A. Latar Belakang Masalah
Kita sebagai umat Islam yang beragama sangatlah
penting untuk memperhatikan tingkah laku (budi pekerti). Terutama bagi agama
Islam, tingkah laku atau budi pekerti itu merupakan inti ajaran-ajaran agama
Islam mulai dari nenek moyang kita sampai sekarang. Dalam sabda Nabi Muhammad SAW,
yang berbunyi:
إنما بعثت لأتمم مكارم
الأخلاق (الحديث)
Artinya : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak yang mulya”.[1]
Kita mengetahui bahwa masyarakat kita mengharapkan
kepada remaja itu untuk menjadi pengganti generasi yang lebih tua. Maka
pendidikan agama sangat berpengaruh terhadap tingkah laku remaja. Dan remaja
perlu diberikan pendidikan baik forma maupun non formal. Sebab dalam istilah
pendidikan mempunyai sasaran untuk menuju keberhasilan pelajar-pelajar yang
bertingkah laku mulya baik kepada keluarga, guru maupun masyarakat. Akan tetapi
pendidikan agama itu jangan bersifat transmisi dimana remaja itu hanya mendengarkan
saja tetapi harus menciptakan suatu lingkungan dimana remaja itu dapat
mempraktekkan teori yang sudah diajarkan sebelumnya.[2]
Maka kita wajib bersyukur pada Allah karena taufiq dan
hidayahnya sehingga para pembentuk atau perancang Undang-Undang Dasar Negara di
Indonesia ini telah meletakkan landasan bagi pengembangan kehidupan agama yang
mulya sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 45 Pasal 29 ayat 1
dan 2 yang berbunyi :
1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya dan kepercayaan masing-masing.[3]
B. Rumusan Masalah
Pembahasan ini hanya terbatas pada masalah remaja,
sebagai penerus cita-cita para orang tua dalam mengemban amanah untuk memajukan
Agama Islam di zaman mendatang. Agar tidak bertele-tele sehingga mudah
dimengerti dan dipahami maka kiranya perlu penulis menyampaikan rumusan masalah
tersebut. Yang menjadi masalah ialah meliputi:
1. Kenapa remaja dan kenakalannya selalu menjadi sorotan
di masyarakat ?
2. Sebab-sebab apakah remaja sekarang lebih condong
terhadap keberutalan?
3. Sejauh manakah kebejatan moral remaja pada zaman
modern ini ?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai persyaratan bisa mengikuti Ujian Akhir
Semester
2. Supaya kita mengetahui cara atau usaha untuk mencegah
terjadinya kenakalan remaja
3. Sebagai perbendaharaan bacaan perpustakaan di kampus
4. Untuk memberikan penjelasan tentang arti pentingnya
pendidikan agama bagi kehidupan remaja baik di rumah, sekolah maupun di
masyarakat.
BAB
II
FAKTA
DAN MASALAH
A. Keadaan Kenakalan dan Tingkah Laku Remaja di
Masyarakat
Remaja selalu menjadi tunas harapan bangsa dan negara tapi
mengapa sekarang ini sangat menarik perhatian kita semua sebagai orang tua. Dan
pendidik itu sebagai anggota di masyarakat, kita sering mendengar atau membaca
di surat kabar tentang perkelahian antar pelajar, antar sekolah dan sebagainya
dan kita hadapkan pada masalah remaja yang tergabung dalam masalah morfin yang
berakibatkan fatal bagi masa depan dirinya sendiri. Masalah yang paling tajam
bagi remaja adalah remaja yang meninggalkan bangku sekolah dan keluar masuk
klub-klub orang nakal serta mengganggu keamanan masyarakat di sekitar
lingkungan kita.[4]
Tindakan kekerasan dan agresi di kalangan anak dan
remaja. Di Bandung menyebutkan bahwa pada tahun 1987 di Jakarta terjadi 160
kasus perkelahian anyar pelajar lalu menyusul di Jawa Timur yang paling gempar
yaitu 167 kasus perkelahian, 76 kasus di Sumatera dan sebagainya.[5]
Jadi kenakalan remaja di negara kita menjadi rata-rata 23 – 25 proses pertahun.
Sedangkan penyalahgunaan narkotika berkembang lebih cepat (Kompas 3 Mei 1978).
Jadi kenakalan remaja tidak saja meningkat jenis perbuatannya.[6]
Tingkah laku remaja di masyarakat tidak hanya merusak
dan nakal yang tersebut di atas, banyak pula kegiatan-kegiatan remaja di
masyarakat yang baik seperti, kegiatan atau organisasi masyarakat, karang
taruna, bahkan di jaman sekarang ini banyak masjid-masjid yang dibuat
acara-cara pertemuan ataupun dibuat beribadah, dan mereka melakukan
keaktifitasan sosial, budaya yang beraneka ragam contohnya mengadakan majlis
ta’lim, majlis diba’ dan sebagainya. Jadi banyak pula remaja-remaja yang
berperan penting di masyarakat sebagai idaman remaja yang Moslem di masyarakat.
B. Faktor-Faktor yang Mendorong Terjadinya Kenakalan
Remaja
1. Faktor Orang Tua
a. Orang Tua terhadap anak
Orang tua mempunyai peranan penting dalam urusan
keluarga terutama pada anak-anaknya, sehingga sikap dan tingkah laku anak
selalu meniru dari orang tua, sehingga satu sama lain saling menyesuaikan dalam
hal bertingkah laku dan berhubungan kepada anak-anak. Jelas orang tua merupakan
tempat pelindung dan bimbingan serta kasih sayang terhadap anak-anaknya.
Orang tua yang ada yang bersikap memanjatkan dan ada
pula yang bersikap terlalu keras yaitu terlalu membatasi kemana anak itu
bergerak atau bertingkah laku, terutama jika terjadi suatu tindakan yang tidak
sesuai dengan kehendak orang tua yang dipengaruhinya oleh adanya faktor-faktor
yang mendasari terbentuknya keluarga tersebut, terutama faktor pendidikan yang
telah diperoleh kedua orang tua.[7]
b. Tanggung jawab orang tua terhadap anak
Yang dimaksud tanggung jawab orang tua adalah orang
tua sadar dan mengetahui kedudukannya sebagai pelindung dalam hal kewajiban dan
membina keluarga mulai sejak dari anak dilahirkan, baik mental atau keamanan
serta kesehatan jasmani anak baik dan buruknya anak dalam keluarga adalah
merupakan tanggung jawab dan hakekatnya anak itu dilahirkan dalam keadaan suci
maka anak itu harus diberikan pendidikan dan hal-hal yang baik harus dibiasakan
sejak kecil dan kebiasaan yang terpuji menurut ajaran Islam. Sesuai dengan
seruan Allah yang berbunyi:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (QS.
At-Tahrim: 6)
2. Faktor di Sekolah
a. Hubungan Guru dan Murid
Hubungan guru dengan murid memadukan dua populasi yang
tidak sederajat kebudayaannya guru diilhami dengan peradaban, sedangkan murid
merupakan orang yang diberi peradaban. Jadi guru secara eksplisit mengadakan
komunikasi dengan murid sehingga ia mengetahui apa yang terjadi dan bisa
mencegah pelajaran, ikut banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang mengganggu
tidak terlalu asyik dengannya, membina arus perubahan kegiatan, mengelola
resitasi dengan cara yang bisa membuat murid sibuk (misalnya, menciptakan
ketidak pastian tata aturan yang mewajibkan murid).
KOUNIN yang menganalisa pencegahan (desist) atau strategi
guru dalam mencegah perbuatan yang tidak pantas dan pengaruh kedisiplinan
terhadap kelompok, misalnya dengan pencegahan yang dilakukan dengan marah itu
akan lebih banyak pengaruhnya terhadap murid. Dia juga menyimpulkan bahwa
reaksi murid sekolah menengah atas terhadap pencegahan dengan di lingkungan
oleh guru, ada kaitannya dengan motivasi pelajar murid dan sikapnya terhadap
guru. Jadi di dalam kelas itu sendiri guru bisa berhubungan dengan murid secara
perorangan dibandingkan dengan pendekatan formal dan struktur peranan dan juga
bertindak sebagai pendukung antara murid dan aspek-aspek yang lebih ketat dalam
sistem pendidikan yang formal.
b. Hubungan Murid dengan Murid
Sebagaimana dinyatakan oleh seorang pengamat, kelompok
teman sebanyak murid dianggap sebagai akarnya kelas (cohen) pada tahun 1972
pada umumnya kelompok tersebut dipandang dengan rasa curiga dan kuatir oleh
guru yang berusaha menguasai kelas. Para ahli sosiologi berpendapat bahwa kelas
memiliki sejumlah sistem status teman sebaya bahwa sebagai murid mempengaruhi
sikap dan tingkah laku murid lain di sekolah (menurut terminology sosiologi,
murid bertindak sebagai refence group bagi murid lainnya. Aspek hubungan murid
dengan murid yang paling banyak mendapat perhatian ialah perasaan murid terhadap
satu sama lain sebagaimana yang diukur dengan tehnik yang disebut analisis
sosiometri).
Bila dialihkan pengertiannya maka hal ini menyatakan
bahwa murid mencapai hasil belajarnya jika murid melihat adanya kepentingan
hasil yang dicapai dengan baik, maka murid tersebut mendapatkan penghargaan
dari teman sebayanya, apabila niscaya berguna untuk masuk perguruan tinggi.[8]
3. Faktor Lingkungan Masyarakat
a. Kondisi Lingkungan
Lingkungan sekitar tempat tinggal anak sangat
mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Di situlah anak memperoleh
pengalaman bergaul dengan teman-teman di luar rumah dan sekolah. Kelakuan anak
harus disesuaikan dengan norma-norma yang ada di lingkungan itu. Lingkungan
sekitar rumah memberikan pengaruh sosial pertama pada anak, di luar keluarga di
situlah ia dapat pengalaman untuk mengenal lingkungan sosial baru yang
berlainan dengan yang dikenal di rumah.
Dalam kondisi itu anak dapat mempelajari hal-hal yang
baik akan tetapi mereka dapat juga mempelajari kelakuan yang baik, tergantung
pada sifat kelompoknya anak-anak dapat dengan mudahnya mempelajari kata-kata
kotor dan kenakalan dari teman-temannya. Daerah anak-anak nakal akan
menghasilkan anak-anak nakal pula. Jadi dimana anak bergaul dan bermain
tercermin pada kelakuan anak tersebut orang tua dan para pendidik untuk
mengusahakan lingkungan yang sehat di luar rumah, untuk itu perlu adanya
kerjasama dan bantuan dari seluruh masyarakat.[9]
b. Pendidikan Masyarakat Setempat
Berdasarkan kacamata sosiologi dinyatakan oleh
penganut-penganutnya DURKHEIM, seorang dididik dalam konfeks pendidikan tidak
layak di menara khayal yang terasing dengan masyarakat. Atas dasar itu, relevan
atau tidak, praktis atau tidak, berguna atau tidak sajian pendidikan yang
diberikan, patokan pengukurnya ialah kebutuhan, hajat, atau tuntutan obyektif
masyarakat itu sendiri. Pendidikan mesti difikirkan dan dirancang sejalan
dengan kebutuhan dan tuntutan obyektif (politik, sosial, ekonomi) yang
berkembang di masyarakat.
Sekarang pendidikan bertugas mengantarkan anak didik
ke dunia masyarakat dan ke dunia pengetahuan supaya mereka terbekali untuk
hidup selaku warga masyarakat atau warga negara baik dalam dunia rumah tangga,
dunia kerja, dunia kenegaraan, dan sebagainya. Yang jelas pada masyarakat kini
semakin relevan suatu pendidikan yang dirancang untuk hidup, (pendidikan untuk
hidup seutuhnya dan untuk hidup seutuhnya dan belajar sepanjang hidup).
(Learning to be, and learning how to) (carn).[10]
BAB
III
ANALISA
DAN PEMECAHAN MASALAH
A. Hakekat Pendidikan Agama
Pendidikan berarti usaha-usaha sistematis dan
pragmatis dalam membentuk anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan
ajaran Islam.[11]
Jadi yang dimaksud dengan pendidikan agama bukanlah pendidikan (khusus) agama
melainkan pendidikan yang berdasarkan agama atau menurut pandangan agama. Dan
mutlak harus diberikan kepada pelajar baik lewat formal maupun non formal.
Apalagi sejak pengumuman Menteri pendidikan dan
kebudayaan (Prof. Dr. Bander Johan) dan Menteri Agama (KH. A. Wahid Hasyim).
Pada satu Pebruari 1951 telah menetapkan peraturan pendidikan agama di
sekolah-sekolah, sebagai berikut:
-
Di sekolah – sekolah rakyat
pendidikan agama diajarkan dua jam dalam satu minggu, di sekolah lanjutan atas,
baik sekolah umum maupun sekolah fak, diajarkan tidak boleh melebihi empat jam
dalam satu minggu.
-
Guru-guru agama dilarang
mengajarkan segala sesuatu yang mungkin dapat menyinggung perasaan orang yang
memeluk agama dan kepercayaan yang lain.
Pengumuman bersama ini dapat memberikan jiwa dan makan
substansial dan terhadap konsepsi dan pelaksanaan nasional kita. Pendidikan
agama sebagai proses memanusiawikan manusia agar mencapai tingkat optimal
aktualisasi dirinya dalam rangka peribadatannya kepada kholik. Oleh karena itu
kita tidak mungkin untuk menerima sesuatu konsepsi pendidikan yang dapat
memerosotkan tingkat kepekaan keagamaan anak didik. Pemerosotan tingkat
keagamaan dan peningkatan perusuhan persepsi keagamaan harus dicegah.[12]
Kepada seluruh lembaga-lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai ke
perguruan tinggi, agar mereka tidak memisahkan antara ilmu dan agmaa lalu
mengajarkan ilmu pengetahuan terpisah dari ilmu dari agama dan ilmu agama
terpisah dari ilmu pengetahuan. Pemisahan ini sangat jelek pengaruhnya terhadap
pendidikan dan betapa lebih jeleknya pengaruhnya terhadap pendidikan dan betapa
lebih jeleknya jika di sekolah-sekolah diajarkan materi-materi pelajaran dengan
berbagai metode yang berlawanan dengan gambaran dan ajaran-ajaran agama
tersebut.[13]
B. Peranan Remaja Sebagai Generasi Muda Islam
Pada mulanya apakah itu disebut pemuda, remaja,
generasi muda Islam, niscayalah itu juga maksudnya yaitu kata yang mengandung
pengertian, manusia yang berasal dari kelompok umur tertentu, biasanya antara
umur 15 sampai dengan 40 tahun.[14]
Sekarang kelompok remaja di Indonesia berjumlah kurang lebih sepertiga dari
penduduk Nusantara ini. Sehingga generasi muda Islam diarahkan untuk
mempersiapkan kader-kader perjuangan Islam dan pembangunan nasional. Dengan
materi pendidikan, keterampilan, kesejahteraan jasmani, daya kreasi,
patriotisme, idealisme, kepribadian dan budi pekerti yang luhur. Untuk itu
perlu diciptakan iklim yang sehat sehingga kemungkinan kreatifitas generasi
Islam berkembang secara wajar dan bertanggung jawab. Untuk itu perlu adanya
usaha-usaha guna mengembangkan generasi muslim untuk melihatkannya dalam proses
kehidupan berbangsa dan bernegara serta melaksanakan pembangunan nasional.[15]
Jadi generasi Islam harus bisa menempa diri,
berdidikasi tinggi, dan penuh tanggung jawab. Jika semata-mata bergantung pada
yang lebih tua baik dalam bersikap, bertindak laku, dan menyuarakan fikiran dan
pendapat, tentu hal ini sangat disayangkan, bukan berarti bahwa generasi muda
harus menolak atau menutup diri terhadap kalangan generasi yang lebih tua.
Barangkali akan lebih bijaksana jika pendapat atau pikiran generasi yang lebih
tua itu didengar dan dipertimbangkan terhadap kepentingan dan aspirasi pemuda
maka suara mereka belum tentu negatif semua. Maksudnya agar kita lebih arif
mempertimbangkan sesuatu yang perlu diikuti dan mana yang tidak relevan
dijadikan pegangan.
Maka kita sebagai generasi muda jangan hanya
mendendakan kejayaan masa lalu, tidak hanya meratapi kekalahan masa kini dan
tidak hanya berangan-angan untuk mendapatkan kemenangan akan datang. Akan
tetapi generasi Islam harus memiliki keyakinan bawa kejayaan itu bisa dicapai
dengan berbanga-bangga, tetapi dengan prestasi bukan hanya banyak bicara. Dan
generasi muda harus berprinsip bahwa penanggulangan tragedi saat ini. Dan
merealisasikan cita-cita hari esok akan terwujud dengan bekerja keras.[16]
C. Langkah-Langkah Pencegahan Terhadap Kenakalan Remaja
Maka kita tidak akan cepat-cepat menyalakan remaja
setiap mereka membuat keributan, tapi masalah ini juga menyangkut kita semua,
baik pemerintah, orang tua, pendidik, maupun masyarakat.
Dari pemerintah juga sering melakukan
pencegahan-pencegahan terhadap kenakalan di kalangan remaja dengan berbagai
cara diantaranya adalah :
1. Pembinaan preventif yaitu pembinaan dan
langkah-langkah yang bersifat pencegahan seperti ceramah-ceramah keagamaan,
penyuluhan di sekolah-sekolah dan kegiatan-kegiatan sekolah yang bersifat
positif. Petugas Kepolisian juga mengadakan operasi ke sekolah untuk mencegah
terjadinya kenakalan remaja yang semakin brutal dan tak terkendali. Operasi ini
banyak melibatkan dari aparat pemerintah
seperti kamtip pemda, sampai aparat departemen P & K yang paling
komputen dalam mengurusi masalah ini.[17]
2. Pembagian refresif yaitu tindakan yang dilakukan oleh
aparat Kepolisian dengan melakukan penangkapan dan pemeriksaan kepada oknum
remaja yang dicurigai atau yang kedapatan bukti dan petunjuk yang menyangkut
masalah tersebut. Sedangkan upaya-upaya yang dilakukan aparat terhadap mereka
dengan melakukan pendataan dan pendataan nama, pendekatan kepada orang tua atau
guru setempat dengan disuruh membuat surat pernyataan yang intinya tidak akan mengulangi
kenakalannya. Dan ada pada petunjuk atau bukti melakukan tindakan pidana
kriminal maka akan diproses secara hukum diseret ke pengadilan.
Upaya-upaya Kepolisian harus didukung sepenuhnya oleh
seluruh masyarakat dan partisipasi kita semua untuk mencegah terjadinya
kenakalan remaja.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pendidikan agama merupakan salah satu terjadinya
kenakalan remaja yang perlu diberikan pelajaran baik melalui pelajaran orang
tua atau pendidikan sekolah ataupun masyarakat.
2. Pendidikan adalah salah satu dari aspek sasaran
pembangunan bangsa menempati bagian dasar dalam usaha pendidikan yang tujuan
membentuk pribadi yang luhur dan bertaqwa.
3. Dengan mengetahui faktor-faktor dan latar belakang
yang mendukung terjadinya kenakalan remaja, maka kita tidak mau cepat-cepat
menyalahkan remaja, disana setiap mereka membuat kesalahan atau
keributan-keributan akan tetapi masalah ini menyangkut semua pihak.
4. Pendidikan yang diberikan kepada anaknya hendaklah
dimulai dari kecil.
5. Pendidikan adalah sebagai usaha, membawa manusia itu
menuju kepada tujuan yang akhir, mendapat ketawakalan dalam agama Islam. Tujuan
itu adalah penyerahan diri kepada Allah SWT, sebagai tujuan hidup semua manusia
alam sekitarnya.
B. Saran-Saran
1. Hendaknya kita selalu menjaga dan memelihara tingkah
laku (budi pekerti)
2. Kita sebagai generasi muda yang muslim jangan selalu
bergantung pada generasi yang lebih tua, baik dalam bersikap, bertingkah laku,
maupun menyuarakan pikiran atau pendapat.
3. Wajib bagi kita untuk selalu mencegah atau
menghentikan terjadinya kenakalan di kalangan remaja.
4. Kepada para pendidikan janganlah mengadakan pengajaran
ilmu pengetahuan terpisah dari ilmu agama dan ilmu agama terpisah dari ilmu
pengetahuan.
5. Dan bagi semua orang tua hendaknya mengetahui manfaat
pendidikan terhadap anak.
6. Orang tua harus dapat menemukan pengaruhnya secara
positif kepada anak-anaknya.
Alhamdulillah dengan rasa syukur Allah yang telah
memberikan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini, tetapi
penulis menyadari bahwa penulis Makalah ini masih jauh dari sempurna. Melainkan
penulis merasa bahwa di dalam Makalah ini masih banyak kekeliruan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan teguran dan kritikan pembaca yang bersifat mendorong.
Akhirnya semoga Makalah ini bermanfaat, bagi penulis maupun bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Najih, 323 Hadits dan Syair untuk Bekal Da’wah, Jakarta:
PN. Pustaka Aman, 1993
Ahmad
Tafsiri, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Jakarta: PN. Remaja
Rosdakarya, 1982
Dewi
Permatasari, Membangun Kemandirian Pemuda, Jawa Pos, Senin Kliwon 2 Nof.
1992
Editor
Edisi, No. 1/Tahun V 21 September 1992
Kartini Kartono, Bimbingan Remaja dan Anak-Anak Bermasalah. Jakarta:
PN. Rajawali. 1985.
M.
Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Surabaya: PN. Al-Ikhlas, 1981
Ridwan
Saidi, Islam dan Moralitas Pembangunan, Jakarta: PN. Pustaka Panji Emas,
1984
Sukartini
A, Ghofir, Slamet Yusuf, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: PN.
Usaha Nasional, 1981
UUD
45 Panca Krida Dan Butir-Butir Pancasila disertai dengan Susunan Kabinet
Pembangunan V, Semarang : 1988
Yusuf
Qordowi, Generasi Idaman, Jakarta: PN. Media Dakwah, 1990
Zakiyah
Narazat, Problem Remaja Indonesia, Jakarta: PN. Bulang, 1978, Cet. III,
Zakiyah Derajat DR. Prof, Ilmu
Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang. 1979
[2] Kartini Kartono, Bimbingan Remaja dan
Anak-Anak Bermasalah. Jakarta: PN. Rajawali. 1985. hal. 19
[3] UUD 45 Panca Krida Dan Butir-Butir Pancasila disertai dengan
Susunan Kabinet Pembangunan V, Semarang : 1988. hal. 17
[4] Kartini Kartono, Bimbingan Bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah,
Jakarta: PN. Rajawali, 1985. hal. 113
[5] Editor Edisi, No. 1/Tahun V 21 September 1992. hal. 63
[6] Ibid. hal. 114
[7] Zakiyah Derajat DR. Prof, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan
Bintang. 1979
[8] Drs. Sanapiah Faisol. Sosiologi Pendidikan, hal. 187 - 189
[9] Ibid. hal. 173
[10] Ibid. hal. 129 - 130
[11] Sukartini A, Ghofir, Slamet Yusuf, Metodik Khusus Pendidikan
Agama, Surabaya: PN. Usaha Nasional, 1981, hal. 25
[12] Ahmad Tafsiri, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Jakarta:
PN. Remaja Rosdakarya, 1982, hal. Pendahuluan
[13] Ridwan Saidi, Islam dan Moralitas Pembangunan, Jakarta: PN.
Pustaka Panji Emas, 1984, hal. 3
[14] M. Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Surabaya: PN.
Al-Ikhlas, 1981, hal. 72
[15] Andi Mappiri, Psikologi Remaja, Surabaya : PN. Usaha
Nasional, 1982, hal. 122
[16] Dewi Permatasari, Membangun Kemandirian Pemuda, Jawa Pos,
Senin Kliwon 2 Nof. 1992 (opini), hal. 4
[17] Yusuf Qordowi, Generasi Idaman, Jakarta: PN. Media Dakwah,
1990, hal. 144
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TERIMAKASIH