PENDAHULUAN
Agama adalah suatu pondasi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dengan beragama, disitu akan terdapat konteks dimana saling terjadi suatu koneksi antara Manusia dengan Tuhannya, ataupun sebaliknya. Dengan beragama juga, manusia senantiasa dapat mengatur pola hidup Pribadinya, dan juga diantara Masyarakat luas. Mentalitas manusia senantiasa ditata oleh agama, dimana orang yang lebih beriman kepada Tuhan, jelaslah dalam hidupnya akan lebih tenang dalam melakukan sesuatu ataupun tindakan. Sebenarnya usia bukan pengaruh untuk mengukur suatu keimanan seseorang, karena Tuhan tidak memandang suatu perbedaan yang ada pada manusia tersebut, kecuali Rasa Iman dan Taqwa orang tersebut. Tetapi justru yang aneh adalah kadang manusia berfikiran “Ah, mumpung masih muda, taubatnya ntar aja kalo udah tua, waktunya seneng-seneng dimasa muda !!!”. Justru disinilah suatu kebobrokan terjadi. Generasi muda seakan mereka tidak terbebani masalah ukhrowi, dan biasanya setelah beranjak dewasa, barulah akan mengerti dan memikirkan masalah ukhrowi tersebut. Dan manusia biasanya benar-benar akan ” bertaubat “ apabila menginjak usia lanjut. Mungkin karena faktor dari dorongan jiwanya sendiri, ataupun “ takut akan siksa di alam sana “, tapi itulah yang terjadi dimasyarakat sekarang ini.
Dalam makalah ini, kami mencoba menguraikan suatu fenomena yang terjadi didalam pribadi masing-masing, disetiap manusia dimasa hidup di dunia.
Sikap keberagamaan pada orang dewasa memiliki perspektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu, sikap keberagamaan ini umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengartian dan perluasan pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya. Beragama, bagi orang dewasa sudah merupakan sikap hidup dan bukan sekedar ikut-ikutan. Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai perkembangan jiwa beragama pada masa dewasa.
PEMBAHASAN
A. PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN ORANG DEWASA
I. Pengertian Dewasa dan Ciri-ciri Kedewasaan
Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka; Saya hidup dan saya tahu untuk apa, menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa nilai-nilai yang yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya. Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian
a. Masa dewasa awal (masa dewasa dini/young adult)
Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi social, priode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40 tahun.
b. Masa dewasa madya (middle adulthood)
Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur empat puluh sampai enam puluh tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan social antara lain; masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu priode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan social.
c. Masa usia lanjut (masa tua/older adult)
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosialnya adalah sebagai berikut; perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, peruban kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi psikologis, perubahan dalam system syaraf, perubahan penampilan.
II. Ciri- Ciri Sikap Keberagamaan Pada Masa Dewasa
Sejalan dengan tingkatperkembanagan usianya, sikap keberagamaan pada orang dewasa mempunyai ciri- ciri sebagai berikut:
• Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut- ikutan.
• Cenderung bersifat realis, sehingga norma- norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
• Bersikap positif terhadap ajaran dan norma- norma agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
• Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
• Bersikap lebih kritis tehadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran dan hati nurani.
• Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe- tipe kepribadian masing- masing.
• Terlihat adanya hubungan antara sikap dan keberagamaan dengan kehidupan sosial.
B. Perkembangan Beragama Pada Orang Dewasa
Sebagai akhir dari masa remaja adalah masa adolesen, walaupun ada juga yang memasukkan masa adolesen ini kepada masa dewasa namun demikian dapat disebut bahwa masa adolesen adalah menginjak dewasa yang mereka mempunyai sikap pada umumnya
1. Menentukan pribadinya
Yaitu, bahwa ia mulai menyadari kemampuanya, kelebihannya dan kekuranganya sendiri. mulai dapat menempatkan diri ditengah masyarakat dengan jalan menyesuaikan diri dengan masyarakat, tetapi tiada tenggelam didalam masyarakat.
2. Menentukan cita-citanya
Yang dimaksud adalah bahwa sebagai kelanjutan dari pada kemampuanya, menyadari kelebihanya itu sebagai himpunan kekuatan yang dipergunakan sebagai sarana untuk kehidupan selanjutnya, agar dengan sarana itu ia tidak akan kehilangan haknya untuk ikut serta bersama-sama dengan anggota masyarakat yang lain untuk mengelola isi ala mini untuk kehidupanya.
3. Menggariskan jalan hidupnya
Maksudnya ialah bahwa jalan yang akan dilalaui di dalm perjuanganya mencapai cita-cita.
4. Bertanggung jawab
Bahwa ia telah mnengerti tentang perbedaan antara yang benar dan yang salah. Bila pada suatu ketika bahwa ia berbuat salah, serta ia menyadari akan kesalahanya itu, maka ia harus secepatnya berhenti dari kesalahan itu dan akan segera kembali ke jalan yang semestinya.
5. Menghimpun norma-norma sendiri
a. Ia telah mulai dapat menentukan sendiri hal-hal yang berguna, dan menunjang usahanya untuk mencapai cita-citanya itu, sejauh norma-norma itu tidak bertentangan dengan apa yang menjadi tuntutan masyarakatnya, negara, dan bangsa pada umumnya.
b. Sikap-sikap diatas merupakan sikap yang mengawali masa dewasa dalam perkembangan selanjutnya seseorang telah menunjukkan kematangan jasmani dan rohaninya, sudah memiliki keyakinan dan pendirian yang tetap serta perasaan sosial sudah berkembang. Tanggungjawab individu, sosial dan susila sudah mulai tampak dan ia sudah mampu berdiri sendiri.Kesetabilan dalam pandangan hidup beragama dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukanlah kesetabilan yang statis. melainkan kesetabilan yang dinamis, dimana pada suatu ketika ia mengenal juga adanya perubahan-perubahan. adanya perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada.Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki persepektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. selain itu tinghkah laku itu umumnya juga dilandasi oleh pendealaman pengertian dan keluasan pemahaman dtentang ajran agama yang di anutnya. Beragama bagi orang dewasa sudah merupakan bagian dari komitmen hidupnya dan bukan sekedar ikut-ikutan
Menurut Jalaluddin, gambaran dan cerminan tingkah laku keagamaan orang dewasa dapat pula di lihat dari sikap keagamaanya yang memiliki ciri-ciri antara lain:
a. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan secara ikut-ikutan
b. Bersifat cenderung realis, sehingga norma-norma Agama lebih banyak di aplikasikan dalam sikap dan tingkah laku
c. Bersikap positifthingking terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha mempelajari dan pehaman agama
d. Tingkat ketaatan agama, berdasarkan atas pertimbangan dan tanggungjawab diri sehingga sikap keberagamaan merupakan realisasi diri dari sikap hidup
e. Bersikap yang lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas
f. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain di dasarkan atas pertimbangan pikiran juga di dasarkan atas pertimbangan hati nurani
g. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terikat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami, serta melaksanakan ajaran agama yang di yakininya
h. Terlihat hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentigan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang
I. Karakteristik Sikap Keberagamaan Pada Masa Dewasa
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki ciri sebagai berikut
1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2. Cenderung bersifat realitas, sehinggga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
5. Bersikap lebih terbuaka dan wawasan yang lebih luas.
6. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
7. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8. Terlihat adanya hubungan antar sikap keberagamaan dengan kehidupan social, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.
II. Masalah-masalah Keberagamaan Pada Masa Dewasa
Seorang ahli psikologi Lewis Sherril, membagi masalah-masalah keberagamaan pada masa dewasa sebagai berikut;
a. Masa dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambildengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.
b. Masa dewasa tengah, masalah sentaral pada masa ini adalah mencapai pandangan hidup yang matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam membuat keputusan secara konsisten.
c. Masa dewasa akhir, ciri utamanya adalah ˜pasraha”. Pada masa ini, minat dan kegiatan kurang beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan lebih berpusat pada hal-hal yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia tua.
C. PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN ORANG USIA LANJUT
1. Agama Pada Usia Lanjut
Proses perkembangan manusia setelah dilahirkan secara fisiologis semakin lama menjadi lebih tua. Dengan bertambahnya usia, maka jaringan- jaringan dan sel- sel menjadi tua, sebagian regenerasi dan sebagian yang lain akan mati. Usia lanjut ini, biasanya dimulai pada usia 65 tahun. Pada usia lanjut ini, biasanya akan mengahadapi berbagai persoalan. Persoalan pertama adalah penurunan kemampuan fisik hingga kekuatan fisik berkurang, aktivitas menurun, sering mengalami gangguan kesehatan yang menyebebkan mereka kehilangan semangat. Pengaruh dari semua itu, mereka yang berada dalam usia lanjut merasa dirinya sudah tidak berharga lagi
2. Ciri- Ciri Keagamaan Pada Usia Lanjut
Secara garis besar ciri- ciri keberagamaan di usia lanjut adalah:
1. Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan.
2. Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.
3. Mulai muncul pengakuan terhadap relitas tentang kehidupan akherat secara lebih sungguh- sungguh.
4. Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antara sesama manusia serta sifat- sifat luhur.
5. imbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya.
6. Perasaan takut pada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya ehidupan abadi (akherat).
3. Kematangan Beragama
Kematangan atau kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya.
Pada dasarnya terdapat dua factor yang menyebabkan adanya hambatan:
1. Faktor Dari Dalam Diri Sendiri
Faktor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua: kapasitas diri dan pengalaman. Kapasitas ini berupa kemampuan ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran- ajaran itu telihat perbedaanya antara seseorang yang berkemampuan dan kurang berkemampuan. Bagi mereka yang mampu menerima dengan rasionya, akan menghayati dan kemudian mengemalkan ajaran- ajaran agama tersebut dengan baik, penuh keyakinan dan argumentatif, walaupun apa yang harus ia lakukan itu berbeda dengan tradisi yang mungkin sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat.
Sedangkan faktor pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka akan semakin mantap dan stabil dalam melakukan aktivitas keagamaan. Namun, bagi mereeka yang mempunyai pengalaman sedikit dan sempit, ia akan mengalami berbagai macam kesulitan dan akan selalu dihadapkan pada hambatan-hambatan untuk dapat mengerjakan ajaran agama secara mantap.
2. Faktor Luar
Yang dimaksud dengan faktor luar, yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang. Faktor- faktor tersebut antara lain tradisi agama atau pendidikan yang diterima.Berkaitan dengan sikap keberagamaan,William Starbuck sebagaimana dipaparkan kembali oleh William James, mengemukakan dua buah faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan seseorang, yaitu:
1. Faktor intern, terdiri dari:
a. Temperamen
Tingkah laku yang didasarkan pada temperamen tertentu memegang peranan penting dalam sikap beragama seseorang.
b. Gangguan jiwa
Orang yang menderita gangguan jiwa menunjukkan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya.
c. Konflik dan keraguan
Konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama, seperti taat, fanatic, agnotis maupun ateis.
d. Jauh dari tuhan
Orang yang hidupnya jauh dari tuhan akan merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan hidup, terutama saat menghadapi musibah.
2. Faktor ekstern yang mempengaruhi sikap keagamaan secara mendadak adalah:
a. Musibah
Seringkali musibah yang sangat serius dapat mengguncangkan seseorang, dan kegoncangan tersebut seringkali memunculkan kesadaran keberagamaannya. Mereka merasa mendapatkan peringatan dari tuhan.
b. Kejahatan
Mereka yang hidup dalam lembah hitam umumnya mengalami guncangan batin dan rasa berdosa. Perasaan tersebut mereka tutupi dengan perbuatan yang bersifat kompensatif, seperti melupakan sejenak dengan berfoya- foya dan sebagainya. Tidak jarang pula melakukan pelampiasan dengan tindakan brutal, pemarah dan sebagainya.
Adapun ciri- ciri orang yang sehat jiwanya dalam menjalankan agama antara lain:
1. Optimisme dan gembira.
2. Ekstrovert dan tidak mendalam.
3. Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal.
D. Hambatan-Hambatan Dalam Perkembangan Serta Kematangan Beragama
Perkembangan keagamaan seseorang agar tercapai pada tingkat kematangan beragama dibutuhkan suatu proses yang sangat panjang. Proses tersebut, boleh jadi karena melalui proses konversi agama pada diri seseorang atau karena bersamaan dengan kematangan kepribadiannya. Seringkali seseorang menemukan dirinya mempunyai pemahaman yang baik akan kemantapan keagamaan hingga ia dewasa atau matang dalam beragama, hal tersebut adalah hasil dari konversi. Sedangkan dengan perkembangan kepribadian seseorang apabila sudah mencapai pada tingkat kedewasaan, maka akan ditandai degnan kematangan jasmani dan rohani. Pada tahap kedewasaan awal telihat krisis psikologis yang dialami, oleh karena adanya pertentangan antara kecenderungan untuk mengeratkan hubungan dengan kecenderungan untuk mengisolasi diri. Terlihat kecenderungan untuk berbagi perasaan, bertukar pikiran dan memecahkan berbagai problem kehidupan denggan orang lain. Mereka yang sudah menginjak pada umur sekitar 25-40 tahun memiliki kecenderungan besar untuk hidup berumah tangga, kehidupan sosial yang lebih luas serta memikirkan masalah-masalah agama yang sejalan dengan latar belakang kehidupannya. Kematangan atau kecenderungan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena manganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya. Mengenai kehidupan keagamaan pada usia lanjut ini, William james menyatakan bahwa umur keagamaan yang sangat luar biasa tampaknya justru terdapat pada usia itu, ketika gejolak kehidupan seksual sudah berakhir. Tetapi menurut Robert Thoules, dari hasil temuan Gofer, memang menunjukkan bahwa kegiatan orang yang belum berumah tangga sedikit lebih banyak dari mereka yang telah berumah tangga, sedangkan kegiatan keagamaan orang yang sudah bercerai jauh lebih banyak dari keduanya. Menurut Thoules hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan keagamaan berkorelasi terbaik dengan tingkat pemenuhan seksual sebagai sesuatu yang diharapkan bila penyimpangan seksual itu benar-banar merupakan salah satu faktor yang mendorong di balik prilaku keagamaan itu. Yang paling mencolok adalah kecenderungan emosi keagamaan yang diekspresikan dalam bahasa cinta manusia. Jika kematangan beragama telah ada pada diri seseorang, segala perbuatan dan tingkah laku keagamaan senantiasa dipertimbangkan betul-betul dan dibina atas rasa tanggung jawab, bukan atas dasar peniruan dan sekedar ikut-ikutan saja.
Dalam rangka menuju kematangan beragama terdapat beberapa hambatan. Dan pada dasarnya terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya hambatan tersebut, di antaranya adalah:
1. Faktor diri sendiri
Faktor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua yang menonjol di antaranya kepasitas diri dan pengalaman.
a. Kapasitas diri ini berupa kemampuan ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran-ajaran itu terlihat perbedaanna antara seseorang yang berkemampuan dan kurang berkemampuan. Sejarah menunjukkan bahwa makin banyak pengetahuan diperoleh, makin sedikit kepercayaan agama mengendalikan kehidupan.
b. Sedangkan faktor pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka akan semakin mantap dan stabil dalam mengerjakan aktifitas keagamaan. Namun bagi mereka yang mempuynai pengalaman sedikit dan sempit, ia akan mengalami berbagai macam kesulitan dan akan selalu dihadapkan pada hambatan-hambatan untuk dapat mengerjakan ajaran agama secara mantap dan stabil.
2. Faktor luar (lingkungan)
Faktor luar yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang, malah justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dan apa yang telah ada. Faktor tersebut antara lain tradisi agama atau pendidikan yang diterima.
Hal ini sebagai landasan membuat kebiasaan baru yang lebih stabil dan bisa dipertanggungjawabkan serta memiliki kedewasaan dalam beragama. Berkaitan dengan sikap keberagamaan, William Starbuck, sebagaimana dipaparkan kembali oleh William James, mangemukakan dua buah faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan seseorang, yaitu:
a. Faktor interen, tediri dari;
Temperamen; tingkah laku yang didasarkan pada temperamen tertentu memegang peranan penting dalam sikap beragama seseorang.
Gangguan jiwa; orang ang menderita gangguan jiwa menunjukkan kelainan dalam sikap dan tungkah lakunya.
Konflik dan keraguan; konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama, seperti taat, fanatik, agnotis, maupun ateis.
Jauh dari tuhan; orang yang hidupna jauh dari Tuhan akan merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan hidup, terutama saat manghadapi musibah.
Adapun ciri-ciri mereka yang mengalami kelainan kejiwaan dalam beragama sebagai berikut:
a. pesimis
b. introvert
c. menyenangi paham yang otodoks
d. mengalami proses keagamaan secara graduasi
e. Faktor ekstern yang mempengaruhi sikap keagamaan secara mendadak adalah:
f. Musibah; sering kali musibah yang sangat serius dapat mengguncang seseorang, dan kegoncangan tersebut seringkali memunculkan kesadaran, khususnya kesadaran keberagamaan.
Kejahatan; mereka yang hidup dalam lembah hitam umumnya mengalami guncangan batin dan rasa berdosa. Sering pula perasaan yang fitrah menghantui dirinya, yang kemudian membuka kesadarannya untuk bertobat, yang pada akhirnya akan menjadi penganut agama yang taat dan fanatik. Adapun cirri-ciri orang yang sehat jiwanya dalam menjalankan agama antara lain:
1. optimisme dan gembira
2. ekstrovert dan tidak mendalam
3. menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal.
Pengaruh kepribadian yang ekstrovert, maka mereka cenderung:
a. Menyenangi teologi yang luas dan tidak kaku
b. Menunjukkan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas.
c. Menekankan cinta kasih dari pada kemurkaan dan dosa.
d. Memplopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara sosial.
e. Tidak menyenangi implikasi penebusan dosa dan kehidupan kebiaraan.
f. Bersifat liberal dalam menafsirkan pengertian ajaran agama.
g. Selalu berpandangan positif.
h. Berkembang secara graduasi.
KESIMPULAN
Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi, kebutuhan manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbagan manusia dilandasi kepercayan beragama. sikap orang dewasa dalam beragama sangat menonjol jika, kebutuaan akan beragama tertanam dalam dirinya.
Kesetabilan hidup seseorang dalam beragama dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukanlah kesetabilan yang statis. adanya perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada. Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki persepektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Beragama bagi orang dewasa sudah merupakan bagian dari komitmen hidupnya dan bukan sekedar ikut-ikutan.
Namun, masih banyak lagi yang menjadi kendala kesempurnaan orang dewasa dalam beragama. kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya.
Daftar Pustaka
- Audifax, Posisi Psikologi Diantara Sistem Pemikiran Animisme, Agama, dan Ilmiah, http://radioliner.net.tc/ 11 Aug 2005.
- Jalaluddin, Psikologi Agama revisi ketiga, PT. Raja Grafindo Persaada, Jakarta 2005.
- Rakhmat Jalaluddin, psikologi agama, PT. Mizan pustaka, bandung 2005.
- Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, Kalam Mulia, Jakarta 2002..
- Sururin, Ilmu Jiwa Agama, PT. Raja Grafindo Persaada, Jakarta 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TERIMAKASIH