Headlines News :
Logo Design by FlamingText.com

SA'ATUL AN

TARIKHUL AN

ARCHIVE

Tarjim

POST

Minggu, 19 April 2009

Pernikahan dan Poligami

PERNIKAHAN
THALAK DAN POLIGAMI DALAM
PERSPEKTIF SYAIKH MAHMUD SYALTUT

Pendahuluan
Dalam bukunya Al-Islam Syekh Mahmud Salthut mengatakan bahwa pernikahan adalah dasar dalam membentuk suatu keluarga serta menumbuhkannya.
Manusia diciptakan di dunia ini tidaklah hanya sekedar untuk makan dan minum, hidup kemudian mati sebagaimana matinya makhluk hidup yang lain, akan tetapi manusia diciptakan untuk berfikir mempertimbangkan serta mantadabburi kehidupannya untuk menjalankan hal-hal yang memiliki kemashlahatan serta kemanfaatan.
Didalam buku tersebut beliau juga menyebutkan bahwa tujuan sdari pernikahan adalah:
1. Tersambungnya hubungan yang saling mempercayai dalam kehidupan manusia dan saling menguatkan.
2. Terbentuknya suatu kedudukan yang membedakan antara manusia dengan makhluk lain.
3. Terjaganya keturunan dan nasab yang jelas.

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Membentuk Sebuah Keluarga Yang Islami
1. Taarruf
Islam sangat perhatian sekali dalam membangun sebuah keluarga terbukti dengan perhatiannya ketika hendak menjalin sebuah keluarga maka harus mengetahui dengan jelas siapa yang akan dinikahi tersebut baik dari segi nasab, agama, kecantikannya, hal ini untuk meminimalisi dampak buruk pada kemudian hari.



2. Khitbah (lamaran)
Dalam jenjang ini pelamar diperbolehkan bertemu langsung dengan wanita yang akan dinikahi, dia juga diperbolehkan melihat wajahnya, kedua telapak tangannya, kakinya serta mendengarkan suaranya.
3. Ridlo
Islam tidak hanya cukup dalam membahas Taarruf dan Khitbah saja akan tetapi ia juga memperhatikan dalam masalah keridloan antara kedua belah pihak. Hal ini untuk menghindari diskriminatif salah satu pihak.
4. Kesetaraan
Islam juga memperhatikan masalah kesetaraan dalam pernikahan baik dari segi harta, derajat dan lain-lain. Karena perbedaan yang mencolok dapat menjadikan salah satu dari kedua pihak merasa lebih baik dan menang sendiri..
5. Mahar
Mahar adalah sesuatu yang diberikan suami kepada istri untuk menghalalkan menikmatinya dan hukum mahar adalah wajib serta disunahkan harganya yang murah sebagaimana Sabda Rasulullah SAW :”sebai-baik wanita adalah yang cantik wajahnya tetapi murah maharnya”.
6. Menjadikan Sebuah Keluarga Yang Bahagia
Hal-hal di atas adalah sebagai permulaan dalam mengarungi samudra pernikahan. Ketika telah masuk pada level pernikahan maih banyak lagi masalah-masalah yang perlu diperhatikan diantaranya adalah bagaimana membuat suatu keluarga yang bahagia.
Dalammemenuhi hal tersebut perlu diperhatikan masalah hak-hak serta kewajiban suami maupun istri, bermusyawarah ketika mengadapi sebuah masalah keluarga, dan saling berinteraksi dengan cara yang baik.

Thalaq
Syaikh Mahmud Syaltut menyebutkan bahwa penting adanya dua orang Hakam yang diambil dari kedua belah pihak suami-istri, hal ini untuk lebih memudahkan dalam menyelesaikan masalah karena mereka lebih paham dalam masalah yang dihadapi oleh suami istri, serta untuk menghindari adanya diskriminasi oleh salah satu pihak. Allah SWT berfirman:
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam[293] dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. An-Nisa’: 35).

Thalaq diperbolehkan untuk menghilangkan madzarat dari salah satu dari suami-istri, karena Allah SWT berfirman:
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”. (Al-Baqarah:229).

Bisa jadi talah itu hukumnya menjadi wajib madzarat yang menimpa salah satu dari suami-istri tidak bisa dihilangkan kecuali dengan talak, karena Rasulullah SAW bersabda kepada orang yang mengeluh kepada beliau tentang akhlaq istrinya yang rusak:
“Ceraikan dia”. (Diriwayatkan Abu Daud. Hadits ini shahih).

Bisa jadi thalakq itu diharamkan karena menimbulkan madzarat pasa salah seorang dari suami-istri dan tidak menghasilkan manfaat yang lebih baik dari madzaratnya.

Taaddudu Al-Zaujat (Poligami)
Masalah Taaddudu Al-Zaujat (poligami) menjadi perhatian Mahmud Syaltut ketika ia menjumpai pandangan masyarakat Mesir ada yang terpengaruh pola pikir Barat yang mulai mengotak atik dan mempermainkan ayat-ayat al-Qur’an. Dalam hal ini Ia berpendapat bahwa pada dasarnya hukum poligami adalah mubah dan dapat dipraktekkan hingga sekarang. Dengan berdasarkan pada surat an-Nisa ayat 3 dan an-Nisa ayat 129 dengan penjelasan relatif klasik. Mahmud Syaltut mengatakan bahwa:
“Berkaitan masalah poligami, Islam tidaklah memunculkan sesuatu yang baru akan tetapi menetapkan apa yang telah berlaku secara alami di masyarakat. Dengan memperbaiki apa yang dianggap perlu, sehingga menjamin sikap moderat yang menjaga watak alamiah manusia serta memelihara berbagai penyelewengan dalam masyarakat. Sebagaimana perkawinan yang sudah lama dikenal dalam masyarakat, poligami pun sebenarnya sudah dipraktekkan sejak dulu. Poligami juga telah dikenal dalam tradisi agama-agama samawi dan meluas sedemikian rupa”.

Sesuai dengan metode ijtihad yang digunakan, di sini Syaltut berijtihad dengan mendasarkan kepada ayat-ayat al-Qur’an yang membicarakan kepada permasalahan tersebut, yaitu surat an-Nisa ayat 3 yang membicarakan tentang kebolehan poligami dan ayat 129 yang berbicara tentang persyaratan bagi yang hendak melakukan poligami. Fatwa ini menjadi penting di saat para Ulama disekelilingnya telah banyak yang beralih pendapat terutama dari pengaruh pemikitan Barat yang seakan-akan menutup pintu poligami.
Pandangan Syekh Shaltut di atas bukan hal baru tentang seputar permasalahan poligami. Melalui pendekatan historis ia menjelaskan bahwa ayat ini tidak membuat peraturan tentang poligami sebagai sesuatu yang baru karena telah dikenal dan dipraktekkan oleh berbagai agama serta adat istiadat masyarakat sebelum turunnya ayat ini. Ayat ini juga tidak mewajibkan atau menganjurkan poligami namun hanya berbicara tentang bolehnya poligami dan itu pun hanya pintu kecil bagi yang amat membutuhkan dengan persyaratan yang tidak ringan. Dengan demikian pembahasan tentang poligami hendaknya tidak ditinjau dari segi ideal atau baik buruknya tetapi harus dilihat dari sudut pandang penetapan hukum dalam aneka kondisi yang mungkin terjadi.
Lanjuuut..
 
Support : Creating Website | Fais | Tbi.Jmb
Copyright © 2011. Moh. Faishol Amir Tbi - All Rights Reserved
by Creating Website Published by Faishol AM
Proudly powered by Blogger