, sedang pada siang atau sore hari kondisi mental dan fisik sudah menurun.
Jelaslah bahwa menentukan suatu strategi secara menyeluruh bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah. Dalam suatu lembaga pendidikan dan pelatihan, biasanya strategi ini ditentukan oleh pimpinan bidang akademik, bekerjasama dengan para guru/instruktur yang berpengalaman. Meskipun demikian, ada unsur-unsur strategi yang perlu diperhatikan oleh masing-masing guru/instruktur dalam membina pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.

G. Metodologi
1. Tujuan Operasional Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan kemudian menganalisa perkara yang dilakukan sekolah, khususnya program pembelajaran yang dilaksanakan didalam kelas, dalam rangka perbaikan mutu proses pendidikan. Secara operasional tujuan penelitian adalah untuk :
a. Mengidentifikasi beberapa sekolah yang telah memprakarsai strategi pembelajaran untuk peningkatan mutu proses pendidikan.
b. Mengetahui berbagai strategi yang dilaksanakan di sejumlah sekolah dalam usaha meningkatkan efektifitas belajar dan pembelajaran.
c. Mengetahui dasar dan tujuan dilakukan strategi pembelajaran ang bersangkutan.
d. Menganalisis kondisi dan situasi yang memungkinkan terlaksananya usaha peningkatan aktivitas belajar.
e. Menganalisis usaha penunjang yang dilakukan agar peningkatan mutu tersebut dapat terealisasikan.
f. Mengetahui pendapat orang tua siswa dan guru terhadap usaha peningkatan aktivitas belajar siswa.
g. Memahami kebijakan pemerintah daerah dan pendapat masyarakat yang mendukung prakarsa sekolah.





2. Pertimbangan Penggunaan Metode Penelitian
Obyek penelitian ini adalah sejumlah sekolah (SD, SLTP, SLTA, SMK, STM) yang telah menyelenggarakan pembaharuan proses belajar-pembelajaran. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode studi kasus jamak (multiple case studies). Dalam setiap kasus dideskripsikan gejala nyata yang ada di lapangan dan bersifat kualitatif, tanpa adanya intervensi dari peneliti, maka penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-analitis.
Bentuk penelitian kualitatif menurut pendapat Moleon lebih banyak dipakai untuk memahami masalah secara mendalam dan tuntas, tanpa usaha untuk mengeneralisasi hasilnya. Menurut Strauss dan Corbin penelitian kualitatif adalah penelitian mengenai kehidupan seseorang, perilaku, berfungsinya satu organisasi, gerakan sosial atau hubungan interaksi. Penelitian ini kadang-kadang memerlukan data kuantitatif, tetapi analisisnya dilakukan secara kuantitatif. Penelitian ini berusaha memahami makna suatu tindakan dan peristiwa yang terjadi dalam latar apa adanya secara utuh. Ciri khas penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Biklen adalah sebagai berikut :
a. Memerlakukan latar alamiah sebagai sumber data, dan peneliti sebagai instrumen utama.
b. Sifatnya deskriptif, yaitu bahwa data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar, dan bukannya angka.
c. Lebih mementingkan proses dari pada hasil.
d. Cenderung menganalisis data secara induktif.
e. Pemberian makna atas data merupakan perhatian utama
Pendekatan studi kasus dalam penelitian ini karena menggunakan data empiris, dimana obyek yang diselidiki adalah suatu gejala yang terjadi di saat ini dalam konteks kehidupan nyata yang batas-batas antara gejala dan konteks sama sekali tidak jelas (peneliti tidak memanipulasi atau mengendalikan) dan bila banyak sumber bukti yang dipergunakan (Yin:1996)
Penggunaan pendekatan studi kasus dalam penelitian ini karena hal-hal sebagai berikut :
a. Usaha yang dilakukan oleh suatu sekolah melaksanakan program pembelajaran dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan adalah gejala yang terjadi pada saat ini, dan batas-batas antara gejala dan konteks didalam situasi tersebut belum begitu jelas. Maksuhnya adalah peneliti tidak memanipulasi atau mengendalikan gejala yang terjadi.
b. Penelitian ini mengungkap berbagai pertanyaan yang berhubungan dengan “apa, mengapa dan bagaimana program pembelajaran diselenggarakan untuk meningkatkan mutu pendidikan”
c. Terdapat beberapa persepsi tentang usaha meningkatkan mutu pendidikan ditinjau dari berbagai sudut pandang.
Pendekatan studi kasus mencari semua informasi yang berkaitan dengan usaha peningkatan mutu pendidikan dari sumber yang berbeda, yang paling sesuai dengan tujuan penelitian ini.
Penelitian ini akan dilakukan di 30 sekolah yang terdiri dari SD, SLTP, SLTA, SMK, STM yang ada di propinsi dan dipilih secara puposif. Pemilihan sekolah ini didasarkan pada asumsi bahwa sekolah-sekolah tersebut (baik negeri maupun swasta) telah berprakarsa untuk mengembangkan proses pembelajaran yang meningkatkan efektifitas belajar.
Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan kuesioner, observasi dalam kelas, analisis dokumen dan wawancara. Jumlah kelas yang akan diobservasi tidak dapat ditentukan terlebih dahulu, karena tergantung pada taraf kejenuhan data. Untuk menguatkan hasil observasi tersebut, peneliti mewawancarahi guru kelas yang diamati dan pimpinan sekolah.
3. Kegiatan penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan melalui tiga tahapan utama, yaitu :
Tahap I : Persiapan
Dalam tahapan ini dilakukan penyempurnaan rancangan penelitian, dikumpulkan sementara tentang sekolah yang telah melakukan pembaharuan proses belajar-pembelajaran melalui surat menyurat dengan Dinas Pendidikan pada Kabupaten/Kodya yang dipilih, pemilihan yang dijadikan kasus, pemberitahuan kepada pihak yang terkait dengan sekolah yang dijadikan kasus, penyusunan dan verifikasi instrumen penelitian (format kuesioner, pedoman observasi dan wawancara, dan panduan analisis dokumen), dan pemantapan petugas pengumpul data di lapangan.
Tahap II : Memasuki Lapangan
Kegiatan pertama di lapangan adalah tanya jawab dengan kepala sekolah atau wakil. Dalam kesempatan tanya jawab tersebut diminta kesepakatan untuk mempelajari dokumen yang tersedia, mengenai hal-hal yang berkaitan dengan data penelitian. Setelah itu dilakukan observasi kegiatan pembelajaran di kelas. Observasi di kelas diusahakan selengkap mungkin, namun karena banyaknya kelas dan mata pelajaran, sementara kemampuan dan waktu peneliti terbatas, maka observasi akan dibatasi pada kelas tertentu. Kegiatan observasi diikuti, atau kalau keadaan memungkinkan dilakukan bersamaan, dengan wawancara. Informasi dan data yang terkumpul dari dokumen, wawancara dan observasi disusun dan saling membandingkan.
Tahap III : Akhir Lapangan
Meskipun pada saat pengumpulan data pada tahap memasuki lapangan sudah mulai dilakukan analisis, namun kegiatan analisis yang sesungguhnya dilakukan setelah berakhirnya kegiatan lapangan. Dalam menganalisis data peneliti menggunakan logika perlunya penyesuaian data lapangan dengan beberapa bahasan yang telah dituangkan dalam pembahasan teoritik. Peneliti berusaha untuk mengambil kesimpulan penelitian berdasarkan perspektif partisipan dan tidak akan mengembangkan gagasan baru.
Penelitian akan dilaksanakan selama enam – tujuh bulan, dengan panahapan yang digambarkan pada lampiran berikut :

DAFTAR PUSTAKA


Beeby, C. E. (1979), Assessment Of Indonesia Education, A. Guide in Planning, Oxford: Oxford University Press.
Bogdan, Robert C. Sari K. Biklen. (1982), Qualitative Research For Education : An-Introduction to Theory and Methods, Boston: Allyn and Bacon Inc.
Creswell, John. W. (1998), Qualitative Indury and Research Design. Choosing among the five traditions. London Sage Publication inc.
Davies, Ivor K. (1986), Pengelolaan Belajar, (Alih Bahasa : Sudarsono Sudirdjo, Lily Rompas, Koyo Kartasurya (ed), Jakarta: CV. Rajawali
Departemen Pendidikan Nasional. Rancangan Strategi Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005-2999. Menuju Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang 2025.
Foster, P. (1987), “The Contribution of Education to Development” dalam Psacharopulous, G. (ed). Economics in Education: Research and Studies,Oxford: Pergamon Press.
Gagne, Robert M. (1977), The Condition of Learning, Third ed. New York: Holt Rinchart and Winston.
Miarso, Yusufhadi. (1989), Profesionalisasi Tenaga Kependidikan dan Pendayagunaan Teknologi Pendidikan untuk Peningkatan Mutu Pendidikan. Makalah disampaikan dalam Seminar Kependidikan IKIP Ujung Pandang.
Moleong, Lexy. (1989). Pembaharuan Pendidikan Dasar, Bandung: Remaja Karya.
Pakasi, Soepartinah. (1980). Pembaharuan Pendidikan Dasar, “Action Researc” selama 5 tahun pada sekolah Dasar Laboratorium IKIP Malang, Jakarta: Bharata Karya Aksara.
_______, (1985), Anak dan perkembangannya, Jakarta: Gramedia
Strauss, Anselm, Juliet Corbin. (1990), Basics of Qualitative Research, Newburry Park California: Sage Publications.
Yin R. K. (1986), Case Study Research : Design and Methods, Londong: Sage Publications.
Mendiknas, 2006, Renstra

Lampiran
Jadwal Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Bulan ke
1 2 3 4 5 6 7
1 Persiapan √ √
a. Penyempurnaan rancanagan √
b. Penyusunan instrumen survai awal √
c. Penyebaran format survai √
d. Analisis hasil survai √
e. Pemilihan sekolah √
f. Penyusunan dan Verivikasi instrumen √
g. Rekrutmen petugas lapangan √
2 Memasuki Lapangan √ √ √
a. Wawancara √ √ √
b. Analisis dokumen √ √ √
c. Observasi √ √ √
d. Cross-check data √ √
3 Akhir Lapangan √ √ √
a. Analisis Lapangan √
b. Kesimpulan dan laporan sementara √ √
c. Seminar hasil √ √
d. Finalisasi laporan √ √


Kebijakan Peningkatan Mutu


















Kebijakan Akses Pendidikan

BADAN MUSYAWARAH PERGURUAN SWASTA (PUSAT JAKARTA)
(BMPS)
NET ASESSEMENT PENDIDIKAN
PENDIDIKAN FORMAL
PENDIDIKAN NON FORMAL
INFORMAL

I II III IV V
1 Net Asassement penentuan pola Penentuan Model kebutuhan Daerah / Kabupaten Implemantasi Masalah Montain (pemeliharaan) jaga mutu Pengukuran dan evaluasi model indek
2 Penentuan pola pengembangan Regional, nasional atau luar negeri
3 Penentuan Pola pendidikan model

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH

 
Support : Creating Website | Fais | Tbi.Jmb
Copyright © 2011. Moh. Faishol Amir Tbi - All Rights Reserved
by Creating Website Published by Faishol AM
Proudly powered by Blogger