Minggu, 13 Juni 2010
Ketentuan Waris
WARIS DALAM ISLAM
A. KETENTUAN MAWARIS
Mawaris berarti hal-hal yang berhubungan dengan waris dan warisan. Ilmu yang mempelajari mawaris disebut ilmu faraid. Ilmu artinya pengetahuan dan faraid berarti bagian-bagian yang tertentu. Jadi, ilmu faraid adalah ilmu pengetahuan yang menguraikan cara membagi harta peninggalan seseorang kepada ahli waris yang berhak menerimanya. Nabi SAW bersabda :
“Pelajarilah ilmu faraid, dan ajarkanlah dia kepada manusia, karena faraid itu separuh ilmu, ia akan dilupakan orang kelak dan ia pulalah yang mula-mula akan tercabut dari umatku”. (HR. Ibnu Majah dan Al-Daraqutni).
Ilmu faraid sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan Islam, bersumber dari Al-Qur'an dan hadis. Tujuan diturunkannya ilmu faraid adalah agar pembagian warisan dilakukan secara adil, tidak ada ahli waris yang merasa dirugikan sehingga tidak akan terjadi perselisihan atau perpecahan di antara ahli waris karena pembagian warisan.
Pembagian warisan pada masyarakat Arab jahiliyah (sebelum Islam lahir) menampakkan ketidakadilan, yaitu antara lain : anak-anak yang belum dewasa (anak-anak yatim) dan istri tidak dapat warisan. Bahkan istri dianggap sebagai warisan yang berhak diwarisi oleh ahli waris laki-laki dari pihak suami.
Islam mengajarkan bahwa anak-anak yatim termasuk ahli waris yang berhak memperoleh bagian dari harta peninggalan kedua orang tuanya. Mengambil bagian yang menjadi hak anak yatim termasuk perbuatan aniaya. Pelakunya diancam dengan siksa. Allah SWT berfirman yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang memakan hart anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)” (QS. An-Nisa’ (4): 10).
Demikian juga istri, walaupun ia tidak ada pertalian darah dengan suaminya, termasuk ahli waris yang berhak memperoleh bagian dari harta peninggalan suami, karena ia merupakan orang yang sangat dekat dan besar jasanya terhadap suaminya (lihat QS. An-Nisa’ (4): 12).
Ada dua masalah pokok yang harus diketahui dalam warisan, yaitu sebagai berikut:
1. Sebab-sebab memperoleh harta warisan ada empat, yaitu :
• Kekeluargaan, misalnya: anak, cucu, ayah, ibu, dan saudara-saudara, berhak memperoleh harta warisan yang ditinggalkan pewaris karena adanya hubungan kekeluargaan.
• Perkawinan, istri mendapat bagian dari harta warisan peninggalan suaminya, atau sebaliknya (lihat QS. An-Nisa’ (4): 12)
• Wala’, yaitu berhak mendapat bagian dari harta warisan karena memerdekakan hamba sahaya.
• Hubungan seagama, yakni sama-sama Islam.
2. Sebab-sebab ahli waris tidak berhak memperoleh harta warisan
• Budak belian (hamba), ahli waris yang kedudukannya sebagai budak belian tidak berhak memperoleh harta warisan peninggalan keluarganya karena kalau mereka diberi bagian dari harta warisan maka bagiannya itu akan menjadi milik tuannya.
• Membunuh, ahli waris yang membunuh pewaris tidak berhak mewarisi harta peninggalan pewaris yang dibunuhnya.
• Murtad, ahli waris yang murtad (keluar dari Islam) tidak berhak memperoleh harta warisan peninggalan keluarganya yang beragama Islam. Demikian juga sebaliknya, seorang muslim/muslimat tidak berhak mewarisi harta peninggalan keluarganya yang bukan Islam.
• Beda agama, orang yang tidak beragama Islam (kafir) tidak berhak menerima harta warisan peninggalan keluarganya yang beragama Islam. Demikian juga sebaliknya, orang Islam tidak berhak mewarisi harta pusaka peninggalan keluarganya yang tidak beragama Islam.
B. HARTA SEBELUM DIWARIS
Sebelum harta warisan dibagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya, hendaknya dikeluarkan untuk keperluan berikut:
1. Zakat
Jika harta warisan belum dizakati, padahal sudah memenuhi syarat-syarat wajibnya, maka hendaknya harta itu dizakati dulu sebelum dibagi-bagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
2. Biaya pengurusan jenazah
Biaya pengurusan jenazah seperti: membeli kain kafan, menyewa ambulans, dan biaya pemakaman. Bahkan, bisa digunakan untuk biaya perawatan rumah sakit.
3. Utang
Jika almarhum/almarhumah meninggalkan utang hendaknya utangnya dilunasi dengan harta peninggalannya.
4. Wasiat
Wasiat adalah pesan si pewaris sebelum meninggal dunia agar sebagian harta peninggalannya kelak setelah ia meninggal dunia, diserahkan kepada seseorang atau suatu lembaga (dakwah atau sosial) Islam. Wasiat seperti tersebut harus dipenuhi dengan syarat jumlah harta peninggalan yang diwasiatkannya tidak lebih dari 1/3 harta peninggalan-nya kecuali kalau disetujui oleh seluruh ahli waris maka harta peninggalan yang diwasiatkan itu boleh lebih dari 1/3 harta peninggalan-nya.
Selain itu, tidak dibenarkan berwasiat kepada ahli waris seperti anak kandung dan kedua orang tuanya karena ahli waris tersebut sudah tentu akan mendapat bagian waris yang telah ditetapkan syara’. Berwasiat kepada ahli waris dapat dilakukan apabila disetujui oleh ahli waris yang lain.
Apabila harta warisan sudah dikeluarkan untuk empat macam kepentingan di atas, maka barulah harta warisan itu dibagi-bagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
C. HIKMAH MAWARIS
Hikmah mawaris antara lain adalah :
1. Memperkuat keyakinan bahwa Allah SWT betul-betul Maha Adil, karena keadilan Allah SWT tidak hanya terdapat dalam alam ciptaan-Nya, tetapi juga pada hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya, seperti hukum waris Islam. Pembagian harta warisan menurut hukum waris Islam sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, sehingga tidak ada ahli waris Islam yang merasa dirugikan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
a. Semua ahli waris yang mempunyai hubungan darah secara langsung dengan pewaris (ibu, ayah, anak laki-laki dan anak perempuan) tentu akan mendapat bagian harta warisan, mereka tidak dapat terhalang oleh ahli waris lain. Ahli waris yang tidak mempunyai hubungan darah secara langsung dengan warisan, mungkin tidak dapat bagian harta warisan karena terhalang. Misalnya, kakek terhalang oleh ayah, nenek terhalang oleh ibu dan saudara-saudara terhalang oleh anak.
b. Suami mendapat bagian dari harta peninggalan istrinya dan istri mendapat bagian dari harta peninggalan suaminya. Hal ini sesuai dengan prinsip keadilan. Walaupun antara suami-istri tidak ada hubungan sedarah, tetapi dalam kehidupan sehari-hari hubungan mereka sangat dekat dan jasanya pun antara yang satu dengan yang lainnya tidak sedikit. Sungguh adil jika suami/istri mendapat bagian dari harta warisan dan tidak dapat terhalng oleh ahli waris lain.
c. Anak laki-laki mendapat bagian harta warisan dua kali lipat dari bagian anak perempuan. Hal ini sesuai dengan prinsip keadilan bahwa kewajiban dan tanggung jawab anak laki-laki lebih besar daripada anak perempuan.
2. Hukum waris Islam memberi petunjuk kepada setiap muslim, keluarga muslim, dan masyarakat Islam agar selalu giat melakukan usaha-usaha dakwah dan pendidikan Islam, sehingga tidak ada seorang Islam pun yang murtad. Bukankah murtad merupakan penghalang untuk memperoleh bagian harta warisan? Bukankah murtad merupakan dosa yang paling besar ?
3. Menghilangkan jurang pemisah antara kelompok kaya dan kelompok miskin serta dapat mendorong masyarakat untuk maju. Alasannya adalah sebagai berikut:
a. Harta peninggalan orang-orang kaya yang meninggal dunia tetapi tidak meninggalkan ahli waris dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, misalnya: untuk mengangkat kemiskinan, menghilangkan kebodohan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
b. Muslim/muslimah yang dikaruniai Allah SWT harta kekayaan yang melimpah, alangkah baiknya apabila sebelum meninggal dunia berwasiat supaya 1/3 dari harta peninggalannya diserahkan kepada lembaga sosial atau lembaga pendidikan dan dakwah Islam untuk kepentingan umat.
4. Mematuhi hukum Islam dengan dilandasi rasa ikhlas karena Allah SWT dan untuk memperoleh ridha-Nya tentu akan dapat menghilangkan sifat-sifat tercela yang mungkin timbul pada ahli waris. Misalnya: sifat tamak, iri hati, dengki dan mau menang sendiri. Dengan hilangnya sifat-sifat tercela tersebut, hubungan yang harmonis dan dinamis antara sesama ahli waris dapat terwujud.
5.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TERIMAKASIH