Dalil-dalil Ziarah Kubur
Setelah
kita membaca keterangan mengenai sholat Jenazah yang semuanya berkaitan
dengan orang yang telah wafat, mari kita sekarang meneliti dalil-dalil
ziarah kubur dan pembacaan Al-Qur’an dikuburan. Ziarah kubur itu adalah
sunnah Rasulallah saw., sebagaimana hadits dari Sulaiman bin Buraidah
yang diterima dari bapaknya, bahwa Nabi saw bersada:
كُنْتُ نَهَيْتُكُم عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ, فَزُورُوهَا, وَفِي
رِوَايَةٍ فَإنَّهَا تُذَكِّرُكُم.. بالآخرة
“Dahulu
saya melarang kalian berziarah kubur, namun kini berziarahlah kalian!.
Dalam riwayat lain; ‘(Maka siapa yang ingin berziarah kekubur, hendaknya
berziarah), karena sesungguhnya (ziarah kubur) itu mengingat- kan
kalian kepada akhirat’. (HR.Muslim)
Juga ada hadits yang serupa diatas tapi berbeda sedikit versinya dari Buraidah ra. bahwa Nabi saw. bersabda :
“Dahulu
saya melarang kalian menziarahi kubur, sekarang telah diizinkan dengan
Muhammad untuk berziarah pada kubur ibunya, karena itu berziarah lah ke
perkuburan sebab hal itu dapat mengingatkan pada akhirat”. (HR. Muslim (lht.shohih Muslim jilid 2 halaman 366 Kitab al-Jana’iz), Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i, Ahmad).
Imam Syafi’i dalam kitabnya Al Umm meriwayatkan hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulallah saw. bersabda :
“Saya pernah melarang kamu berziarah kubur, maka berziarahlah padanya dan jangan kamu mengatakan ucapan yang mungkar [Hajaran]”.
(Tartib Musnad Imam Syafi’i, pembahasan tentang sholat, bab ke 23
‘Sholat jenazah dan hukum-hukumnya’ hadits nr. 603 jilid 1 hal. 217)
Dari
hadits-hadits diatas jelaslah bahwa Nabi saw. pernah melarang ziarah
kubur namun lantas membolehkannya setelah turunnya pensyariatan (lega-
litas) ziarah kubur dari Allah swt Dzat Penentu hukum (Syari’ al-Muqaddas).
Larangan
Rasulallah saw. pada permulaan itu, ialah karena masih dekatnya masa
mereka dengan zaman jahiliyah, dan dalam suasana dimana mereka masih
belum dapat menjauhi sepenuhnya ucapan-ucapan kotor dan keji. Tatkala
mereka telah menganut Islam dan merasa tenteram dengannya serta
mengetahui aturan-aturannya, di-izinkanlah mereka oleh syari’at buat
menziarahinya. Dan anjuran sunnah untuk berziarah itu berlaku baik untuklelaki maupun wanita. Karena dalam hadits ini tidak disebutkan kekhususan hanya untuk kaum pria saja.
Dalam kitab Makrifatul as-Sunan wal Atsar jilid 3 halaman 203 bab ziarah kubur disebutkan bahwa Imam Syafi’i telah mengatakan: “Ziarah kubur hukumnya tidak apa-apa (boleh). Namun sewaktu menziarahi kubur hendak- nya tidak mengatakan hal-hal yang menyebabkan murka Allah”.
Al-Hakim an-Naisaburi dalam kitab Mustadrak Ala as-Shahihain jilid 1 halaman 377 menyatakan: “Ziarah kubur merupakan sunnah yang sangat ditekankan”. Hal yang sama juga dapat kita jumpai dalam kitab-kitab para ulama dan tokoh Ahlusunah seperti Ibnu Hazm dalam kitab al-Mahalli jilid
5 halaman 160; Imam Abu Hamid al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin
jilid 4 halaman 531; Abdurrahman al-Jaziri dalam kitab al-Fikh alal Madzahibil Arba’ah jilid
1 halaman 540 (dalam penutupan kajian ziarah kubur) dan banyak lagi
ulama Ahlusunah lainnya. Atas dasar itulah Syeikh Manshur Ali Nashif
dalam kitab at-Tajul Jami’ lil Ushul jilid 1 halaman 381 menyatakan: “Menurut mayoritas Ahlusunah dinyatakan bahwa ziarah kubur adalah sunnah”.
Disamping itu semua, masih ada lagi hadits Nabi saw. yang memerintahkan ziarah kubur tersebut tapi saya hanya ingin menambahkan dua hadits lagi dengan demikian lebih jelas buat pembaca bahwa ziarah kubur dan pemberi- an salam terhadap ahli kubur itu adalah sunnah Rasulallah saw.
Masih
ada lagi hadits Nabi saw. yang memerintahkan ziarah kubur tersebut tapi
saya hanya ingin menambahkan dua hadits lagi dengan demikian lebih
jelas buat pembaca bahwa ziarah kubur dan pemberian salam terhadap ahli
kubur itu adalah sunnah Rasulallah saw.
Hadits
dari Ibnu Abbas berkata: Ketika Rasulallah saw. melewati perkuburan di
kota Madinah maka beliau menghadapkan wajahnya pada mereka seraya
mengucapkan: ‘Semoga salam sejahtera senantiasa tercurah atas kalian
wahai penghuni perkuburan ini, semoga Allah berkenan memberi ampun bagi
kami dan bagi kalian. Kalian telah mendahului kami dan kami akan
menyusul kalian’. (HR.Turmudzi)
Hadits dari Aisyah ra.berkata:
كَانَ النَّبِي .صَ. كُلَّمَا كَانَ لَيْلَتَهَا يَخْرُجُ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ إلَى الْبَقِيْعِ فَيَقُوْلُ:
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَ ار قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ, وَاَتَاكُمْ مَا تُوْعَدُوْنَ غَدًا مُؤَجِّلُوْنَ,
وَاِنَّا اِنْشَا ءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَو اللهُمَّ اغْفِرْ ِلاَهْلِ بَقِيْعِ الْفَرْقَدْ (رواه المسلم)
Ziarah kubur bagi wanita
Golongan madzhab Wahabi/Salafi (pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab)dan
pengikutnya melarang wanita ziarah kubur berpegang kepada kalimat
hadits yang diriwayatkan dikitab-kitab as-Sunan –kecuali Bukhori dan
Muslim– yaitu “Allah melaknat perempuan-perempuan yang menziarahi
kubur” (Lihat kitab Mushannaf Abdur Razzaq jilid 3 halaman 569).
Sebenarnya hadits ini telah dihapus (mansukh) dengan riwayat-riwayat tentang ‘Aisyah ra. menziarahi kuburan saudaranya yang diungkapkan oleh adz-Dzahabi dalam kitab Sunan al-Kubra, Abdurrazaq dalam kitab Mushannaf, al-Hakim an-Naisaburi dalam kitab Mustadrak Alas Shahihain dan hadits riwayat Imam Muslim (lihat catatan pada halaman selanjutnya ).
Riwayat-riwayat
itu, nampak sekali pertentangan antara dua bentuk riwayat dimana satu
menyatakan bahwa perempuan akan dilaknat jika melakukan ziarah kubur
namun yang satunya lagi menyatakan bahwa Rasulallah saw. telah
memerintahkan umatnya untuk menziarahi kubur, yang mana perintah ini
mencakup lelaki dan perempuan.
Jika
kita teliti lebih detail lagi, ternyata sanad hadits diatas “Allah
melaknat perempuan-perempuan yang menziarahi kubur” melalui tiga jalur
utama: Hasan bin Tsabit, Ibnu Abbas dan Abu Hurairah [ra].
Ibnu Majah dalam kitab Sunan Ibnu Majah jilid 1 halaman 502 menukil hadits tersebut melalui ketiga jalur diatas.
Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal jilid
3 menukil hadits tersebut melalui dua jalur saja yaitu Hasan bin Tsabit
(Lihat jilid 3 halaman 442) dan Abu Hurairah (Lihat jilid 3 halaman
337/356).
At-Turmudzi dalam kitab al-Jami’ as-Shahih jilid 2 halaman 370 hanya menukil dari satu jalur yaitu Abu Hurairah saja.
Abu Dawud dalam kitab Sunan Abu Dawud jilid 3 halaman 317 hanya menukil melalui satu jalur yaitu Ibnu Abbas saja.
Sedangkan
Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkan hadits itu sama sekali. Begitu
juga tidak ada kesepakatan di antara para penulis kitab as-Sunandalam
menukil hadits tersebut jika dilihat dari sisi jalur sanad haditsnya.
Ibnu Majah, Imam Ahmad bin Hanbal dan Turmudzi sepakat meriwayatkan
melalui jalur Abu Hurairah. Sedang dari jalur Hasan bin Tsabit hanya
dinukil oleh Ibnu Majah dan Imam Ahmad saja dan jalur Ibnu Abbas dinukil
oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah.
Dari
jalur pertama yang berakhir pada Hassan bin Tsabit –yang dinukil oleh
Ibnu Majah dan Imam Ahmad– terdapat pribadi yang bernama Abdullah bin
Utsman bin Khatsim. Semua hadits yang diriwayatkan olehnya dihukumi
tidak kuat. Hal itu sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Daruqi dari
Ibnu Mu’in. Ibnu Abi Hatim sewaktu berbicara tentang Abdullah bin Utsman
tadi menyatakan bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Utsman
tidak dapat dijadikan dalil. An-Nasa’i dalam menjelaskan kepribadian
Ibnu Usman tadi mengatakan: “Ia sangat mudah meriwayatkan (menganggap
remeh periwayatan .red) hadits” (Lihat kitab Mizan al-I’tidal jilid
2 halaman 459). Dan melalui jalur tersebut juga terdapat pribadi
seperti Abdurrahman bin Bahman. Tidak ada yang meriwayatkan hadits
darinya selain Ibnu Khatsim. Ibnu al-Madyani mengatakan: “Aku tidak
mengenal pribadinya” (Lihat kitab Mizan al-I’tidal jilid 2 halaman 551).
Dari jalur kedua yang berakhir pada Ibnu Abbas ra terdapat pribadi seperti Abu Shaleh yang aslinya bernama Badzan.
Abu
Hatim berkata tentang dia: “Hadits-hadits dia tidak dapat dipakai
sebagai dalil”. An-Nasa’i menyatakan: “Dia bukanlah orang yang dapat
dipercaya”. Ibnu ‘Adi mengatakan: “Tak seorang pun dari para pendahulu
yang tak kuketahui dimana mereka tidak menunjukkan kerelaannya (ridho) terhadap pribadinya (Badzan)” (Lihat kitab Tahdzib al-Kamal jilid 4 halaman 6).
Dari
jalur ketiga yang berakhir pada Abu Hurairah ra terdapat pribadi
seperti Umar bin Abi Salmah yang an-Nasa’i mengatakan tentang dirinya:
“Dia tidak kuat (dalam periwayatan .red)”. Ibnu Khuzaimah mengatakan:
“Haditsnya tidak dapat dijadikan dalil”. Ibnu Mu’in mengatakan: “Dia
orang yang lemah”. Sedangkan Abu Hatim menyatakan: “Haditsnya tidak
dapat dijadikan dalil” (Lihat kitab Siar A’lam an-Nubala’ jilid 6 halaman 133).
Mungkin
karena sanad haditsnya tidak sehat inilah akhirnya Imam Bukhari dan
Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits tadi. Bukankah dua karya besar itu
memiliki gelar shahih sehingga terhindar dari hadits-hadits yang tidak
jelas sanadnya? Melihat hal-hal tadi maka hadits pelarangan ziarah kubur
buat perempuan di atas tadi tidak dapat dijadikan dalil pengharaman.
Salah
seorang ulama madzhab Wahabi/Salafi yang bernama Nashiruddin al-Albani
ahli hadits Wahabi pernah menyatakan tentang hadits pelaknatan
penziarah wanita tadi dengan ungkapan berikut ini :
“Di
antara sekian banyak hadits tidak kutemui hadits-hadits yang menguat-
kan hadits tadi. Sebagaimana tidak kutemui hadits-hadits lain yang dapat
memberi kesaksian atas hal tersebut. Hadits ini adalah penggalan dari
hadits: “Laknat Allah atas perempuan-perempuan yang menziarahi kubur dan
orang-orang yang menjadikannya (kuburan) sebagai masjid dan tempat yang
terang benderang” yang disifati sebagai hadits lemah (Dza’if). Walau
pun sebagian saudara-saudara dari pengikut Salaf (baca: Wahabi) suka menggunakan hadits ini sebagai dalil. Namun saya nasehatkan kepada mereka agar tidak menyandarkan hadits tersebut kepada Nabi. Karena hadits itu adalah hadits yang lemah” (Lihat kitab Silsilah al-Ahadits adh-Dho’ifah wa Atsaruha as-Salbi fil Ummah halaman 260).
Tetapi
sayangnya sampai sekarang bisa kita lihat dan alami kaum wanita
pelaksana haji di Makkah dan Madinah, masih tetap dilarang oleh ulama
Madzhab Wahabi untuk berziarah di kuburan Baqi’ (Madinah) dan di Ma’la
(di Makkah) untuk menziarahi makam para keluarga dan sahabat Rasulallah
saw.. Mereka menvonis saudara-saudara mereka sesama muslim dengan
sebutan penghamba Kubur (Quburiyuun),
bahkan mereka berkepala keras menyatakan bahwa ziarah kubur bagi
perempuan adalah haram menurut ajaran Rasulallah saw dan para Salaf
Sholeh ? (Dikutip dari website Salafy, 13 Feb 2007 ) .
Menurut
ahli fiqh, adanya hadits yang melarang wanita ziarah kubur, ini karena
umumnya sifat wanita itu ialah lemah, sedikitnya kesabaran sehingga
mengakibatkan jeritan tangis yang meraung-raung (An-Niyahah) menampar
pipinya sendiri dan perbuatan-perbuatan jahiliyah dikuburan itu yang
mana ini semua tidak dibenarkan oleh agama Islam. Begitu juga sifat
wanita senang berhias atau mempersolek dirinya sedemikian rupa atau
tidak mengenakan hijab sehingga dikuatirkan –dengan campur baurnya
antara lelaki dan wanita– mereka ini tidak bisa menjaga dirinya
dikuburan itu sehingga menggairahkan para ziarah kaum lelaki.
Hal
tersebut dipertegas dalam kitab I’anatut Thalibin jilid 2/142.
Begitupun juga Al-Hafidz Ibnu Arabi (435-543H), pensyarah hadits
Turmudzi dalam mengomentari masalah ini berkata :
‘Yang benar adalah bahwa Nabi saw. membolehkan ziarah kubur untuk laki-laki dan wanita. Jika ada sebagian orang menganggapnya makruh bagi
kaum wanita, maka hal itu dikarenakan lemahnya kemampuan wanita itu
untuk bersikap tabah dan sabar sewaktu berada diatas pekuburan atau
dikarenakan penampilannya yang tidak mengenakan hijab (menutup auratnya)
dengan sempurna .’
Kalimat semacam diatas juga dinyatakan dalam kitab at-Taajul Jami’ lil Ushuljilid 2 halaman 381, atau kitab Mirqotul Mafatih karya Mula Ali Qori jilid 4 halaman 248.
Rasulallah
saw. membolehkan dan bahkan menekankan kepada umatnya untuk menziarahi
kubur, hal itu berarti mencakup kaum perempuan juga. Walau dalam hadits
tadi Rasulallah saw. menggunakan kata ganti (Dhamir) lelaki, namun hal itu tidak lain dikarenakan hukum kebanyakan (Taghlib) pelaku ziarah tersebut adalah dari kaum lelaki. Ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Mula Ali Qori dalam kitab Mirqotul Mafatih jilid 4 halaman 248 dan at-Turmudzi dalam kitab al-Jami’ as-Shahih jilid 3 halaman 372 hadits ke-1056.
Kalaupun kita harus berbicara tentang jumlah obyek yang diajak bicara (mukhatab),
terbukti dalam tata bahasa Arab walau ada seribu perempuan dan lelaki
hanya segelintir saja jumlahnya maka kata ganti yang dipakai untuk
berbicara kepada semua –yang sesuai dengan tata bahasa yang baik dan
benar– yang hadir tadi adalah menggunakan kata ganti lelaki. Dan masih
banyak ulama Ahlusunah lain yang menyatakan pembolehan ziarah kubur oleh
kaum perempuan.
Jadi kesimpulannya ialah ziarah kubur itu tidak dianjurkan
untuk wanita bila para wanita diwaktu berziarah melakukan hal-hal yang
tidak dibenarkan oleh agama atau dimakruhkan seperti yang tersebut
diatas, tapi kalau semuanya ini bisa dijaga dengan baik, maka tidak ada
halangan bagi wanita tersebut untuk berziarah kubur seperti halnya kaum
lelaki. Dengan demikian bukan ziarah kuburnya yang dilarang, tetapi
kelakuan wanita yang berziarah itulah yang harus diperhatikan.
Mari kita lanjutkan dalil-dalil mengenai ziarah kubur bagi wanita:
Imam
Malik, sebagian golongan Hanafi, berita dari Imam Ahmad dan kebanyakan
ulama memberi keringanan bagi wanita untuk ziarah kubur. Mereka
berdasarkan sabda Nabi saw. terhadap Aisyah ra. yang diriyatkan oleh
Imam Muslim. Beliau saw. didatangi malaikat Jibril as. dan disuruh
menyampaikan kepada Aisyah ra.sebagai berikut :
إنَّ رَبَّك بِأمْرِك أنْ تَـأتِيَ أهْلَ البَقِيْع وَتَسْتَغْفِرِلَهُمْ
“Sesungguhnya Tuhanmu menyuruhmu untuk menziarahi para penghuni perkuburan Baqi’ untuk engkau mintakan ampun bagi mereka”
Kata Aisyah ra; Wahai Rasulallah, Apa yang harus aku ucapkan bila berziarah pada mereka? Sabda beliau saw. :
قُوْلِيْ:
السَّـلاَمُ عَلََى أهْـلِ الدِّيَـارِ مِنَ المُؤْمِنـِيْنَ
وَالمُسْلِمِيْنَ وَيَرْحَمُ الله المُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا
وَالمُسْتَأخِرِيْنَ, وَإنَّا إنْشَاءَ الله بِكُمْ لآحِقُوْنَ
‘Ucapkanlah;
salam atasmu wahai penduduk kampung, dari golongan mukminin dan
muslimin. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya pada kita bersama, baik
yang telah terdahulu maupun yang terbelakang, dan insya Allah kami akan
menyusul kemudian’ “.
Untuk lebih jelasnya hadits yang dimaksud diatas adalah bahwasanya Nabi saw. bersabda pada Aisyah ra :
“Jibril
telah datang padaku seraya berkata: ‘Sesungguhnya Tuhanmu menyuruhmu
untuk menziarahi para penghuni perkuburan Baqi’ untuk engkau mintakan
ampun bagi mereka.’ Kata Aisyah; ‘Wahai Rasulallah, apa yang harus aku ucapkan bagi mereka? Sabda beliau saw:
‘Ucapkanlah: Semoga salam sejahtera senantiasa tercurah bagi para
penduduk perkuburan ini dari orang-orang beriman dan orang-orang Islam,
semoga Allah merahmati orang-orang kami yang terdahulu maupun yang
terkemudian, insya Allah kamipun akan menyusul kalian’ “. (HR.Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan:
‘Semoga
salam sejahtera senantiasa tercurahkan bagi para penghuni perkuburan
dari orang-orang beriman dan Islam, dan kamipun insya-Allah akan
menyusul kalian, kami berharap semoga Allah berkenan memberi keselamatan
bagi kami dan kalian’.
Juga riwayat dari Abdullah bin Abi Mulaikah, bahwa pada suatu hari Aisyah datang dari pekuburan, maka dia bertanya :
“Ya
Ummul Mukminin, darimana anda? Ujarnya: Dari makam, saudaraku
Abdurrahman. Lalu saya tanyakan pula: Bukankah Nabi saw. telah melarang
ziarah kubur? Benar, ujarnya, mula-mula Nabi melarang ziarah kubur,
kemudian menyuruh menziarahinya”. ( Adz-Dzahabi dalam kitabSunan al-Kubra jilid 4 halaman 131, Abdur Razaq dalam kitab Mushannaf Abdurazaq jilid 3 halaman 572/574 dan dalam kitab Mustadrak alas Shahihain karya al-Hakim an-Naisaburi jilid 1 halaman 532 hadits ke-1392). adz-Dzahabi telah menyatakan kesahihannya sebagaimana yang telah tercantum dalam catatan kaki yang ia tulis dalam kitab Mustadrakkarya al-Hakim an-Naisaburi tersebut. (Lihat: Mustadrak al-Hakim an-Naisaburi Jil:1 Hal: 374)
Dalam
kitab-kitab itu juga diriwayatkan bahwa Siti Fathimah Az-Zahrah ra,
puteri tercinta Rasulullah saw. hampir setiap minggu dua atau tiga kali
menziarahi para syuhada perang Uhud, khususnya paman beliau Sayyidina
Hamzah ra.
Aisyah
ra. melakukan penziarahan tersebut berarti apa yang dilakukan Aisyah
adalah sebaik-baik dalil dalam mengungkap hakekat hukum pen- ziarah
kubur dari kalangan perempuan. Hal itu dikarenakan selain Aisyah sebagai
istri Rasulallah saw. yang bergelar ummul mukminin (ibu kaum mukmin)
sekaligus sebagai Salaf Sholeh. Karena Salaf Sholeh tidak hanya
dikhususkan buat sahabat dari kaum lelaki saja, namun mencakup kaum
perempuan juga (shahabiyah).
Hadits
dari Anas bin Malik berkata: “Pada suatu hari Rasulallah saw. berjalan
melalui seorang wanita yang sedang menangis diatas kuburan.Maka Nabi saw. bersabda: ‘Bertaqwalah kepada Allah dan sabarlah’.Dijawab
oleh wanita itu: ‘Tinggalkanlah aku dengan musibah yang sedang
menimpaku dan tidak menimpamu !’ Wanita itu tidak tahu kepada siapakah
dia berbicara. Ketika dia diberitahu, bahwa orang yang berkata padanya
itu adalah Nabi saw., maka ia segera datang ke rumah Nabi saw. yang
kebetulan pada waktu itu tidak dijaga oleh seorangpun. Kata wanita itu: ‘Sesungguhnya saya tadi tidak mengetahui bahwa yang berbicara adalah engkau ya Rasulallah. Sabda beliau saw.: “Sesungguhnya kesabaran itu hanyalah pada pukulan yang pertama dari datangnya musibah’. (HR Bukhori dan Muslim)
Lihat
hadits terakhir diatas ini, Rasulallah saw. melihat wanita tersebut
dipekuburan dan tidak melarangnya untuk berziarah, hanya dianjurkan agar
sabar menerima atas kewafatan anaknya (yang diziarahi tersebut).
Muhibbuddin at-Thabari pun dalam kitabnya yang berjudul ar-Riyadh an-Nadhirah jilid
2 halaman 330 menyebutkan bahwa: “ Suatu saat, ketika Umar bin Khatab
(Khalifah kedua ) ra. bersama beberapa sahabatnya pergi untuk
melaksanakan ibadah haji di tengah jalan ia berjumpa dengan seorang tua
yang meminta tolong kepadanya. Sepulang dari haji kembali ia melewati
tempat dimana orang tua itu tinggal dan menanyakan keadaan orang tua
tadi. Penduduk daerah itu mengatakan: ‘Ia telah meninggal dunia’. Perawi berkata: Kulihat Umar bergegas menuju kuburan orang tua itu dan di sana ia melakukan shalat. Kemudian dipeluknya kuburan itu sambil menangis”.
Nah,
insya Allah keterangan diatas itu jelas bahwa ziarah kubur itu sunnah
dan berlaku bagi lelaki maupun wanita. Yang lebih heran lagi kami pernah
mendengar dari saudara muslim bahwa ada orang yang pergi ke tanah suci
untuk menunaikan Haji atau Umrah tapi tidak mau ziarah pada junjungan
kita Rasulallah saw., karena hal ini dianggap bid’ah.
Mungkin saudara-saudara kita itu mendapat kesalahan informasi tentang
ziarah kubur. Kita telah membaca keterangan diatas banyak hadits shohih
Rasulallah saw. yang menganjurkan kaum muslimin untuk berziarah, memberi
salam dan berdo’a untuk si mayit pada waktu sholat jenazah dan
berziarah tersebut, dengan tujuan agar kita lebih mengingat pada Allah
swt. dan akhirat.
Dengan adanya hadits-hadits dan wejangan para ulama pakar diatas itu menunjukkan bahwa ziarah kubur adalah sunnah Rasulallah saw.
Kalau kita disunnahkan ziarah kubur pada kaum muslimin, bagaimana kita
bisa melupa kan ziarah kubur makhluk Ilahi yang paling mulya dan taqwa
Rasulallah saw. Tanpa beliau kita tidak mengetahui syariat-syariat
Islam,juga dengan berdiri dimuka makam beliau saw. kita akan lebih
konsentrasi untuk ingat pada Allah dan Rasul-Nya !.
Sumber : salafy-tobat.blogspot.com/2010/08/dalil-dalil-ziarah-kubur.html
Sumber : salafy-tobat.blogspot.com/2010/08/dalil-dalil-ziarah-kubur.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TERIMAKASIH