POSISI KITAB AL-UMM DALAM KUTUB AL-TIS’AH
Al-Syafi’i tidak hanya berperan dalam bidang fiqh dan ushul fiqh saja, tetapi ia juga berperan dalam bidang hadits dan ilmu hadits. Salah satu kitab hadits yang masyhur pada abad ke-dua hijriyah adalah kitab Musnad al-Syafi’i. Kitab ini tidak disusun oleh al-Syafi’i sendiri, melainkan oleh pengikutnya yaitu al-A’sam yang menerima riwayat dari Rabi’ bin Sulaiman al-Muradi, dari al-Syafi’i. Hadits-hadits yang terdapat dalam Musnad al-Syafi’i merupakan kumpulan dari hadits-hadits yang terdapat dalam kitabnya yang lain yaitu al-Umm. Dalam bab jual beli misalnya, terdapat 48 buah hadits.
Dengan kegigihannya dalam membela hadits Nabi sebagai hujjah, al-Syafi’i berhasil menegakkan otoritas hadits dan menjelaskan kedudukan serta fungsi hadits Nabi secara jelas dengan alasan-alasan yang mapan. Dengan pembelaannya itu, ia memperoleh pengakuan darimas sebagai Nasir al-Sunnah. Bahkan ia dipandang sebagai ahli hukum Islam pertama yang berhasil merumuskan konsep ilmu hadits.
Hadits Nabi menurut al-Syafi’i bersifat mengikat dan harus ditaati sebagai-mana Al-Qur'an. Walaupun hadits itu adalah hadits ahad. Bagi ulama sebelumnya, konsep hadits tidak harus disandarkan kepada Nabi. Pendapat sahabat, fatwa tabi’in serta ijma’ ahli Madinah dapat dimasukkan sebagai hadits. Bagi al-Syafi’i, pendapat sahabat dan fatwa tabi’in hanya bisa diterima sebagai dasar hukum sekunder, dan bukan sebagai sumber primer. Adapun hadits yang bisa diterima sebagai dasar hukum primer adalah yang datang dari Nabi.
Dari sisi lain al-Syafi’i juga dipandang sebagai perintis dalam perumusan kaidah-kaidah ilmu hadits. Dalam kitab al-Risalah terdapat banyak rumusan-rumusan yang berkaitan dengan ilmu hadits tersebut. Terutama persyaratan para periwayat dan hal-hal yang berkaitan dengan hadits-hadits yang pada lahirnya tampak bertentangan. Bahasan-bahasan al-Syafi’i iin masih relevan dan dapat dijadikan rujukan.
Meskipun demikian, kitab Musnad al-Syafi’i tidaklah termasuk dalam sembilan kitab sumber hadits standar. Para ulama menyepakati lima buah kitab sebagai kitab sumber pokok yang dikenal dengan Kutub al-khamsah, yaitu : Sahih al-Bukhari, Sahih al-Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan al-Nasa-i, dan Sunan al-Tirmidzi. Ada sebuah kitab lagi yang oleh ulama dimasukkan sebagai kitab standar dalam urutan yang keenam, namun para ulama tidak sependapat tentang nama kitab standar yang menempati urutan keenam ini. Menurut Ibn Tahir al-Maqdisi, kitab tersebut adalah Sunan Ibn Majah, menurut Ibn Asir, kitab keenamnya adalah al-Muwatta’, sedangkan menurut pendapat Ibn Hajar al-‘Asqalani kitab keenamnya adalah Sunan al-Darimi.
Di antara ulama ada yang menambah lagi sebuah kitab hadits sebagai kitab pokok, kitab hadits tersebut adalah kitab Musnad Ahmad bin Hanbal. Sehingga dengan demikian secara kumulatif dari berbagai pendapat ulama terdapat sembilan kitab sumber hadits, yaitu : Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan al-Tirmidzi, Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibn Majah, al-Muwatta’, Sunan al-Darimi dan Musnad Ibn Hanbal.
Dalam kitab al-Umm, al-Syafi’i banyak menggunakan hadits-hadits Nabi sebagai landasan baginya dalam mengambil istinbat hukum. Sebagai seorang ulama yang diberi gelar Nasir al-Sunnah, sudah barang tntu al-Syafi’i telah melakukan penyaringan terhadap hadits-hadits yang ia pakai. Oleh karenanya merupakan suatu yang menarik untuk diteliti tentang kesahihan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh al-Syafi’i. Terlebih lagi kaidah-kaidah dan dasar-dasar pensahihan dan pendlaifan hadits itu sifatnya relatif. Nilai kebenarannya lebih banyak ditentukan oleh hasil ijtihad ulama yang bersangkutan. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan bila hasil ijtihad ulam hhadits dalam rangka menilai suatu hadits berbeda dengan hasil ijtihad ulama yang lain. Pengkajian ulang terhadap hadits-hadits yang terdapat dalam kitab al-Umm dapat dinilai positif atau mungkin negatif. Dengan pengkajian itu mungkin saja akan ditemukan hadits-hadits yang tidak mencapai standar hadits sahih.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa al-Syafi’i yang selama ini terkenal dengan ahli fiqh ternyata juga mempunyai perhatian yang serius terhadap hadits/sunnah. Oleh karena itu, sosok imam al-Syafi’i dalam hal ini dikenal dengan Nasir al-Sunnah. Di dalam kitabnya al-Risalah ditemukan tentang syarat-syarat periwayatan hadits apa yang dilakukan al-Syafi’i hanya sebatas sebagai rintisan awal dan dikembangkan oleh ulama sesudahnya. Di samping itu, juga ditemukan kitab hadits yang dinisbatkan pada al-Syafi’i adalah Musnad al-Syafi’i yang ditulis oleh muridnya. Walaupun tidak masuk dalam kitab standar yang dibakukan oleh ulama hadits, hadits-hadits yang termuat dala kitab tersebut paling tidak berstandar sahih menurut kacamata al-Syafi’i. Sedangkan dalam kitab al-Umm terdapat sejumlah hadits yang dijadikan rujukan istinbatnya yang merujuk pada pemikirannya tentang hadits. Penelitian tentang hadits-hadits dalam kitab tersebut perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Ismail, Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits, Bandung : Angkasa, 1994.
Al-Kattani. Al-Risalah al-Mustatrafah. Karachi : Nur Muhammad, 1960.
Muchtar, Abdul Chaliq, Indal Abror, Agung Danarta, dan Muhammad Yusuf, Hadits-Hadits dalam Kitab al-Umm al-Syafi’i. Penelitian Fak. Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, 1999.
As-Shiddieqy, Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta : Bulan Bintang, 1989.
al-Syafi’i, Muhammad ibn Idris. Al-Umm, ttp. tt. VII.
Al-Tahanawi. Qawa’id fi Ulum al-Hadits. Beirut : Maktab al-Nahdah, 1972
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TERIMAKASIH