BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam mengatur ketentuan pembagian waris secara rinci agar tidak terjadi perselisihan antara sesama ahli waris sepeninggal orang yang hartanya diwarisi. Agama Islam menghendaki prinsip adil akan keadilan sebagai salah satu sendi pembinaan masyarakat dapat ditegakkan. Ketentuan tersebut tidak dapat berjalan baik dan efektif tanpa ditunjang oleh tenaga-tenaga ahli yang memahami dan melaksanakan ketentuan-ketentuan tersebut dengan baik.
Untuk itu sangat diperlukan adanya orang-orang yang mempelajari dan mengajarkan kepada masyarakat, dan selanjutnya masyarakat dapat merealisasikannya didalam pembagian warisan. Para ulama berpendapat bahwa mempelajari dan mengajarkan fiqih mawaris adalah wajib kifayah. Artinya kewajibannya apabila telah ada sebagian orang yang telah belajar ilmu faraidh maka gugurlah kewajiban semua orang di daerah tersebut. Tetapi apabila tidak ada seseorang belajar ilmu tersebut maka berdosalah pada daerah tersebut.
Oleh karena itu, dilihat dari satu sisi, mempelajari dan mengajarkan ilmu dapat berubah statusnya menjadi wajib ain, terutama bagi orang-orang yang oleh masyarakat dipandang sebagai pimpinan, terutama pimpinan keagamaan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penyusun berusaha menjabarkan secara rinci betapa pentingnya kedudukan ilmu faraidh di tengah-tengah masyarakat, karena ilmu faraidh itu sebagai bahan dalam menyelesaikan perkara-perkara waris dan sebagai pembentukan hukum rangka memenuhi kebutuhan pembinaan dan pengembangan hukum waris dikalangan masyarakat, agar tidak terjadi persengkataan dan perpecahan antar sesama ahli waris.
Adapun rumusan-rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Apa perinsip dan asas ilmu Faraidh ?
2. Apa keadilan dalam waris ?
C. Tujuan Permasalahan
Dengan pembahasan yang telah diuraikan di atas maka penulis mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut :
1. Sebagai bahan untuk diskusi.
2. Untuk ilmu pengetahuan.
3. Sebagai persyaratan untuk mengikuti Ujian Akhir Kelas VI Madrasah Aliyah Madrasatul Quran.
D. Kegunaan Pembahasan
Disamping yang telah disebut di atas penulis ini juga diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Teoritis
a. Sebagai bahan kajian ilmiah untuk umat Islam
b. Sebagai khasanah keilmuan yang mengkaji tentang pandangan Islam terhadap mawaris.
2. Praktis
Sebagai sumbangan kepada masyarakat dan memberikan informasi tentang pembelajaran ilmu waris.
E. Metode Pembahasan
1. Sumber Data
Kepustakaan, meliputi Al-Quran, Al-Hadits, buku-buku pelajaran serta kitab yang relevan.
2. Teknik Analisa
Setelah data dari beberapa sumber, penulis menganalisa melalui pendekatan normatif dengan pola pikir sebagai berikut.
a. Metode Komperatif : Perbandingan orang dengan lainnya sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.
b. Metode Deduktif : Mengambil suatu kesimpulan dari sebutan umum
F. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan dan pengertian para pembaca perlu dikemukakan sistematika pembahasan dalam karya tulis ini sehingga alur pemukiran pada setiap baba bisa menjadi jelas.adapun sistematika pembahsan dalam karya tulis ini sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan yang memuat beberapa sub pembahasan antara lain : Latar belakang masalah, Rumusan masalah, tujuan pembahasan, kegunaan pembahasan, metode pembahasan dan sistematika pembahasan.
Bab II : Bab dua pada perinsipnya berkisar tentang hukum waris Islam yang terdiri dari definisi ilmu waris, macam-macam ahli waris, kewajiban sebelum harta diwaris, halangan mewaris, sebab-sebab mewaris dan asas-asas kewarisan.
Bab III : Konsep keadilan dalam Islam yang meliputi definisi dan dasar keadilan, keadilan dan sistem waris islam.
Bab IV : Penutup di dalamnya berisikan tentang kesimpulan, saran-saran, riwayat penulis dan daftar pustaka.
BAB II
HUKUM WARIS ISLAM
A. Devinisi Ilmu Waris
Lafad Al-Faraidh ( الفرائض ), sebagai jamak dari faidha ( فريضة ) oleh ulama, Faradhiyun diartikan semakna dengan lafaz mafrudha ( مفروضة ) yakni bagian yang telah dipastikan atau ditentukan kadarnya. Diartikan demikian, karena saham-saham ( bagian-bagian yang telah dipastikan kadarnya dapat mengalahkan saham-saham yang belum dipastikan kadarnya.
Lafaz al-Mawaris ( الموارس ) merupakan jamak dari mirats ( ميراث ) maksudnya adalah :
التركة التي خلفها الميت وورثها غيره
Artinya : Harta peninggalan yang ditinggalkan oleh si mati dan diwarisi oleh yang lainnya (ahli waris)
Hasbi Ash-Shiddieqy mendefinisikan sebagai berikut :
علم يعرف به من يرث ومن لا يرث ومقدار كل وارث وكيفية التوزيع
Artinya : Ilmu yang mempelajari tetang siapa yang mendapatkan warisan dan siapa yang tidak mendapatkannya. Kadar yang diterima oleh tiap-tiap ahli waris dan cara pembagiaannya.
Dari definisi-definisi di atas, dapatlah dipahami bahwa ilmu faraidh atau fiqh mawaris adalah ilmu yang membicarakan hal ihwal pemindahan harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada yang masih hidup, baik mengenai harta yang ditinggalkannya, orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan tersebut, bagian masing-masing ahli waris, maupun cara penyelesaian pembagian harta peninggalan itu.
B. Macam-Macam Ahli Waris
Macam-mcam ahli waris dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. waris sababiyah yaitu : orang yang berhak menerima harta waris karena adanya hubungan perkawinan yang sah dan masih berjalan (tidak bercerai) pada saat suami atau istri meninggal dunia.
2. Waris nasabiyah yaitu : orang yang berhak menerima harta waris karena ada hubungan nasab dengan orang yang meninggal dunia.
3. Ahli waris menurut jenis kelamin laki-laki.
4. Ahli waris menurut jenis kelamin Perempuan.
5. Ahli waris ashabul furud yaitu : ahli waris yang memperoleh bagian tertentu (al-Furud Almuqaddarah) dari harta waris seperti 2/3, ½ , 1/3, ¼ , 1/6, dan 1/8.
6. Ahli waris ashabah yaitu ahli waris yang dalam menerima harta peninggalan setelah dibagikan terlebih dahulu kepada ahli waris ashub al Furud.
7. Ahli waris dhawil arham yaitu orang yang ada hubungan kerabat dengan meninggal dunia. Tetapi tidak termasuk ashub al Furud dan tidak juga termasuk ahli waris ashabah.
C. Kewajiban sebelum harta diwaris
Kewajiban sebelum pembagian waris ada hal-hal yang harus dilakukan sebelum harta diwaris dibagi adalah sebagai berikut :
a) Pertama membiayai penyelenggaraan jenaza mulai dari pengafanan sampai penguburan. Golongan Haradila mewajibkan ahli waris agar lebih dahulu mengeluarkan utang si mati, sedangkan menurut jumhur (kebanyakan) ulama, dalam hal ini ulama dari Mazhab Maliki, Syafi’i, Hanafi ahli waris lebih dahulu membayar utang si mayit dari pengeluaran biaya penyelenggaraan jenazah. Mereka berpendapat bahwa jenazah jangan dulu dikebumikan sebelum utang-utangnya lunas lebih dahulu.
b) Kedua membayar utang si mati. Utang itu ada dua macam yaitu utang kepada manusia dan utang kepada Allah Swt. seperti zakat, kafarat, dan nadzar, menurut dari mazhab Syafi’i, utang kepada Allah Swt harus lebih didahulukan dibayarkan dari pada utang kepada manusia yang diambil dari harta peninggalan di mati. Sedangkan menurut ulama dari mazhab hanafi, utang kepada Allah Swt harus dibayar terlebih dahulu, tetapi tidak harus diambil dari hata peniggalan si mati melainkan kemudian ahli waris membayarkan dari harta mereka.
c) Ketiga membayar wasiat si mati dengan syarat tidak boleh melebihi sepertiga harta peninggalan. Hal ini didasari firman Allah Swt dalam surat An-nisa’ ayat.11. pembagian-pembagian di atas sudah dibayar utangnya dalam hadits dari Sa’ad bin Abi Waqqos (salah seorang sahabat Nabi Saw yang dijanjikan masuk surga) yang memberitahukan bahwa Rasulullah Saw melarang berwasiat lebih dari sepertiga harta peninggalan karena dikhawatirkan keluarganya jatuh miskin.
D. Penghalang Mewaris
1. Menurut Hukum Islam
Ada bermacam-macam penghalang seseorang menerima warisan antara lain :
a. Perbudakan
1) Seseorang budak dipandang tidak cukup menguasai harta benda.
2) Status keluarga terhadap kerabat-kerabatnya sudah putus karena ia menjadi keluarga asing.
ضرب الله مثلا عبدا مملوكا لا يقدر على شيئ ومن رزقناه منا رزقا حسنا فهو ينفق منه سرا وجهرا هل يستوون الحمد لله بل اكثرهم لايعلمون ( النحل : 75)
Artinya : Allah Swt membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang kami beri rizki yang baik dari kamu lalu dia menafkahkan sebagian dari rizki itu secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama ? segala puji hanya bagi Allah Swt. tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui (QS. An-Nahl : 75)
b. Karena Pembunuhan
Abu Hurairah ra menyampaikan sabda Rasulullah Saw bahwa si pembunuh tidak tidak mewarisi dari pewaris yang dibunuh (Hadits Riwayat At-Turmudzi dan Ibnu Majah) tidak hak bagi si pembunuh mempusakai sedikitpun (tidak menerima warisan) berarti yang membunuh pewaris tidak berhak menerima warisan (Rawahu an-Nasa’i).
Umar bin Syu’aib berkata bahwa ayahnya mendengar dari datuknya dan datuknya mendengar dari Rasulullah Saw bahwa si pembunuh tidak mewarisi apapun juga (diriwayatkan Abu Daud dari Nail-Awtar.
c. Karena Berlainan Agama’
Al-Quran surat al-Baqarah ayat.221
ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمن ولأمة مؤ منة خير من مشركة ولو اعجبتكم ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو اعجبتكم اولئك يدعون الى النار والله يدعوا الى الجنة والمغفرة بإذنه ويبين اياته للناس لعلهم يتذكرون ( البقرة : 221)
Artinya : Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita muyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menark hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah Swt mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya dan Allah Swt menerangkan ayat-ayatnya (perintah-perintahnya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah : 221)
Bahwa orang-orang Islam tidak dapat mewarisi harta peninggalan orang kafir dan orang non muslim tidak dapat mewarisi orang Islam.
d. Karena Murtad
Berdasarkan hadits Rasul Rawahu Abu Bardah, menceritakan bahwa saya telah diutus oleh Rasulullah Saw kepada seseorang laki-laki yang kawin dengan istri bapaknya. Rasulullah Saw menyuruh supaya dibunuh laki-laki tersebut dan membagi hartanya sebagai harta rampasan karena Ia murtad (berpaling dari agama Islam)
e. Karena hilang tanpa Berita
Karena seseorang hilang tanpa berita tak tentu dimana alamat dan tempat tinggalnya selama 4 tahun atau lebih, maka orang tersebut dianggap mati karena hukum (mati hukmy) dengan sendirinya tidak mewaris (mafqud) menyatakan mati tersebut harus dengan putusan hakim.
2. Menurut Hukum Undang-Undang Hukum Perdata
Sesuai menurut pasal 838 kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dan karenanya dikecualikan dari pewarisan ialah.
a) Mereka yang dengan putusan hakim dihukum karena dipersalahkan telah membunuh, atau mencoba membunuh si yang meninggal.
b) Mereka yang dengan putusan hakin pernah disalahkan karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap pada si yang meninggal, ialah suatu pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang tercantum dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat.
c) Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya.
d) Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat yang meninggal.
E. Sebab-Sebab Mawaris
1. Sebab-sebab nasab
Kekeluargaan ialah hubungan asab antar orang yang mewariskan dengan orang yang mewarisi yang disebabkan oleh kelahiran. Kekeluargaan itu merupakan sebab memperoleh hak mempusakai yang terkuat, karena kekerabatan termasuk unsur caussaliteit yaitu adanya seseorang yang tidak dapat dihilangkan dalilnya seperti yang terdapat dalam surat An-Nisa’; 7.
للرجال نصيب مما ترك الوالدين والاقربون وللنساء نصيب مما ترك الوالدان والاقربون مما قل منه او كثور نصيبا مفروضا ( النساء : 7)
artinya : Bagi orang-orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dan harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikitatau banyak menurut bagian yang telah ditentukan (QS. An-Nisa’.7)
2. Sebab perkawinan
Perkawinan yang sah menurut syariat merupakan ikatan yang mempertemukan ikatan seorang laki-laki dengan seorang wanita, selama ikatan perkawinan titu masih abadi. Oleh karena itu sangat adil bila Allah Swt memberikan bagian tertentu bagi suami sebagai imbalan pengorbanan dan jerih payanya bila istri mati dengan meninggalkan harta pusaka. Demikian juga sang istri sebagai kawan hidup yang sama-sama merasakan suka dukanya hidup berumah tangga bahkan tidak sedikit ikut berkorban membantu suaminya dan bekerja untuk menambah keberhasilannya. Maka adillah kiranya kalau istri diberi bagian yang pasti dari peninggalan harta suaminya.
3. Sebab Wala’
Walak ialah kekerabatan yang dihasilkan oleh membebaskan budak yang disebut wala’ul ‘athaq atau yang dihasilkan karena perwalian (perjanjian) yang disebut wala’ul muwala yaitu aqhat antara dua orang yang salah seorang diantara mereka tidak mempunyai ahli waris nasab (kekeluargaan) kemudian berkata kepada seorang lainnya : Engklau adalah tuanku, engkau adalah waliku mewarisi wartaku apabila aku mati, menanggung bebanku apabila aku melakukan tindak pidana atau bayar diyat apabila aku terkena pidana kesalahan karena pembunuhan atau yang lainnya. Dan akad tersebut menjadi kesepakatan para pihak yang berjanji yang menjadi dasar wala’ adalah :
الولاء لحمة كلحمة النسب (رواه ابى حبان والحاكم)
Walak mempunyai bagian sebagaimana kerabat mempunyai bagian (HR. Ibnu Hiban dan hakim)
F. Azas-azas Kewarisan
Pertama azas Ijbari
Dalam hukum Islam peralihan harta seseorang yang telah meningal dunia kepada yang masih hidup berlaku dengan sendirinya yang dalam pengertian hukum Islam berlaku secara ijbari
Kedua Azas bilateral
Azas bilateral dalam hukum kewarisan Islam berarti bahwa seseorang menerima warisan dari kedua belah pihak kerabat yaitu kerabat / keturunan perempuan (ouder-rechtteerlijke). Azas ini secara nyata dapat dilihat dari firman Allah Swt dalam Al-Quran an-Nisa’. 7 :
للرجال نصيب مما ترك الوالدين والاقربون وللنساء نصيب مما ترك الوالدان والاقربون مما قل منه او كثور نصيبا مفروضا ( النساء : 7)
Artinya : Bagi orang-orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dan harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikitatau banyak menurut bagian yang telah ditentukan (QS. An-Nisa’.7)
Ketiga Azas Individual
Azas Individual artinya ialah dalam sistim hukum kewarisan Islam harta peninggalan yang ditinggal mati oleh si yang meninggal dunia dibagi secara individual secara pribadi langsung kepada masing-masing . Jadi bukan azas kolektif seperti dianut dalam sistim hukum adat di Minangkabau, bahwa harta pusaka tinggi itu diwarisi bersama-sama oleh klan atau suku dari garis pihak ibu. Pembagian secara individual ini didasarkan kepada ketentuan bahwa setiap insan sebagai pribadi mempunyai kemampuan untuk menerima hak dan menjalankan kewajiban yang dalam istila ushul fiqh disebut “‘ahyar al wujub” (ahliyatu wujub)
Keempat Azas Keadilan berimbang
Semua bentuk hubungan keperdataan berazas adil dan seimbang dalam hak dan kewajiban untung serta rugi (resiko). Hubungan keperdataan yang menyandang unsur penganiyaan, penindasan, keadilan, dan penipuan tidak dibenarkan.
Kelima Azas Kewarisan Semata akibat kematian
Hukum kewariasan Islam menetapkan bahwa peralihan harta peninggalan seseorang pada orang lain dengan nama KEWARISAN berlaku sesudah meninggalnya yang mempunyai harta.
Azas kewarisan sebagai akibat kematian dapat di kaji dari penggunaan kata-kata WARASA dalam ayat-ayat Al-Quran :
………… فإن لم يكن له ولد وورثه ابواه فلأمه الثلث ………
Artinya : ……. Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga ……
BAB III
KONSEP KEADILAN DALAM WARIS
A. Definisi dan Dasar Keadilan
1. Definisi keadilan
Kata keadilan yang kita pakai dalam bahasa Indonesia berasal dari kata arab Al-‘Adl yang berarti keadaan yang terdapat dalam jiwa seseorang yang membuatnya menjadi lurus. Orang yang adil adalah orang yang tidak dipengaruhi hawa nafsunya sehingga ia tidak menyimpang dari jalan lurus dan dengan demikian bersikap adil. Oleh karena itu Al-‘Adl mengandung arti menentukan hukum dengan benar dan adil. Kata itu juga berarti mempertahankan hak yang benar. Kata kerja ‘adala berarti meluruskan seperti letaknya perkakas rumah. Kata ‘adala selanjutnya mengandung arti menyelesaikan masalah umpamanya menyelesaikan permusuhan antara dua orang yang bertikai. Melihat kepada arti aslinya tidak mengherankan kalau kata al-‘adl dihubungkan dengan timbangan yang lurus secara horisontal yaitu timbangan yang keduanya tidak berat sebelah. Kata al-‘adl lebih lanjut berarti yang sempurna atau yang sama, dan juga berarti seimbang :
2. Dasar-daras Keadilan
وان خفتم الا تقسطوا فى اليتامى فانكحوا ماطاب لكم من النساء مثنى وثلث ورباع فإن خفتم الا تعدلوا فواحدة اوماملكت ايمانكم ذلك ادنى الا تعولوا (النساء : 3)
Artinya : Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bila mana kamu mengawininya) maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi dua, tiga, atau empat, kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. An-Nisa’ :3)
ياايها الذين امنوا كونوا قوامين لله شهداء باالقسط ولا يجرمنكم شنأن قوم على الا تعدلوا اعدلوا هو اقرب للتقوى واتقوالله ان الله خبير بما تعملون (المائدة : 8)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang salalu menegakkan (kebenaran) karena Allah Swt, menjadi saksi dengan adil. Dan jangan sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada taqwa, dan bertaqwalah kepada Allah Swt, sesungguhnya Allah Swt Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Maidah :8).
وممن خلقنا امة يهدون بالحق وبه يعدلون ( الاعرف : 181)
Artinya : Dan diantara orang-orang yang kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan haq, dan dengan yang haq itu (pula) mereka menjalankan keadilan (QS. Al-A’raaf : 181)
B. Keadilan dalam Sistem Waris Islam
Tersebut dalam surat an-Nisa’ ayat 11 bagian seorang laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan hal ini dapat dijawab bahwa syari’at Islam telah membedakan keduanya dalam soal warisan, karena adanya beberapa hikmah (rahasia) yang disebutkan sebagai berikut :
1. Bahwa orang perempuan itu biaya hidup dan keperluannya telah tercukupi sebab nafkahnya menjadi kewajiban anaknya atau bapaknya atau saudara laki-lakinya atau kerabat lainnya.
2. Orang perempuan tidak dibebani untuk memberi nafkah kepada siapapun. Hal ini berbeda dengan orang-orang laki-laki, dimana ia dibebani untuk memberikan nafkah kepada keluarga dan kerabat orang lain yang menjadi kewajibannya untuk memberikan nafkah kepada nya.
3. Nafkah orang laki-laki lebih banyak (dari pada orang perempuan), dan kewajiban yang berkaitan dengan harta lebih besar, maka keperluannya terhadap harta tentu lebih besar, dari pada keperluan orang perempuan.
4. Orang laki-laki berkewajiban memberikan maskawin kepada istrinya dan juga dibebani untuk memberikan biaya, tempat tinggal dan ongkos makan serta pakaian kepada istri dan anak-anaknya.
5. Ongkos mengajar anak, ongkos pengobatan istri dan anak diserahkan kepada orang laki-laki, bukan pada orang perempuan.
Dengan demikian, prinsip pokok Islam adalah persamaan, keadilan dan persaudaraan yang nyata, seorang perempuan mendapat separoh bagian laki-laki dari hawta warisan yang diterimanya. Hal ini tanpaknya tidak mengenal persamaan, akan tetapi justru ini hakikatnya ialah persamaan yang sebenarnya. Karena dalam Islam laki-laki mempunyai tanggung jawab keuangan yang lebih banyak dari perempuan, suami adalah seseorang yang punya tanggung jawab kauangan atas istri dan anak-anaknya, maka adillah jika ia diberi bagian harta pusaka yang lebih banyak dari pada perempuan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas maka penulis dapat mengambil kesimpulan diantaranya :
1. Ilmu Mawaris ialah ilmu yang membebicarakan hal ihwal pemindahan harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada yang masih hidup, baik mengenai harta yang ditinggalkan dan orang-orang yang yang berhak menerima harta peninggalan tersebut.
2. Di dalam ilmu mawaris seseorang akan mendapatkan harta warisan, dari harta yang ditinggalkan oleh si mayit diantaranya adalah
a. Sebab Nasab
b. Sebab Perkawinan
c. Sabab wala’
3. Seseorang tidak mendapatkan harta waris (terhalang) dari harta yang ditinggalkan si mayit dikarenakan :
1. Sebab Budak
2. Sebab pembunuhan
3. Karena berlainan agama
4. Karena murtad
5. Karena hilang tanpa berita.
B. Saran-saran
Dengan terselesainya karya tulis ini, penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. Hendaklah para santri dapat memahami tentang ilmu kewarisan.
2. Hendaklah para bapak guru mengajarkan ilmu-ilmu tentang kewarisan kepada santri.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Al-Karim, PN. Mubarakatan Thayyibatan, Kudus.
A. Junaidi Hidayat, H, S.H, S.Ag., Fiqih MA kelas. 3.
Depatemen Agama RI, Fiqih MA Cawu I, Jakarta, 2000.
Dewan Redaksi Enseklopedi Islam, Enseklopedi Islam, jilid. 5, Jakarta, 1994.
Idris Ramulyo, Dr. M. SH., Perbandingan Hukum Kewarisan Islam, Pedoman Ilmu Jaya, cet.I, Jakarta, 1992.
Suparman Usman, Drs. H. SH. dan Yusuf Somawinata, Fiqih Mawaris, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TERIMAKASIH