Kegelihan Intelektual Kaum Muda Santri
Istilah Pesantren Global bermula dari keprihatinan atas berbagai kelompok kaum muda santri yang memiliki kepedulian yang sangat insten terhadap pendidikan di tengah komonitas pesantren maupun masyarakat secara umum (Zainuddin, 2009: 130)
Dari faktor lain pula, secara internal pendidika;n terdapat berbagai problem di tengah realitas masyarakat, yang di antaranya:
a. Problem pendidikan semenjak pendidikan kolonial Belanda masuk ke Indonesia secara sadar membangun ‘’mitos’’ (harapan kosong tidak tentu arah) pada kesuksesan. Padahal realitas logika di atas sebagaimana berbenturan dengan realitas pengangguran yang semakin ‘’menyampah’’. Janji dan jaminan bahwa lembaga pendidikan menghasilkan orang sukses, praktis hanya di peruntuhkan pada kelompok mereka yang berduit dan para bangsawan dalam lingkaran elit kolusi dan nepotisme.
b. Problem pendidikan secara internal sebagai komoditas bisnis memenuhi berbagai tuntutan pragmatis, mengesampingkan pembentukan karakter perjuangan dan keberpihakan terhadap problem sosial.
c. Problem pendidikan sebagai instrumen (apparatus) kekuasaan negara , sehingga tidak mempunyai independensi dalam menentukan arah dalam mengawal proses perubahan sosial.
2. Pesantren dalam Posisi’’Marjinal’’
Berangkat dari dimensi historis di atas, terlepas juga dari dinamisasi perkembangan pesantren yang ada. Beberapa indikator yang ada dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pada masa penjajah, eksitensis pesantren dikawatirkan sedemikian rupa,sehingga berbagai produk hukum yang berkenan lembaga pendidikan dan pondok pesantren buatan kaum penjajah menimbulkan kegelisahan di kalangan pesantren.
b. Pada masa reformasi, ada kader santri yang meroket dalam pola perjuangannya sampai menjadi puncak pimpinan nasional ( presiden Abdurrahman Wahid), meskipun hanya 2 tahun dan kemudian dilengserkan akibat banyak kalangan yang tidak sejalan dengan kebijakannya yang cenderung mengangkat arus bawah ( masyarakat kecil), di samping mereka yang memiliki perbedaan visi politiknya. Sebagai akibat ‘’pelengseran’’ itulah, ternyata juga berimbas besar di kalangan santri dan pesantren.
3. Pesantren Antara Sekolah dan Tantangan Global
Mengingat keperpihakan terhadap sistem persekolahan yang tampak sekali oleh para tokoh bangsa ini, maka ada seorang tokoh pendidikan Van Dusen seorang tokoh pendidik justru mengkritik bahwa pendidikan persekolahan telah gagal dalam upaya menjalin kekuatan yang menyatukan falsafah keagamaan dalam orientasi pembelajaran karena timbulnya konflik antara sisi keagamaan di satu pihak dengan sisi sekuler di pihak lain dalam dunia pendidikan sekolahan. Kegagalan itu berakibat pada pembinaan watak anak didik karena sistem pendidikan sekolah lebih mengutamakan aspek pengembangan aspek intelektual daripada pembinaan pribadi (Van Dusen, 2009: 6-7)
Sistem pendidikan pesantren yang masih mempertahankan ‘’tradisi salafiah’’, kini harus berhadapan dengan tantangan global. Jika pesantren salafiyah berdiam diri tidak beranjak untuk melakukan perubahan dan inovasi kurikulum, akibatnya ia akan ditinggalkan masyarakat yang telah menikmati mesin modernisasi. Namun, jika pesantren salafiyah bersedia melakukan berbagai perubahan kurikulum yang sesuai perkembangan zaman, ia akan menjadi alternatif pilihan bagi masyarakat untuk menepatkan anak – anaknya belajar menuntut ilmu pengetahuan tanpa khawatir kehilangan jati diri beriman dan berakhlakul karimah (Sunyoto, 2009: 8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TERIMAKASIH