Headlines News :
Logo Design by FlamingText.com

SA'ATUL AN

TARIKHUL AN

ARCHIVE

Tarjim

POST

Kamis, 19 Maret 2009

daur sampah

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Di Indonesia , kebersihan sangat mahal harganya. Itu semua dapat dilihat pada kondisi negara kita yang kebersihannya kurang terjaga, akibatnya pendidikan in mudah terkena penyakit.
Manakala aktivitas manusia semakin memuncak, maka tak pelak lagi bahwa problem sampah pun muncul ke permukaan. Sampah dalam pengertian sehari-hari merupakan sisa proses industri dan hasil sampingan kegiatan rumah tangga, ternyata tidak saja mengurangi keindahan lingkungan tetapi juga mengganggu kesehatan. Sebenarnya hal ini tidak begitu sulit untuk diatasi. Tapi problem ini dianggap remeh oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Banyak orang yang tidak begitu antusias memperhatikan keindahan dan kesehatan di negara kita ini. Mereka terlalu meremehkan masalah ini. Dengan menganggap bahwa sampah adalah benar-benar barang yang tidak berguna dan tidak berharga. Maka dari itu, mereka tidak tergelitik sedikitpun untuk mencoba atau menguak rahasia yang terdapat di balik sampah itu.
Tetapi, tidak mungkinkah masalah sampah ini diatasi dan dimanfaatkan?
Dari pernyataan di atas, penulis tertarik untuk mengangkat judul “TEKNOLOGI DAUR ULANG SAMPAH”

1.2 Rumusan Masalah
Dari ilustrasi pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Apa saja jenis-jenis sampah ?
2. Sampah apa saja yang dapat di daur ulang ?
3. Bagaimana cara mendaur ulang sampah ?
1.3 Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rincihan pada rumusan masalah, jelaslah kiranya bahwa pembahasan karya tulis ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui jenis-jenis sampah.
2. Mengetahui jenis-jenis sampah yang dapat di daur ulang ?
3. Mengetahui cara mendaur ulang sampah ?

1.4 Landasan Teori
1.4.1 Mengenal Sampah
Dalam ilmu pengetahuan, sampah yang dalam bahasa Inggrisnya waste, pada dasarnya mencakup banyak pengertian. Sampah alias Waste tadi adalah zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun dari pabrik sebagai sisa proses industri.
Jika diuraikan lebih jauh, sampah (waste) bisa digolongkan kedalam 4 kelompok, antara lain :
1. Human Excreta : merupakan bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia meliputi tinja (fasces) dan air kencing (urine).
2. Sewage merupakan air limbah yang dibuang oleh pabrik maupun rumah tangga. Contohnya adalah air bekas cucian pakaian yang masih mengandung larutan deterjen.
3. Refuse merupakan bahan pada sisa proses industri atau hasil sampingan kegiatan rumah tangga. Contohnya panci bekas, botol bekas, kertas bekas pembungkus bumbu dapur, sendok kayu yang sudah tidak dipakai lagi dan dibuang, sisa sayuran nasi basi, daun-daun taman dan masih banyak lagi.
4. Industri waste merupakan bahan-bahan buangan dari sisa proses industri.

1.4.2 Penampungan dan Pengumpulan Sampah
Sudah menjadi kebiasaan di rumah tangga, sebelum sampah mereka diangkut oleh petugas kebersihan, maka sampah-sampah itu mereka tampung dan kumpulkan dalam tempat khusus. Ada yang memanfaatkan bak atau keleng sebagai wadah, atau bahkan hanya berupa tas plastik bekas. Ada pula yang secara khusus telah membuat bak semen sebagai tempat sampah yang permanen.
Penampung sampah tidak harus selalu berupa bak khusus yang terbuat dari batu bata dan semen, sebab tidak semua rumah tangga menyediakannya. Selain karena anggaran biaya yang harus disediakan cukup besar, juga perlu area khusus untuk membangun bak semen itu. Sedikitnya membutuhkan tempat kira-kira seluas 1 meter persegi. Banyak bahan murah yang memenuhi syarat sebagai penampung sampah, misalnya tas plastik, karung plastik, bak bekas, kotak bekas dan lain-lain.
Tempat sampah yang terbuat dari bahan apapun itu tidak terlalu penting, yang pasti, tempat penampung sampah yang baik dan memenuhi syarat kesehatan haruslah :
1. Mudah dibersihkan
2. Tidak mudah rusak
3. Bisa ditutup rapat
4. Di tempatkan diluar rumah

BAB II
CARA MENDAUR ULANG SAMPAH


2.1. Pengolahan Sampah
Beberapa alternatif cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan secara sederhana sebagai berikut :
1. Penumpukan
Dengan metode ini, sebenarnya sampah tidak dimusnahkan secara langsung, namun dibiarkan membusuk menjadi bahan organis. Metode penumpukan bersifat murah, sederhana. Tetapi, menimbulkan resiko karena berjangkitnya penyakit menular, menyebabkan pencemaran, terutama bau dan sumber penyakit.
2. Pengomposan
Cara pengomposan merupakan cara sederhana dan dapat menghasilkan pupuk yang mempunyai nilai ekonomi. Seperti yang dilansir dalam http://www.Tempo Interaktif.com: Peneliti dan ahli lingkungan Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) Hengki Sutanto mengatakan sebenarnya sampah rumah tangga bisa di ubah menjadi kompas yang berguna untuk tumbuh-tumbuhan di pekarangan rumah sendiri. Sampah basah seperti bekas makanan atau minuman sehari-hari dipisahkan dari sampah kering seperti kaleng, plastik, kertas. Sampah basah itu kemudian di tumpuk dalam sebuah lubang kecil di pekarangan rumah. Dalam jangka waktu tertentu bagian paling bawah tumpukan tersebut diangkat kemudian ditebarkan ke taman sebagai pupuk kompas. Pengelolaan sampah menjadi kompas ini dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki struktur tanah, untuk meningkatkan permeabilitas tanah dan dapat mengurangi ketergantungan pada pemakaian pupuk mineral (seperti Urea). Selain mahal, Urea juga dikhawatirkan menambah tingkat polusi tanah.
3. Pembakaran (incinerator)
Metode ini dapat dilakukan hanya un sampah yang dapat dibakar habis, harus diusahakan jauh dari pemukiman warga agar terhindar dari pencemaran asap, bau dan kebakaran, tetapi pembakaran sampah menghasilkan diosin, yaitu ratusan jenis senyawa kimia berbahaya seperti CCD (Chlorinated Dibiqo -P- Dioxin), CDF (Chlorinated Diben 20 Furan) atau PCB (Poly Chlorinated Biphenly). Jika semua yang berstruktur sangat stabil itu hanya dapat larut dalam lemak dan tidak dapat terurai ini bocor ke udara dan sampai kemudian dihirup oleh manusia maupun hewan melalui udara. Dioksin akan mengendap dalam tubuh, yang pada kadar tertentu dapat mengakibatkan kanker. Bahkan Global anti Incinerator Alliance (GAIA) menjelaskan bahwa incinerator juga merupakan sumber utama pencemaran merkuri. Merkuri merupakan racun saraf yang sangat kuat, yang dapat mengganggu sistem motorik, sistem panca indra dan kerja sistem kesadaran, selain itu, incinerator juga merupakan sumber polutan-polutan logam berat, seperti timah (Pb), cadmium (Cd),arsen (As) dan Kromium (Cr). Polutan-polutan adalah senyawa-senyawa hidrokarbon-halogen (Non-Dioxin), gas-gas penyebab hujan asam, partikulat-partikulat yang dapat mengganggu fungsi paruparu, dan gas-gas efek rumah kaca. Namun demikian klasifikasi polutan-polutan yang menghasilkan incinerator masih belum lengkap dan masih banyak lagi senyawa-senyawa yang belum teridentifikasi dalam bentuk emisi dan abu udara.



4. Sanitary Landfill
Metode ini hampir sama dengan pemupukan, tetapi cekungan yang telah penuh terisi sampah di tutupi tanah, namun cara ini memerlukan areal khusus yang sangat luas.
Metode ini dapat menghasilkan polusi udara secara umum. Sanitary landfill terdiri atas elemen sebagai berikut :
a. Lining System, berguna untuk mencegah atau mengurangi kebocoran leacheta kedalam tanah yang akhirnya bisa mencemari air tanah. Biasanya lining system terbuat dari compacted clay, geomembran, atau campuran tanah dengan bentanitc
b. Leachate Colleection system, dibuat di atas lining sistem dan berguna untuk mengumpulkan leachate dan memompa keluar sebelum leachate menggenang di lining system yang akhirnya akan menyerap ke dalam tanah, leachate yang dipompa keluar melalui sumur yang disebut leachate inxtraction system.
c. Cover atau lap system, berguna untuk mengurangi cairan akibat hujan yang masuk kedalam landfill. Dengan berkurangnya cairan yang masuk akan mengurangi leachate. Gas ventilation system, berguna untuk mengendalikan aliran dan konsentrasi di dalam. Dengan demikian mengurangi resiko gas mengalir di dalam tanah tanpa terkendali yang akhirnya dapat menimbulkan peledakan.
d. Monitoring, bisa dibuat didalam atau diluar landfill sebagai peringatan dini kalau terjadi kebocoran atau bahaya kontaminasi di lingkungan sekitar. Sedangkan gas metana yang dihasilkan melalui teknik sanitary landfill dapat dimanfaatkan untuk sumber listrik dapat dialirkan ke rumah-rumah penduduk. Dan air sampah atau air limbah dapat diolah menjadi pupuk cair.
5. Penghancuran (Pulverization)
Beberapa kota besar di Indonesia saat ini telah memiliki mobil pengumpul sampah yang sekaligus juga dilengkapi alat pelumat sampah. Sampah yang berasal dari bak-bak penampung langsung menjadi potongan kecil sehingga lebih ringkas.
6. Pemnfaatan Ulang (Recycling)
Sampah-sampah yang sekiranya masih bisa di daur ulang dan di pungut atau dikumpulkan seperti kertas-kertas, pecahan kaca, botol yang tidak terpakai (bekas), logam-logam, potongan plastik dan lain sebagainya. Sehingga dari sampah semacam ini akan do di daur ulang dimanfaatkan kembali. Tetapi perlu diingat jangan sampai sampah demikian dimanfaatkan atau termanfaatkan lagi, seperti kertas-kertas dari tempat begitu saja untuk membungkus makanan, karena ini dapat membahayakan kesehatan.

2.2. Manfaat Pengelolaan Sampah
Beberapa manfaat yang didapat dari pengelolaan sampah adalah :
1. Menghemat sumber daya alam
2. Menghemat energi
3. Mengurangi uang belanja
4. lingkungan asri (bersih, sehat dan nyaman)

2.3. Produk Bersih dan Prinsip 4 R
Seperti yang dijelaskan oleh Nur Hidayati, Kodiv, kampanye dan pendidikan dalam artikelnya di http//www.walhi.or.id : Publik produksi bersih (clean production) merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam kerangka siklus ekologis. Prinsip produk bersih adalah prinsip yang bisa diterapkan dalam keseharian dengan menerapkan prinsip N.R, yaitu L
1. Reduce (mengurangi)
Berusaha menimimalisasi barang atau material yang kita pergunakan.
2. Reuse (memakai kemali)
Sebisa mungkin, memilih barang-barang yang bisa dipakai kembali. Menghindari memakai barang-barang yang disposable (sekali pakai buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.
3. Recyle (mendaur ulang)
Menggunakan bahan yang dapat didegradasi oleh alam. Barang-barang yang sudah tidak berguna lagi, bisa di daur ulang. Tidak semua barang bisa di daur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
4. Replace (Mengganti)
Meneliti barang yang kita pakai sehari-hari, mengganti barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama dan yang lebih ramah lingkungan. Misalnya, mengganti kantong plastik kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrotoom karena kedua bahan kedua ini tidak bisa didegradasi alami.

2.4. Jenis-Jenis Sampah
A. Berdasarkan Keadaannya
1. Sampah Anargonik/ kering, contoh : logam, bei, plastik, karet, botol, dan lain-lain yang tidak dapat mengalami pembusukan secara alami.
2. Sampah Organik/ basah yaitu sampah yang berasal dari makhluk hidup, contohnya : sampah dapur, sisa sayuran, rempah-rempah atau sisa buah yang dapat mengalami pembusukan secara alami.

B. Berdasarkan Sumbernya
1. Sampah Alam
Sumpah yang berasal dari alam, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah.
2. Sampah Manusia
Sampah manusia adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil pencemaran manusia, seperti reses dan urin. Samoah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai sarana perkembangan penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang higenis. Sampah dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air.
3. Sampah Konsumsi
Sampah yang dihasilkan oleh manusia pengguna barang.
4. Sampah Nuklir
Sampah yang dihasilkan oleh manusia pengguna barang.
5. Sampah Industri
Merupakan bahan-bahan buangan dari sisa-sisa industri.

C. Berdasarkan Sifatnya
a. Sampah lapuk
b. Sampah yang tidak mudah lapuk/sukar dan sampah tidak bisa lapuk
Golongan pertama, sampah sukar lapuk, sekaligus sulit lapuk, sampah jenis ini akan bisa lapuk perlahan-lahan secara alami, sampah jenis ini masih bisa dipisahkan lagi, yaitu :
1) Sampah tidak mudah lapuk yang bisa dibakar seperti kertas dan kayu.
2) Sampah tidak mudah lapuk yang tidak bisa dibakar seperti kaleng dan kawat.
Golongan kedua, sampah tidak bisa lapuk : sampah jenis ini tidak akan bisa lapuk secara alami, sekalipun telah memakan waktu yang lama hingga bertahun-tahun. Contoh : plastik kaca dan mika.
Kalau digambarkan dalam skema sederhana, maka intih uraian di atas akan menjadi seperti berikut :






















2.5. Jenis-Jenis Sampah yang dapat di daur ulang
Di bawah akan disebutkan jenis-jenis sampah yang dapat di daur ulang, yaitu :
1. Berdasarkan Keadaannya
a. Sampah Anorgonik/ kering
b. Sampah Orgonik/ basah
2. Berdasarkan Sumbernya
a. Sampah Alam
b. Sampah Manusia
c. Sampah Konsumsi
d. Sampah Industri
3. Berdasarkan Sifatnya
a. Sampah lapuk (berbage)
b. Sampah rubbish/ tidak lapuk

2.6. Daur Ulang Sampah
Sampah bisa juga di daur ulang kembali ataupun dimanfaatkan. Pendauran akan lebih efektif jika yang dibuang telah dipilih sehingga tiap bagian dapat di daur secara optima;, dari pada dibuang ke system pembuangan limbah yang bercampur seperti yang ada saat ini. Dan hal ini juga didukung oleh industri-industri dengan pendesainan ulang produk-produk mereka untuk memudahkan proses daur ulang produk tersebut.
Kalau anda ingin mencoba untuk mendaur ulang sampah atau memanfaatkan kembali barang yang selama ini kita anggap sebagai barang yang tidak berharga dan tidak mempunyai nilai ekonomis, barangkali bisa memiliki salah satu dari beberapa cara yang diuraikan di bawah ini :
1) Pembuatan Briket Arang Sampah
Briket arang sampah ini biasanya hanya dapat dibuat dari sampah jenis rubbish, itu pun yang tergolong sampah tidak mudah lapuk/sukar lapuk yang bisa terbakar. Contohnya adalah sampah-sampah kertas, kerdus dan kayu.
Di bawah ini penulis menguraikan beberapa cara pembuatan briket arang sampah :
a) Briket arang sampah menggunakan perekat daun
Sesuai dengan namanya, dalam pembuatan briket arang model ini daun tanaman (yang masih basah) memang sengaja dicampirkan untuk merekatkan briket arang sampah agar tidak dibentuk. Bahan pembuatan briket orang sampah ini sebaiknya terdiri atas 87,5% sampah kering yang bisa terbakar (persentase setelah sampah dibakar dan ditumbuk) dan 12,5% daun tanaman yang masih segar sebagai perekat (persentase setelah daun ditumbuk), cara pembuatannya sebagai berikut :
(1) Sampah kering dimasukkan kedalam drum bekas sampai setelah 10 cm. ingat, jangan dipadatkan ! sampah ini segera dibakar, selanjutnya setelah sampah pertama terbakar selama kurang lebih 15 menit, sampah kedua dimasukkan setebal 10 cm dan dibakar sampai habis. Demikian seterusnya selam proses pembakaran sampah ini, sampah perlu sekali-klai diaduk-aduk agar semua sampah terbakar dengan sempurna.
(2) Untuk mengurangi masuknya oksigen ke dalam drum, mulut drum perlu agak ditutup. Dengan demikian, apa tidak akan masuh berkobar-kobar dan bakaran sampah akan mengeluarkan kepulan asap. Dengan cara pembakaran demikian diharapkan sampah akan menjadi orang dengan sempurna.
(3) Pembakaran diteruskan dan dilakukan persis seperti pada (a) tadi sampai semua sampah habis. Sampah terakhir dibiarkan terus terbakar sampai selama kurang lebih 45-60 menit agar pembakaran sempurna. Selanjutnya, arang sampah didalam drum disiram air sampai tidak membara lagi.
(4) Kalau arang sampah didalam drum sudah cukup dingin, segera di keluarkan dari dalam drum dan ditampung didalam alat penumbuk arang sampah dihaluskan.
(5) Di lain alat penumbuk, daun-daun tenaman yang akan dimanfaatkan sebagai perekat ditumbuk juga sampai lumat.
(6) Kedua bahan yang telah ditumbuk tadi (d dan e) dicampur menjadi satu sampai bercampur betul. Campuran ini lalu dicetak, bentuknya bisa apa saja, terserah kesukaan anda. Bisa berbentuk bola-bola, menyerupai kue putu, bisa berbentuk batangan atau bahkan hanya berbentuk lempengan saja. Selanjutnya, dijemur sampai kering. Beriket arang sampah bisa segera dimanfaatkan.

b) Briket arang sampah tanpa perekat daun
Pada dasarnya langkah pembuatannya sama dengan briket arang sampah dengan perekat daun. Hanya bedanya, karena briket arang ini dicampur dengan tumbukan daun sebagai perekat. Maka, gampang sekali pecah dan sangat rapuh. Untuk itu, briket arang sampah tanpa perekat daun ini tidak bisa dicetak.. dengan demikian, begitu adonan briket siap segera “dicetak” di mulut anglo (pembakaran dari tanah liat bakaran). Bagian mulut anglo yang berlubang-lubang disisipi gulungan kertas, agar nantinya briket arangnya juga akan berlubang-lubang sehingga tidak menyulitkan pembakaran sewaktu-waktu yang digunakan, gulungan kertas ini harus diangkat segera sesudah adonan briket diisikan ke mulut anglo. Setelah briket arang kering sudah tidak bisa lagi dipindahkan dan diangkat-angkat dari mulut anglo diisi dengan briket arang sampah selanjutnya.

2) Pembuatan Kompos
Kompos adalah pupuk alami yang terbuat dari bahan-bahan hijauan dan bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan. Sampah kota yang menguntungkan juga merupakan bahan pupuk kompos yang sangat potensial. Kita bisa memilih dari cara-cara yang akan dijelaskan di bawah ini :
a) Kompos jadi siap pakai
Kalau yang ini memang tidak perlu pengompasan lagi karena tumpukan sampah sudah mengalami proses pembusukan dan penghancuran selama beberapa lama di alam terbuka. Tanah bekas timbunan sampah yang sudah berlangsung lama, kira-kira lebih dari setahun, kita gali. Sampah yang sudah menyerupai tanah ini lalu dipisahkan dari bahan-bahan lain yang tidak bisa di lapuk, seperti pecahan kaca dan lembaran plastik. Selanjutnya, tanah sampah di jemur sampai kering, lalu di ayak, setiap kilo gram tanah sampah ini dibubuhi belerang sebanyak 50-100 gram hasilnya berupa pupuk kompos siap pakai yang segera dimanfaatkan untuk memupuk tanaman.
b) Kompos campur kulit buah kopi
1) Komposisi bahan yang diperlukan untuk membuat kompas ini adalah:
a. 2 ¼ ….. 4m3 sampa garbage.
b. 6,5 m3 kulit buah kopi
c. 750 kg kototan hewan memamah biak (kira-kira 50 blek minyak tanah, isi 20 liter)
d. 30 kg abu dapur atau abu kayu.
2) Cara membuatnya adalah sebagai berikut :
a. Akan lebih baik jika bak pengomposan tersebut dari bak semen. Dasar bak dibuat cekung dan melekuk di bagian tengahnya, lalu di salah satu sisi bak itu dibuat lubang. Maksudnya, agar cairan yang terbentuk selama pengomposan dapat tuntas dan tertampung dengan baik karena cairan ini nantinya juga dimanfaatkan lagi, disiram ke atas bahan-bahan yang sedang dikomposkan. Seandainya kita tidak bisa menyediakan bak semen, bak pengompasan bisa juga berupa tanah galian dengan lubang berukuran 2 ½ x 1x1 meter meter (panjang, lebar dan tinggi). Hanya saja, kalau kita menggunakan bak pengompasan seperti ini hasilnya tidak akan sempurna dari kompasnya menjadi lembek dan berair.
b. Kemudian sampah beserta kulit buah kopi dan kotoran ternak diaduk menjadi satu. Campuran ini dimasukkan kedalam bak setinggi 1 meter. Campuran jangan dipadatkan sebab akan menjadi mampet dan kekurangan oksigen, akibatnya, mikro organisme anaerob atau berkembang biak mendominasi. Mikro organisme aerob, sehingga proses pengomposan tidak dapat berlangsung sempurna, setelah itu bagian atas ditaburi abu secara merata.
c. Cairan yang keluar dari bak semen ditampung dan disiramkan ke permukaan campuran kompas, untuk meningkatkan kadar nitrogen dan mempercepat proses pengompasan.
d. Setelah dua sampai tiga minggu kompos perlu dibalak-balik setiap minggu, setelah dua sampai tiga bulan kompas sudah cukup matang dengan sempurna.
e. Sebelum dimanfaatkan sebaliknya kompas di jemur dulu sampai agak kering dan kadar airnya tinggal + 50-60%.

c) Kompos sistem Bogor
Pengomposan cara ini, sudah sejak lama dilakukan oleh balai penelitian tanaman pangan Bogor Jawa Barat.
(1) Bahan-bahan yang dibutuhkan :
a. Sampah garbage
b. Jerami kotor yang sudah bercampur dengan kotoran dan air kencing ternak.
c. Kotoran ternak dan air kencingnya.
d. Abu dapur atau abu kayu

(2) Cara membuatnya
Campuran jerami dan sampah ditimbun dalam bedengan berukuran 2 ½ x 2 ½ m sampai setinggi 25 cm, di atasnya ditimbuni campuran kotoran dan air kencing ternak secara merata, kemudian ditimbun lagi campuran jerami dan sampah sampai setinggi 25 cm dan ditutup lagi dengan campuran kotoran dan air kencing ternak. Demikian seterusnya sampai setinggi 1 ½ m. selanjutnya bagian paling atas ditimbun abu sampai setebal + 10 cm. setelah 15 hari, campuran dibalak-balik. Begitu pula setelah 30-60 hari. Kemudian setelah tiga bulan kompas sudah cukup matang dan bisa segera dimanfaatkan.

3) Pembuatan Genteng
Ternyata sampah pun dapat dibuat menjadi bahan bangunan. Sampah yang selama ini kita anggap sebagai barang yang tidak berguna dan tidak mempunyai nilai ekonomis, ternyata sangat menguntungkan bagi kita. Di bawah ini akan diterangkan cara membuat genteng dari sampah plastik.

a. Bahan-bahan yang dibutuhkan
(1) Sampah plastik
(2) Cetakan seng dari seng
(3) Kertas limak
(4) Kawat untuk kerangka genteng

b. Cara membuatnya
Mula-mula cetakan seng dipasang di atas kompor, nyala kompor cukup kecil dulu. Kemudian plastik dipotong-potong menjadi kecil dan dimasukkan ke dalam cetakan, setelah di alas dengan kertas limak, kawat konstruksi dipasang di tengah, sebab diatasnya ditimbun lagi dengan potongan-potongan plastik. Sebelum penutup cetakan di pasang, bagian atasnya dilapisi dengan kertas limak, nyala kompor lalu diperbesar, setelah + 5 menit serbuk plastik telah meleleh dan membentuk seperti bentuk cetakannya. Kemudian memasukkan cetakan kedalam bak air agar lelehan plastik cepat dingin. Setelah itu genteng pun siap diangkat dan segera dimanfaatkan.

4) Pembuatan Eko semen
Eko semen adalah semen yang terbuat dari sampah dan dibawah ini akan dijelaskan cara membuatnya :

a. Sampah dibakar menjadi abu, abu inilah yang akan dijadikan eko semen. Abu ini dan endapan air kotor mengandung senyawa-senyawa oksida seperti CaO, SO2, Al2A3 danm Fe2O3, oleh karena, abu ini bisa berfungsi sebagai pengganti cly yang digunakan pada pembuatan semen biasa.
Namun CaO yang terkandung pada abu hasil pada pembakaran sampah dinilai masih belum mencukupi, sehingga limestone (batu kapur) sebagai sumber CaO masih dibutuhkan sekitar 57% dari keseluruhan. Sedangkan pada semen biasa limestone yang dibutuhkan mencapai 78% dari keseluruhan. Proses selanjutnya, abu hasil pembakaran sampah (39%), limestone (52%), endapan air kotor (8%) dan bahan lainnya dimasukkan kedalam rotary. Klin untuk kemudian dibakar. Untuk mencegah terbentuknya dioksin, pada proses pembakaran dirotery klin dilakukan pada + 1.400oC karena pada suhu Tebuireng, dioksin terurai secara aman.
Kemudian gas hasil pembakaran pada rotary klin diinginkan secara cepat untuk mencegah proses pembentukan dioksin ulang, sehingga hasil gas buangan tidaklah berbahaya bagi manusia, sedang pada pembakaran yang masih mengandung senyawa logam dipisahkan dan dapat digunakan untuk kebutuhan lain. Dan hasil akhir dari proses ini adalah eko semen. Plastik vinil yang terdapat dalam sampah pada proses pembakaran akan mengakibatkan kekuatan kongkrit eko semen berkurang. Hal ini diakibatkan oleh adanya gas C12 yang dapat mempengaruhi kekuatan kongkrit eko semen.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka dapatlah kita simpulkan sebagai berikut :
1. Jenis-jenis sampah yang dapat didaur ulang.
a. Berdasarkan Keadaannya
1) Sampah Anorgonik/ kering
2) Sampah Orgonik/ basah
b. Berdasarkan Sumbernya
1) Sampah Alam
2) Sampah Manusia
3) Sampah Konsumsi
4) Sampah Nuklir
5) Sampah Industri
c. Berdasarkan Sifatnya
1) Sampah lapuk (berbage)
2) Sampah rubbish/ tidak lapuk

2. Hasil daur ulang sampah
a. Briket orang sampah
b. Kompos
c. Genteng
d. Semen






3.2 Saran-saran
Saran-saran yang hendak penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1) Negara kita kaya akan sumber daya manusia. Maka kita patutlah memanfaatkan “barang yang tidak berguna” menjadi barang yang mempunyai nilai ekonomis.
2) Kesehatan sangatlah mahal harganya. Maka dari itu, perlu kita tiadakan barang yang dapat menimbulkan penyakit tersebut.

DAFTAR PUSTAKA



Apriaji, Ir. Wied, Harry, 1991, Memproses Sampah, (Jakarta: Penebar Swadaya)
Ariswara, 1987, Daur Ulang (Bandung: PT. Eresco)
Al-Qur'an dan terjemahnya, 1996, Departemen Agama Republik Indonesia .
Laila, Dra. Siti, M.Pd. 2005. Biologi I SMA (Bandung:Yudistira)
Sakhiyono, Drs. 1988. Biologi I SMA (Jakarta: Intan Pariwara)
Sukardi, Eddi dan Tanudi, 2004, Membuat Bahan Bangunan dari Sampah (Jakarta: Puspa Swara)
http://www.jala-sampah.or.id
http://www.jenis-jenis sampah.or.id
http://www.promosi kesehatan.com/artikel
http://www.Solidwaste.org.Corimon
http://www.Tempointeraktif.com


TEKNOLOGI
DAUR ULANG SAMPAH


Diajukan Sebagai Salah Satu Prasyarat Mengikuti Ujian
Semester Genap Madrasah Aliyah
Seblak Jombang











Oleh :
MANSYUR HABIBI
No. Induk : _________


Pembimbing :
ENDAH RAKSA WITARA






JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
MADRASAH ALIYAH SEBLAK JOMBANG JAWA TIMUR
2006/2007


HALAMAN PENGESAHAN




Karya tulis yang ditulis oleh :

Nama : MANSYUR HABIBI
No. Induk :
Program : Ilmu Pengetahuan Agama (IPA)
Judul : TEKNOLOGI DAUR ULANG SAMPAH
Pembina : Endah Raksa Witara S.Pd

Telah disetujui dan diujikan pada hari ………. Tanggal ……..... 2007


DEWAN PENGUJI,

1. …………………………………. ( )

2. …………………………………. ( )



MOTTO


قال تعالى :
             •     •    


Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut
(menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi)
sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya
(dituliskan) kalimat Allah SWT. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.1
(QS. Luqman : 27)



قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
النظافة من الايمان

“Kebersihan itu sebagian dari iman”






1. Kalimat Allah : Ilmu-Nya, Hikmah-Nya

PERSEMBAHAN


Karya tulis ini kupersembahkan kepada :
 Ummiku, Ummiku dan Abaku yang sangat kusanyangi dan setia memberikan dukungan baik moril maupun materiel serta senantiasa melimpahkan segala perhatian dan kasih sayang dan kesabarannya yang tak terhingga dan tiada batasnya demi masa depan anan dan selalu istiqomah mengalirkan do’a dan setiap langka ananda dalam mengapai cita-cita.
 Saudara-Saudaraku (Choirul Miftah, Nur Kholidin, Fatkhur Rohman dan Yazid Bustomi), beserta keluarga penulis yang tercinta, yang selalu memberkan motivasi dan dukungan demi tercapainya cita-cita penulis.
 Para asatidz, terutama pembimbing yang telah banyak mentransfer ilmunya dengan ikhlas yang telah menunjukkan salam jalan menuju kesuksesan.
 Para teman-teman yang selalu bersaing sehingga terciptalah satu tekad dan muncullah motivasi serta usaha yang keras untuk segera menyelesaikan karya tulis ini.
Akhir kata yang dapat penulis ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya, semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah, serta inayah-Nya kepada kalian semua. Amin allahummah amin…

KATA PENGANTAR


Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta Inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini, guna memenuhi tugas dan salah satu persyaratan mengikuti ujian semester genap.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita ke jalan yang lurus yang sinari iman dan Islam.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih banyak kesalahannya. Penulis menyadari sepenuhnya sepenuhnya dalam penulisan karya tulis ini merupakan usaha keras penulis yang tidak mungkin berhasil dengan baik tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga sepantasnya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Yang terhormat Ibu Hj. Nur Laili Rahmah, selaku kepala sekolah Madrasah Aliyah Seblak Jombang.
2. yang terhormat Ibu Endah Raksa Winata, selaku pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan koreksi yang sangat bermafaat bagi penyelesaian karya tulis ini.
3. Yang terhormat Bapak/Ibu guru Madrasah Aliyah Seblak Jombang yang telah memberi bekal ilmu kepada penulis sebagai modal awal bagi penulis dalam menyusun karya tulis ini.
Kepada mereka semua penulis hanya dapat berdo’a semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan yang sebaik-baiknya.
Penulisan karya tulis ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk mengolah sampah dengan baik, akhir kata, untuk perbaikan tulisan karya tulis ini penulis mengharapkan kritik dan saran.


Seblak, ___________ 2007


Penulis,

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN MOTTO iii
HALAMAN PERSEMBAHAN iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI viii

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Pembahasan 2
1.4 Landasan Teori 2
1.4.1 Mengenal Sampah 2
1.4.2 Penampungan dan Pengumpulan Sampah 3

BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Pengolahan Sampah 4
2.2 Manfaat Pengelolaan Sampah 7
2.3 Produk Bersi dan Prinsip 4R 7
2.4 Jenis-Jenis sampah 8
2.5 Jenis-Jenis Sampah Yang Dapat Didaur Ulang 10
2.6 Daur Ulang Sampah 11

BAB III : PENUTUP
3.1 Kesimpulan 19
3.2 Saran-saran 20

DAFTAR PUSTAKA
Lanjuuut..

peranan KUD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang yang sedang melakukan aktifitas pembangunan disegala bidang pembangunan. Pada hakekatnya adalah suatu proses perubahan secara terus menerus menuju perbaikan dan kemajuan untuk mencapai tujuan yang dinginkannya. Tujuan nasional didalam pembangunan sebagaimana terkandung dalam UUD 1945 antara lain untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik materiil maupun spirituil berdasarkan Pancasila.
Dan didalam pelaksanaan pembangunan nasional segenap kemamuan modal dan potensi dalam negeri harus dimanfaatkan dengan
Lanjuuut..

Strategi Meningkatkan daya tarik

BAB I
PENDAHULUAN


A. Alasan Dasar Latar Belakang
Lembaga apapun namanya pasti berkeinginan dapat meraih target-target membanggakan. Demikian juga satuan-satuan pendidikan dijenjang manapun. Secara umum, target-target yang ingin dicapai lembaga penyelenggaraan pendidikan itu antara lain : tampilan fisik sekolah yang anggun dan berwibawah, sarana dan prasarana yang lengkap, pengelola yang profesional, murid yang berprestasi tinggi, dan yang tidak kalah menariknya adalah tetap tingginya angka perolehan murid, khususnya dalam setiap pelaksanaan PMB (Penerimaan Murid Baru)
Lanjuuut..

kaidah Fiqih

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PEMIKIRAN SESEORANG DALAM RUANG LINGKUP
PENDIDIKAN DI INDONESIA


Dalam penulisan tugas ini saya menggunakan beberapa metodologi, diantaranya: wawancara (sebagai landasan penulisan) dan teoritik (sebagai arahan penulisan). Adapun latar belakang nara sumber yang menjadi landasan penulisan ini sebagai berikut:
Nama lengkap Andiyansyah, biasa dipanggil Andry adalah salah seorang yang hingga kini masih bergelut dalam dunia pendidikan, berstatus Mahasiswa disebuah Institut Keislaman Hasyim Asy’ari Jombang. Bergelut dalam bidang hukum, ia adalah lulusan dari madrasah Aliyah Negeri
Lanjuuut..

Tingkat Keaktifan Siswa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara alamiah, manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal, mengalami proses tahap demi tahap. Pendidikan sebagai usaha pembinaan dan pengembangan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah, juga harus berlangsung secara bertahap.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang paling dasar, manusia mempunyai dorongan dan kekuatan guna mendapatkan keamanan hidup dan pemenuhan kebutuhan dibidang keagamaan. Tujuan kegiatan keagamaan identik dengan tujuan hidup setiap muslim yaitu terbentuknya kepribadian
Lanjuuut..

TPKI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar dan padat penduduknya. Sedangkan Islam merupakan agama yang terbesar di Indonesia.
Didalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan negara yang bahagia dan sejahtera. Perlu adanya keterpaduan antar umat beragama, baik cara menyebarkan dan mengamalkan suatu
Lanjuuut..

Pondok Pesantren

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Sejauh ini pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mampu bertahan di tengah pelbagai arus mazhab dan ideologi. Di sini pesantren telah mampu menunjukkan keistimewaannya dalam membangun paradigma pendidikan keagamaan yang dinamis, kontekstual dan liberatif. Meski dikepung berbagai aliran ideologi pendidikan, mulai yang konservatif hingga liberal, pesantren mampu menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan independen. Terpaan klaim sebagai lembaga pendidikan konservatif, justru menjadikannya tetap konsisten melaksanakan pencerdasan intelektual dan moral
Lanjuuut..

Rabu, 18 Maret 2009

Khusso pernikahan

Lanjuuut..

Sejarah Fifa.com

ANGAN-ANGAN

Ini adalah bagian dari usaha yang akau lakukan
Apapun hasilnya akan aku terima dengan lapang dada dan ucapan syukur.

Pada dasarnya keahlianku masalah KOMPUTER bisa dibilang Nol.
Aku tidak perna belajar Secara khusus tentang KOMPUTER itu sendiri,
dari MI sampai Perguruan tinggi aku tidak perna pegang KOMPUTER, bahkan aku dulu beranggapan ,orang yang bisa KOMPUTER adalah
Orang jenius dan pandai.
Awal mula aku berfikir tentang KOMPUTER adalah
ketika aku dolan ke Rumsh pacarku
Ulfa Fitriah di Jombang, ketika itu aku melihat di Rumahnya
Banyak KOMPUTER, mulai saat itulah terbesit keinginan untuk belajar KOMPUTER
Anganku bagaikan disambut bak gayung menggapai air
Ada seorang teman menawarkan program Kursus KOMPUTER
kontan tawaran itu aku
Terimah dan aku ikut kursus dengan bekal seadanya
Di Damarsi Buduran Sidoarjo
Program : Mic.Word
Tetapi apapun ysng aku peroleh tidaklah cukup untuk hanya membuat surat
Saat itu aku hanya bisa membuka dan sedikit cara mengetik

SELANJUTNYA
Ketika aku nikah dengan Ulfa maka saat itulah aku mulai belajar dengan
Caraku sendri tampa didampingi orang lain, hanya kalau tidak bisa aku tanya
Sama mas Heri seperti itu terus sampai aku sedikit menguasai.

Ketika aku punya bekal sedikit tentang KOMPUTER
terbersit untuk membuka rental
Maka aku mencari tempat dan menyisihkan uang
Maka pada tanggal : 1 Oktober 2003
Tempat : Seblak Kwaron Jombang
Jumlah Kom : 3 unit
Modal awal : + Rp.3.500.000
Pemasuka Bulan pertama : + Rp. 325.000

“FIFA COMPUTER”

Itulah nama dari rental yang aku buka

Semoga Tuhan selalu memberikan pertolongannya kepada kami
Diberi kelancaran dan keberkahan. Amin.
Aku,
M. Faishol Amir
Lanjuuut..

pancasila 2

PANCASILA
BAB I PENDAHULUAN


Rakyat Indonesia melalui majelis perwakilannya, menyatakan bahwa : pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia diarahkan untuk “meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa teerhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas mandiri, sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.
Lanjuuut..

Pancasila ideologi

Pancasila
Salah satu masalah serius yang dihadapi umat manusia saat ini adalah Pluralitas, khususnya pluralitas agama. Memang pluralitas agama sudah lama ada dan menjadi bagian kehidupan manusia. Namun pluralitas keagamaan pada masa sekarang ini memiliki karakter yang berbeda. Di masa lampau, pluralitas berkarakter pasif. Jika kita mendatanginya kita baru merasakan pluralitas tersebut. Di masa kini pluralitas telah berubah menjadi aktif. Sekarang ini, agama-agama saling bertemu, berhadap-hadapan, berdampingan dan bahkan saling menembus. Akibatnya, siapa yang tidak mempedulikan realitas ini, ia akan tergilas.
Perubahan karakter ini disamping dipicu oleh globalisasi juga dipicu oleh kesadaran emansipasi yang ada pada setiap kelompok masyarakat. Globalisasi telah menjadikan dunia seperti sebuah kampung kecil. Setiap orang dengan latar belakang agama (dan juga etnis, status sosial, ideologi, kebangsaan, dll.) yang beragam bisa saling bertemu dan hidup bersama dalam kampung kecil ini. Sementara kesadaran emansipasi telah menjadikan setiap hal yang berbeda itu menuntut haknya untuk tampil setara di dalam kehidupan bersama. Pun tidak terkecuali dengan agama-agama. Tak satu kelompok agamapun yang bisa bilang bahwa dirinyalah yang paling berhak tampil sementara kelompok yang lain tidak boleh.
Aktifnya pluralitas sekarang ini pada gilirannya menempatkan agama-agama pada berbagai persoalan yang sangat mendasar. Baik persoalan yang terkait dengan jatidirinya, maupun hubungannya dengan agama-agama yang lain. Malah persoalan identitas menjadi yang mendesak untuk segera ditangani. Agama-agama ditantang untuk merumuskan ulang hakekat dirinya. Redefinisi diri ini penting dikerjakan oleh agama-agama mengingat hampir seluruh tradisi keagamaan, selama ini telah hidup dengan sebuah kesadaran diri sebagai “anak tunggal”. Dengan kesadaran diri sebagai anak tunggal ini, agama-agama memandang dirinya sebagai yang paling benar dan karenanya paling berhak hidup. Agama lain adalah saingan. Mereka itu musuh yang mengancam kenyamanan sebagai anak tunggal. Dengan dalih ‘misi’ agama-agama mengumpulkan seluruh daya dan upaya untuk memperkuat diri, memperbesar diri serta menaklukkan yang lain.
Dalam konteks yang pluralitas masa sekarang, pemahaman diri sebagai “anak tunggal” diperhadapkan dengan agama-agama lain yang juga punya kesadaran sama. Dampak dari perjumpaan semacam ini ialah timbulnya “plural shock” atau “cognitive dissonance”, yaitu suatu kebingungan yang mendekati kekacauan yang terjadi dalam diri penganutnya. Itu disebabkan karena para pemeluk agama dipaksa untuk menghadapi kontradiksi dalam dirinya. Apa yang semula diyakini sebagai yang sungguh benar dan taken for granted, kini diperhadapkan dengan sikap yang sama dalam agama yang berbeda. Ternyata umat beragama lain juga memiliki kepercayaan, klaim, dan keyakinan yang utuh.
Dengan demikian, agama-agama diperhadapkan dengan krisis. Menghadapi krisis ini, dalam beberapa tahun belakangan, agama-agama telah mengembangkan apa yang disebut dengan teologi religioum atau teologi agama-agama. Teologi ini mencoba menempatkan pluralisme agama sebagai pusat persoalan dan pusat perhatian. Dalam teologi religionum pluralitas agama tidak dilihat hanya sebagai fakta kehidupan yang mau tidak mau harus diterima. Pluralitas agama ingin dilihat maknanya.
Tulisan ini mencoba mengajukan suatu model theologi religionum yang pernah dihasilkan di bumi Indonesia. Model yang dimaksud ialah Pancasila.
Pancasila suatu teologi ?
Apakah Pancasila suatu teologi ? Jawaban atas pertanyaan ini, amat tergantung pada pemahaman seseorang tentang apa itu agama dan apa itu teologi. Jika agama didekati menurut pendekatan yang diajukan pemerintah R.I, maka Pancasila bukanlah suatu rumusan teologi. Menurut pendekatan pemerintah ini, Pancasila tidak lebih dari sebuah ideologi. Namun apabila agama didekati lewat pendekatan yang lain, maka akan dihasilkan suatu pandangan yang lain terhadap Pancasila.
Dalam tulisan ini agama akan dipahami sebagai suatu fenomena sosial. Pemahaman agama yang seperti ini mendapat titik pijak teoritisnya dari Durkheim. Menurut Durkheim, agama tidak lain adalah masyarakat itu sendiri. Sebab ia merupakan kesadaran bersama (collective conciousness) masyarakat yang telah dieksternalisasikan dan diobjektivasikan. Kesadaran bersama itu lahir sebagai upaya manusia mengatasi pelbagai persoalan yang paling dasar (ultimate concern) dalam hidupnya. Ultimate concern dimaksud ialah permasalahan makna. Robert N. Bellah menyebut dua hal yang menjadi ultimate concern manusia: nilai yang paling dasar dan frustasi yang paling dasar. Berkenaan dengan kedua ultimate concern itu, agama-agama di satu sisi berperan sebagai pemberi rangkaian makna yang terdiri atas nilai paling dasar yang bisa dijadikan sebagai landasan moralitas. Di sisi lain ia berfungsi untuk memberikan penjelasan-penjelasan atas frustasi-frustasi dasar ini sehingga setiap orang atau kelompok yang mengalaminya dapat menghadapi frustasi-frustasi itu tanpa membuat nilai yang paling dasar kehilangan maknanya sehingga mampu melangsungkan kehidupannya.
Persoalan makna merupakan sesuatu yang abstrak dan sulit dipahami oleh manusia. Agar permasalahan makna dapat ditangkap, ia perlu disimbolisasikan dalam bentuk sistem kepercayaan seperti, dogma, mitos, legenda, dll. Oleh agama simbol-simbol tersebut kemudian ditransendensikan. Dalam arti dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan dilindungi dengan pelbagai larangan-larangan serta dikarakterisasikan sebagai yang superior dan mengatasi manusia. Lewat pentransendensian ini maka di dalam agama-agama lahirlah apa yang disebut sebagai yang Sakral.
Dengan memahami agama secara demikian, menjadi jelas bahwa agama tidak lain merupakan suatu konstruksi sosial dari masyarakatnya. Sebagai yang demikian itu, tak ayal jika perwujudan agama menjadi sangat beragam dan luas. Kepercayaan-kepercayaan lokal atau agama-agama suku, yang oleh pemerintah di Indonesia tidak diakui sebagai agama, dengan pemahaman di atas dapat dimasukkan dalam lingkup agama. Malah, negara-bangsa pun bisa menjadi agama dan disebut sebagai agama sipil.
Bahwa negara-bangsa bisa menjadi agama, menjadi jelas dari apa yang dikemukakan Robert N. Bellah. Menurut Bellah, di Amerika dan juga ditempat-tempat yang lain, terdapat elemen-elemen keagamaan tertentu dari kehidupan suatu negara-bangsa yang mirip dengan agama. Dengan mengambil kasus Amerika, Bellah mengungkapkan agama sipil demikian: “Meskipun hal-hal seperti agama pribadi, kepercayaan, dan asosiasi peribadahan, semuanya itu dianggap urusan setiap pribadi, pada saat yang sama terdapat elemen-elemen tertentu dari orientasi keagamaan mayoritas rakyat Amerika. Elemen-elemen tertentu dari orientasi keagamaan itu memainkan peran penting dalam pengembangan dari institusi Amerika dan masih menjadi sumber dimensi religius bagi segenap kehidupan Amerika, termasuk dalam ruang politik. Dimensi religius umum ini terekspresikan dalam seperangkat kepercayaan, simbol dan ritus yang saya sebut sebagai agama sipil di Amerika”. Sebagaimana agama-agama yang lain, yang tidak pernah menjadikan masyarakat yang melahirkannya sebagai objek pemujaan, pun demikian dengan agama sipil. Di dalam agama sipil, negara-bangsa tidak pernah dijadikan sebagai objek pemujaan.
Kini kita beralih kepada persoalan yang kedua yaitu apa itu teologi. Teologi pada dasarnya merupakan refleksi dan sistematisasi dari keimanan seseorang atau sekelompok orang. Secara etimologis, teologi berarti ilmu tentang Theos, yaitu Tuhan atau yang Sakral di dalam agama-agama. Mengingat yang Sakral pada dirinya sendiri merupakan sesuatu yang absolut dan tak terbatas, maka ia tak bisa dijadikan sebagai objek material dari teologi. Yang dapat menjadi obyek material teologi adalah sapaan atau wahyu Yang Ilahi yang ditanggapi melalui iman. Karena isi iman dan kepercayaan berbeda-beda sesuai dengan agama yang dianut, maka teologi juga berbeda-beda menurut agama yang dipeluk oleh pelaku refleksi itu. Maka, tidak ada teologi tunggal, yang ada adalah teologi Kristen, teologi Islam, teologi Hindu, dan teologi sipil dan teologi-teologi lainnya.
Refleksi iman yang dilakukan teologi tidak ditempatkan dalam ruang hampa. Maka teologi tidak pernah menjadi teologi yang obyektif dan mengatasi ruang historis. Bahkan menurut Bevans, sebenarnya tidak ada yang disebut “teologi”, yang ada hanyalah teologi kontekstual. Dalam konteks kekristenan, Bevans menjelaskan teologi kontekstual sebagai teologi yang memperhatikan tiga sumber sekaligus: Kitab Suci, tradisi dan konteks. Konteks yang dimaksud ialah kebudayaan, sejarah, bentuk-bentuk pemikiran kontemporer, perubahan sosial dlsb.
Sebagai sebuah refleksi iman, teologi bisa dilakukan oleh siapapun yang beriman. Teologi tidak hanya menjadi hak istimewa para ahli yang dididik dalam keilmuan teologi yang rigid. Teologi juga bisa dilakukan oleh orang-orang beriman yang biasa, yang tidak terdidik dalam keilmuan teologi. Memang teologi yang dihasilkan oleh kedua kelompok ini berbeda. Meski demikan bukan berarti teologi yang dihasilkan oleh para ahli lebih valid dari teologi yang dihasilkan oleh kaum awam.
Dengan memahami agama dan teologi seperti di atas, kini kita bisa memahami bahwa Pancasila juga sebuah teologi. Ia merupakan refleksi dan sistematisasi keimanan bangsa Indonesia. Sebagai sebuah teologi, Pancasila berbeda dengan misalnya teologi Islam, teologi kristen, teologi Hindu dan lain-lain. Perbedaan itu disamping pengaruh faktor setting sosialnya yang melahirkannya, juga dipengaruhi oleh tradisi-tradisi keimanan yang beragam.
Di dalam Pancasila tradisi-tradisi yang beragam itu bertemu, berdialog dan berkolaborasi untuk membangun negara-bangsa. Dalam konteks keagamaan, pada saat Pancasila dirumuskan paling tidak ada tiga agama yang turut membentuk Pancasila, yaitu Islam, Kristen dan Hindu. Pemeluk dari ketiga agama ini turut terlibat dalam perumusan Pancasila. Malah keterlibatan mereka, bukan semata-mata sebagai bagian dari bangsa Indonesia tetapi juga bagian dari komunitas agama mereka. Pada saat merumuskan Pancasila, mereka mempertaruhkan keimanan mereka. Yang Islam mempertaruhkan keislamannya, yang Kristen mempertaruhkan kekristenannya, dan yang Hindu mempertaruhkan kehinduannya. Dalam proses perumusan itu, masing-masing pendukung tradisi keimanan yang berbeda—termasuk tradisi-tradisi yang dianggap sekuler seperti nasionalisme dan sosialisme/marxis—tidak bersikap eksklusif. Mereka bersedia berdialog dengan yang lain, menerima sesuatu dari yang lain dan juga memberi sesuatu kepada yang lain. Hasilnya ? lahirlah rumusan Pancasila yang bersifat terbuka dan sekaligus transformatif.
Pancasila: Teologi Religionum Yang Kontekstual ?
Dalam beberapa dekade belakangan ini, dalam khazanah teologi telah berkembang apa yang disebut dengan teologi religionum atau teologi agama-agama. Teologi ini mencoba menempatkan pluralisme agama sebagai pusat persoalan dan pusat perhatian. Pluralitas agama tidak hanya dilihat sebagai fakta kehidupan yang mau tidak mau harus diterima. Pluralitas ingin dilihat maknanya.
Dalam kerangka mencari makna keberadaan yang lain, teologi religionum mengkonsentrasikan diri pada dua hal: pandangan tentang yang Tuhan dan pandangan tentang sesama. Kedua hal ini sangat terkait. Pandangan tentang Tuhan akan mempengaruhi pandangan manusia yang mempercayai Tuhan yang lain. Jika suatu agama mengembangkan pandangan tentang Tuhan sebagai satu-satunya yang benar, sementara yang lain salah; maka pandangan semacam ini akan melahirkan suatu sikap-sikap diskriminatif dan imperialistis terhadap manusia yang mempunyai pandangan Tuhan yang lain. Berpijak pada dua perhatian teologi religionum itu, kita akan melihat Pancasila. Bagaimanakah Pancasila mengembangkan Pemahamannya tentang Tuhan dan sesama ?
Guna memahami Pandangan tentang Tuhan yang terkandung di dalam Pancasila, kita perlu menempatkan Pancasila di dalam konteksnya, yaitu Pembukaan UUD 1945. Di situ kita bisa menjumpai dua konsep mengenai Tuhan, yaitu Tuhan Yang Mahakuasa (alinea ketiga) dan Tuhan yang Ketuhanannya itu Maha Esa (alinea keempat, dan sila pertama dari Pancasila). Dalam konstalasi Pembukaan UUD 1945, konsep mengenai Tuhan itu tidak bisa dilepaskan dengan konsep lainnya, yaitu konsep kemerdekaan Indonesia yang terdapat dalam alinea pertama dan kedua Pembukaan UUD 1945. Oleh karena kedua konsep ini sangat berkaitan erat, maka untuk memahami konsep Tuhan dalam Pancasila seturut konteksnya kedua konsep tersebut tak bisa diabaikan.
Analisis terhadap alinea pertama dan kedua Pembukaan UUD 1945, akan ditemukan konsep-konsep pokok yang saling berkaitan. Di alinea pertama, konsep pokoknya ialah kemerdekaan, perikemanusiaan, keadilan yang dihubungkan dengan penjajahan. Pada alinea kedua konsep kuncinya: perjuangan kemerdekaan, pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. Di dalam alinea pertama, bangsa Indonesia menyadari bahwa kemerdekaan, perikemanusiaan, dan keadilan merupakan nilai-nilai hakiki dari manusia. Meski kemunculan nilai-nilai tersebut di dalam Pembukaan UUD 1945 memiliki dasar historis dan terikat dengan pengalaman bangsa Indonesia, namun nilai-nilai tersebut bersifat universal. Bagi bangsa Indonesia, nilai-nilai tersebut hanya akan terwujud jika tidak ada penjajahan. Pengalaman bangsa Indonesia dijajah telah menjadikan bangsa Indonesia hilang kemanusiaannya karena diperlakukan tidak adil. Oleh karena itu untuk memulihkan kemanusiaan dan keadilan, kemerdekaan menjadi satu-satunya jalan.
Bagi bangsa Indonesia, kemerdekaan ialah hak. Maka dari itu, di dalam alinea kedua, bangsa Indonesia menegaskan tuntutannya akan haknya itu. Istilah perjuangan kemerdekaan dalam alinea kedua ini, menunjuk pada usaha bangsa Indonesia menuntut haknya itu. Bagi bangsa Indonesia, kemerdekaan Indonesia bukanlah hadiah dari penjajah. Kemerdekaan itu ialah hasil pencurahan keringat dan darah bangsa Indonesia. Nilai yang mau ditekankan dalam alinea kedua ini ialah usaha nyata manusia. Menurut bangsa Indonesia, keadilan, kemakmuran, persatuan dan kedaulatan tidak akan datang dengan sendirinya. Itu hanya akan terwujud jika ada usaha keras dari manusia untuk mewujudkannya.
Dalam dua alinea berikutnya, Pembukaan UUD 1945 memuat istilah-istilah pokok: Pengakuan adanya berkat rahmat Tuhan, Pernyataan Kemerdekaan (alinea ketiga), pemerintah negara, UUD, Negara yang berkedaulatan rakyat dan Pancasila (alinea keempat). Di dalam Alinea ketiga, bangsa Indonesia memahami tercapainya kemerdekaan secara berbeda dengan pemahaman yang ada pada alinea kedua. Jika di alinea kedua bangsa Indonesia lebih menekankan pada usaha keras manusia; maka di alinea ketiga diakui adanya campur tangan Tuhan. Bagi bangsa Indonesia, usaha keras manusia ternyata tidak cukup untuk mewujudkan kemerdekaannya. Usaha keras manusia perlu disertai oleh pertolongan Tuhan.
Dengan keyakinan semacam itu, tergambarlah religiositas bangsa Indonesia. Uniknya, religiositas bangsa Indonesia, bukanlah religiositas mayoritas penduduknya (Islam), juga bukan religiositas agama-agama minoritas lainnya yang ada di Indonesia. Religiositas bangsa Indonesia adalah religiositas yang belum pernah dijumpai di dalam agama-agama yang ada di Indonesia pada saat itu (dan pada kadar tertentu, masih dijumpai pada masa kini). Dikatakan demikian oleh karena religiositas agama-agama yang ada di Indonesia pada saat itu, masih bersifat eksklusive. Mereka merasa dirinya lebih tinggi dan lebih benar dibanding dengan agama-agama yang lain. Akibat dari religiositas semacam ini, antara agama yang satu dan yang lain tidak jarang berlaku saling menegasikan. Dengan religiositas semacam ini, agama-agama tidak mungkin mampu memahami sesamanya secara positif.
Berbeda dengan religiositas agama-agama yang bersifat eksklusive tersebut, religiositas Indonesia justru mau melampaui eksklusivitas tersebut. Ini menjadi jelas dalam proses perumasan konsep Tuhan yang ada dalam pembukaan UUD 1945. Ditinjau dari sisi historisnya, pembukaan UUD 1945 bermula dari Pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945 dihadapan sidang BPUPKI, yang dalam proses selanjutnya dioleh oleh panitia sembilan menjadi apa yang sekarang dikenal dengan piagam Jakarta. Susunan dan isi Piagam Jakarta memang tidak berbeda jauh dengan Pembukaan UUD 1945 sekarang ini. Perbedaan yang fundamental dari keduanya ialah konsep Tuhan. Di dalam Piagam Jakarta, konsep Tuhan bersifat partikular. Tuhan di dalam piagam Jakarta ialah Tuhannya umat Islam, yaitu Allah swt. Kecuali itu, Piagam Jakarta juga termuat tujuh kata yang menganakemaskan Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia.
Dalam sejarahnya, Piagam Jakarta diperdebatkan oleh anggota BPUPKI. Perdebatan ini terutama mengenai tujuh kata. Perdebatan itu dipicu oleh Latuharhary, yang keberatan dengan dicantumkannya ketujuh kata tersebut. Menurut Latuharhary, ketujuh kata tersebut akan melahirkan syak-prasangka antara golongan yang satu terhadap golongan yang lain. Selain yang dikhawatirkan Latuharhary, pencantuman ketujuh kata tersebut juga akan berimplikasi pada diskriminasi yang dilakukan negara terhadap agama-agama yang lain. Dengan dicantumkannya ketujuh kata tersebut, maka Islam akan dianakemaskan. Penganakemasan Islam ini menjadi jelas dalam perkataan Soepomo dan rancangan UUD. Namun keberatan Latuharhary ditolak oleh Soekarno, karena Piagam Jakarta merupakan gentlement agremant.
Perubahan yang sangat menentukan dan mengubah arah religiositas Indonesia terjadi pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1948. Pada sidang tersebut, ketujuh kata tersebut dihapus. Penghapusan ini terjadi karena seorang opsir Kaigun (angkatan laut) memberitahukan kepada Hatta bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik yang ada di Indonesia Timur~yang pada waktu itu Indonesia Timur secara adminitratif terpisah dengan Indonesia Barat~menyampaikan keberatan terhadap ketujuh kata tersebut dan lebih suka berdiri diluar republik Indonesia jika ketujuh kata itu ditetap ada. Seiring dengan penghapusan ketujuh kata tersebut, I Gusti Ktut Puja mengusulkan kata Allah diganti Tuhan.
Alasan I Gusti Ktut Puja untuk mengganti kata Allah dengan Tuhan memang tidak diungkapkan. Menurut Putu Setia, meski I Gusti Ktut Puja tidak menggungkapkan alasannya, namun melihat perdebatan selama sidang BPUPKI yang kental dangan warna agama, maka bisa diperkirakan jika I Gusti Ktut Puja ingin menyelamatkan bangsa ini dari warna khas agama tertentu. Jika ini benar~serta mengingat bahwa para peserta sidang secara bulat menerima usulan tersebut~bisa diartikan pula jika kata Tuhan merupakan kata yang paling mampu mewadahi seluruh konsep atau istilah lain yang merujuk pada entitas yang sama, yang secara partikularistik dipahami oleh agama-agama yang ada di Indonesia. Islam yang memahami Tuhan dalam istilah Allah Swt, Kristen memahami dengan istilah Allah Tritunggal, Hindhu menggunakan istilah Sang Hyang Widhi Wasa, dan pelbagai istilah lainnya dalam agama-agama yang berbeda, bisa menerima istilah Tuhan. Dengan demikian kata Tuhan bukan saja bisa diterima, tetapi kata ini juga bisa melampaui dimensi-dimensi partikularistik agama-agama di Indonesia.
Jika religiositas bangsa Indonesia, sebagaimana telah dipaparkan, dikaitkan dengan alinea pertama dimana kemerdekaan, perikemanusiaan, keadilan menjadi nilai-nilai utamanya maka setiap manusia dan agama yang berbeda-beda mempunyai kedudukan yang sederajat. Di dalam religiositas Indonesia, tidak ada yang menjajah dan dijajah. Semuanya setara.
Nilai kesetaraan juga nampak dalam alinea keempat. Sebagaimana telah diungkapkan, konsep kunci yang terkandung di alinea ke empat ialah pemerintah negara, UUD, Negara yang berkedaulatan rakyat dan Pancasila. Keempat konsep pokok ini semuanya mengarah pada kepentingan rakyat. Kepentingan rakyatlah yang harus menjadi dasar penyelengaraan negara. Pemerintah Indonesia tidak bisa dan tidak boleh melayani kepentingan kelompok-kelompok tertentu dari rakyat Indonesia. Dengan pemahaman ini maka penempatan konsep Pancasila menjadi penting, sebab di dalam Pancasila-lah aspirasi rakyat menjadi nyata.
Bahwa Pancasila merupakan aspirasi rakyat, akan semakin jelas jika Pancasila dipahami dalam kerangka pikir Soekarno yang pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk mempertemukan tiga kepentingan berbeda, yang dalam sidang BPUPKI sedang bertarung. Ketiga kepentingan itu ialah kepentingan kaum nasionalis, kepentingan kaum islamis dan kepentingan kaum sosialis/Marxis. Sintesa ini dapat dilihat dari kelima sila yang diajukan Soekarno, yang jika tidak disetujui bisa diperas menjadi Tri sila, dan jika masih tidak disetujui, bisa diperas lagi menjadi Eka sila. Secara khusus mengenai gagasan Soekarno untuk memeras Pancasila-nya menjadi Trisila, sesungguhnya merupakan gagasan yang berakar di dalam Trisila yang pernah ia dituangkan dalam risalah yang ditulis pada tahun 1926. Trisila 1926 itu ialah: Nasionalisme, Marxisme dan Islamisme. Jika dibuat tabel, sintesa yang dibuat Soekarno itu ialah:
Trisila 1926 Pancasila (1945) Trisila 1945 Eka sila
Nasionalisme
(Jawa Traditional) Kebangsaan Indonesia (Nasionalisme)
Socio-Nasionalisme
Gotong-royong
Marxisme Internasionalisme atau perikemanusiaan
Mufakat atau Demokrasi
Socio-Democratie
Kesejahteraan Sosial
Islam Ketuhanan Ketuhanan
Jika diperhatikan, ternyata di dalam Pancasilanya Soekarno ketiga kepentingan yang saling bersaing itu tidak dibiarkan begitu saja. Oleh Soekarno, Nasionalisme, Marxisme dan Islamisme ditransformasikan menjadi socio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan ketuhanan. Dengan rumusan yang transformatif ini, Soekarno berusaha memberi tempat bagi keragaman yang untuk berperan dalam mengembangkan masyarakat dan bangsa Indonesia. Meski demikian, tempat tersebut diberikan dengan syarat, yaitu mereka harus bersedia untuk saling menerima keberadaan yang lain sebagai bagian dari dirinya. Jika mereka bersedia, konsekuensi logis dari perjumpaan yang saling menerima ini ialah transformasi.
Jadi, Religiositas Indonesia disamping melampaui eksklusivisme, ia juga bersifat transformatif. Oleh karena itu tidak berlebihan jika John Titaley menganggap Religiositas ini sebagai religiositas yang inklusive-transformatif. Jika religiositas bangsa Indonesia, sebagaimana tercermin dalam Pancasila bersifat inklusive-transformatif, sudah sepantasnyalah jika Pancasila disebut sebagai model teologi religionum yang kontekstual di Indonesia. Model seperti ini bisa disejajarkan dengan model yang dikembangkan oleh Paul F. Knitter dengan istilah ‘dialog yang korelasional dan bertanggung jawab global’. Dengan istilahnya ini, Knitter mengakui keragaman dan perbedaan agama-agama. Bersamaan dengan pengakuan tersebut, agama-agama perlu berhubungan secara terbuka dan timbal balik sehingga terjadi proses take and give. Menurut Knitter, dialog semacam ini hanya bisa terwujud apabila agama-agama tidak merasa dirinya superior atas yang lainnya. Jika agama-agama berhubungan sebagaimana dipersayaratkan Knitter, konsekuensi apa yang akan dialami oleh agama-agama ? tentu transformasi-lah yang terjadi.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Bahar, Saafroedin, Ananda B. Kusuma, dan Nannie Hudawati (Tim Penyunting) Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)-Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI): 28 Mei 1945-22 Agustus 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara R.I., 1995).
Bellah, Robert N., Religi Tokugawa Akar-Akar Budaya Jepang (Jakarta: Gramedia, 1992)
, ‘Civil Religion In America’ dalam http://www. robertbellah. com/ articles.html
Berger, Peter L., Langit Suci Agama Sebagai Realitas Sosial (Jakarta LP3ES 1991)
Dister, Niko Syukur Pengantar Teologi, (Yogyakarta-Jakarta: Kanisius-BPK Gunung Mulia, 1991)
Durkheim, Emile., Sejarah Agama: The Elementary Form Of Religious life, (Yogyakarta: Isrcisod, 2001)
Ismail, Faisal, Ideologi, Hegemoni dan Otoritas Agama Wacana Ketegangan Kreatif Islam Dan Pancasila, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999)
Knitter, Paul F. Satu Bumi Banyak Agama: Dialog Multi-Agama Dan Tanggung Jawab Global, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003).
Pranarka , A.M.W., Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila, (Jakarta: yayasan Proklamasi-CSIS, 1985)
Sukarno, Ir. ‘Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme’, dalam Dibawah Bendera Revolusi jilid 1, (Jakarta: Yayasan Bung Karno, 2005) hlm. 1-22
Tim Balitbang PGI (Peny): Meretas Jalan Teologi Agama-Agama di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia)
Titaley, John ‘Refleksi Agama Terhadap Tantangan Kebudayaan: Perspektif Kristen’ dalam Retnowinarti dan Johnly E.P. Poerba Agama-Agama dan tantangan Kebudayaan (Jakarta-Salatiga: Balitbang PGI-Yayasan Binadarma, 1994
,‘Suatu Perbandingan Sosio-Historik Konstitusi Madinah dan Konstitusi Indonesia’ dalam SETIA, Jurnal Teologi Persetia No. 1/ tahun 1999
,‘Panggilan Gereja dalam Konteks Heterogenitas Masyarakat Indonesia, dalam Dance I. Palit, dkk., (Ed) Dinamika Nasionalisme Indonesia (Salatiga: Yayasan Bina Darma 1999)
,Menuju Teologi Agama-Agama Yang Kontekstual: Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Teologi di UKSW (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 2001)
Lanjuuut..

Sejarah Pancasila

Sejarah Berdirinya Pancasila
BAB I
PENDAHULUAN

A. Dasar Pemikiran
UUD negara 1945 agar dapat menjadi lebih masyarakat dan rakyat tahu maksud dan tujuan dibuatnya UUD 1945, karena pada dasarnya UUD 1945 mempunyai beberapa makna penting dan pada tiap-tiap alinea itu mempunyai maksud dan tujuan yang sangat jelas, secara garis besar UUD 1945 mempunyai isi sebagai berikut :
• Pembukaan, yang mempunyai keistimewaan ini tidak bisa dirubah, jika dirubah maka akan merubah negara Indonesia secara keseluruhan.
Lanjuuut..

Pancasila dan UUD

BAB I
PENDAHULUAN


A. Dasar Pemikiran
Dengan membuat makalah ini, kami berharap bisa menambah pengetahuan kami tentang kewarganegaraan meliputi lahirnya Pancasila dan UUD di Indonesia serta menambah pengetahuan.

B. Latar Belakang
Selain tuntunan tugas bidang study “Kewarganegaraan”, kami juga mencoba lebih aktif dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru bidang study “Kewarganegaraan”.

C. Tujuan
Selain menambah ilmu, kami juga ingin menambah pengalaman dan membantu proses belajar di luar lingkungan sekolah.

BAB II
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN



A. Sejarah Terbentuknya Pancasila
Pada tanggal 9 September 1944, PM Koiso memberikan janji kemerdekaan kelak dikemudian hari kepada rakyat Indonesia .
Sementara perang telah sampai tingkatan kritis. Pada tanggal 1 Maret 1945, Panglima Tentara XVI Letnan Jendral Kumakki Harada mengumumkan di bentuknya BPUPKI (Dokuritso Junbi Cosakai). Badang ini bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang penting mengenai masalah tata pemerintahan Indonesia merdeka, anggotanya 67 orang yang dianggap tokoh dari seluruh Indonesia, ditambah 7 orang dari pihak Jepang tanpa hak suara.
Sidang pertama BPUPKI berlangsung dari tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945 dalam persidangan pertama ini pembicaraan dipusatkan kepada usaha merumuskan dasar UU. Sedangkan Prof. Soepomo mengajukan rumusan untuk Indonesia merdeka, yaitu persatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir batin, musyawarah dan keadilan rakyat.
Prof. Muhammad Yamin mengungkapkan bahwa perkataan Pancasila yang kini telah menjadi istilah hukum mulanya dipakai oleh Bong Karno pada pidatonya tanggal 1 Juni 1945 untuk menamai paduan Sila yang kelima, perkataan tersebut diambil dari peradaban in lama sebelum abad XVI dan dalam bahasa sangsekerta nama PANCASILA ada 2 artinya yaitu berbatu sendi yang lima dan Pancasila dengan huruf Dewanegeri dengan huruf -- panjang bermakna 5 peraturan tingkah laku yang penting.

B. Pancasila Sebagai Dasar Negara
Sebagai dasar negara RI sering juga disebut dengan dasar falsafah negara, ideologi negara, staat idée dan phiosofishegrondslag. Dalam pengertian Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan. dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Pancasila sesuai dengan sejarah kelahirannya yang disiapkan sebagai dasar negara dengan proses persidangan BPUKPI yang diganti dengan PPKI.
Menurut Prof. Dr. Notonegoro, SH. Pancasila sebagai dasar negara mempunyai kedudukan yang tetap, kuat dan berubah bagi negara yang dibentuk sehingga dengan jalan hukum tidak dapat diubah.

C. UUD 1945
• Pembentukan UUD 1945
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan yakni pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 yang terdiri dari :
1. Pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari 4 alinea, dan pada alinea 4 terdapat Pancasila sebagai dasar negara.
2. Batang tubuh UUD 1945 terdiri atas :
a) 16 bab
b) 37 pasal
c) 4 pasal aturan peralihan
d) 2 ayat aturan tambahan
3. Penjelasan UUD 1945 yang disusun oleh Prof. Dr. Soepomo dan merupakan penjelasan resmi UUD 1945.
Penjelasan UUD 1945 yang terdiri dari penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal. UUD 45 disahkan sebagai UUD negara Republik Indonesia pada tanggal 18-08-1948 dalam sidang PPKI, tetapi mengenai pembukaan UUD 1945 suatu deklarasi kemerdekaan Indonesia telah disusun tanggal 22 Juni 1945.
Ditinjau dari segi tertib hukum, pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 ternyata mempunyai kedudukan yang berbeda karena pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat sebagai kaidah negara yang fundamental yang antara lain :
1) Menurut sejarah terjadinya.
2) Isi pembukaan yang memuat asa falsafah negara Indonesia .
3) Pembukaan menetapkan adanya suatu UU negara Republik Indonesia
Kesimpulan dari isi pembukaan UUD 1945 :
1) Pembukaan UUD 1945 merupakan pernyataan kemerdekaan rakyat Indonesia.
2) Pembukaan UUD 1945 sebagai tertib hukum tertinggi di RI.
3) Pembukaan UUD 1945 sebagai kaidah negara yang fundamental.
4) Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok pikiran yang harus diciptakan kedalam pasal UUD

D. Amandemen / Perubahan UU 1945
MPR RI melakukan perubahan per 1 tahap UU NKRI tahun 1945 dalam sidang umum MPR RI pada tanggal 14 s/d 21 Oktober 1999 setelah mempelajari serta mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh mengenai hal-hal yang mendasar yang dihadapi rakyat, bangsa serta negara dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan pasal 37 UUD NKRI tahun 1945. MPR RI mengubah/ menambah pasal 5 ayat (1), pasal 7, pasal 9, pasal 13 ayat (2), pasal 14, pasal 15, pasal 17 ayat (1) dan (3), pasal 20, serta pasal 21 UUD 1945.
Sekiranya dalam proses perubahan tersebut belum tuntas dan masih banyak ide/ gagasan yang belum dirumuskan maka dalam sidang tahunan MPR RI tanggal 7 s/d 18 Agustus 2000 dengan maksud untuk mempersiapkan rancangan perubahan UUD NKRI ’45 yang ke-2. karena MPR RI masih memandang untuk terus melanjutkan perubahan UUD NKRI ’45, maka diadakannya proses perubahan UUD NKRI yang ketika.
Dalam perubahan UUD NKRI yang ke-4, MPR RI menetapkan sebagai berikut :
1) UUD NKRI ’45 setelah diubah dengan perubahan pe-1, ke-2, ke-3 serta ke-4 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 dan berlakuhan kembali dengan dekrit president pada tanggal 5 Juli 1958 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh DPR.
2) Menambahkan akhir pada perubahan ke-2 dengan kalimat “perubahan tersebut diputuskan dalam rapat Paripurna MPR RI ke-9 pada tanggal 18 Agustus 2000 sidang MPR RI dan ditetapkan pada 10 Agustus 2000.
3) Pengubahan penomoran pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) perubahan ke-3 UUD NKRI tahun 1945 menjadi pasal 3 ayat (2) dan ayat (20), pasal 25 E perubahan ke-2 UUD NKRI tahun 1945 menjadi pasal 25A

BAB III
P E N U T U P


A. Kesimpulan
Dari proses pembuatan makalah ini kami bisa mengetahui tentang pembahasan yang belum sepenuhnya kami mengerti meliputi : sejarah terbentuknya Pancasila, Pancasila sebagai dasar negara, UUD ’45 serta perubahan UUD ‘45

B. Kritik dan Saran
Dan tidak lupa kami juga mengharap kritik dan saran dari saudara pembaca demi kesempurnaan makalah ini dan bisa membangunkan semangat kami untuk membuat makalah yang lebih baik


MAKALAH

PANCASILA DAN
UUD NKRI TAHUN 1945
(Tuntutan Tugas Bid. Study Kewarganegaraan)














Pembimbing :
Bpk. H. ROKHANUDDIN

Kelompok :
______________________
______________________
______________________






SMA A. WAHID HASYIM
TEBUIRENG JOMBANG
2007

KATA PENGANTAR



Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat menyelesaikan makalah kita dengan judul “Lahirnya Pancasila dan UUD”.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan masalah ini.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :
1. Bapak Rohani, selaku pembimbing bidang study “Kewarganegaraan”
2. Ibu Saromi yang telah membantu memudahkan kita dalam mencari bahan makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pelajar-pelajar SMA dan khususnya bagi kami sendiri.
Tak lupa, kami juga tetap menerima kritik dan saran demi kesempurnaan makalah kami ini.
Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.




Tebuireng, __________ 2007


Penulis



DAFTAR ISI


HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Dasar Pemikiran 1
B. Latar Belakang Masalah 1
C. Tujuan 1

BAB II : PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah Terbentuknya Pancasila 2
B. Pancasila Sebagai Dasar Negara 2
C. UUD 1945 3
D. Perubahan UU 1945 4

BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan 6
B. Kritik dan Saran 6

DAFTAR PUSTAKA
Lanjuuut..

Pancasila dan Amandemen

BAB II
PERMASALAHAN


A. Sejarah Terbentuknya Pancasila
Prof. Muhammad Yamin mengungkapkan bahwa perkataan Pancasila yang kini telah menjadi istilah hukum mulanya dipakai oleh Bong Karno pada pidatonya tanggal 1 Juni 1945 untuk menamai paduan Sila yang kelima. Dalam bahasa sangsekerta maka Pancasila ada 2 artinya yaitu berbatu sendi yang lima dan Pancasila dengan huruf Dewanagari dengan huruf i panjang bermakna lima peraturan tingkah laku yang penting.
Istilah Pancasila yang telah lama di kenal dalam budaya kehidupan bangsa Indonesia, kemudian diperkenalkan kembali oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945, yang mana Pancasila sebagai nama yang diusulkan untuk dasar negara Indonesia :
1) Kebangsaan Indonesia atau nasionalisme.
2) Prikemanusiaan atau internasionalisme.
3) Mufakat atau demokratis.
4) Kesejahteraan sosial.
5) Ketuhanan Maha Esa.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI menetapkan dan mengesahkan lima dasar negara yang rumusannya terdapat pada pembukaan UUD 1945, yang dimaksud Pancasila sebagai dasar falsafah negara adalah lima dasar negara yang perumusannya terdapat dalam pembukaan UUD 1945 pada alenia ke-4, yakni :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab.
3) Persatuan Indonesia .
4) Kerakyatan yang dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan perwakilan.
5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
B. Pancasila Sebagai Dasar Negara
Sebagai dasar negara RI sering juga disebut dengan dasar falsafah negara, ideologi negara, staat idée dan phiosofishegrondslag. Dalam pengertian Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan negara atau digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Pancasila sebagai dasar negara, sesuai dengan sejarah kelahirannya yang dipersiapkan sebagai dasar negara, yakni dengan proses persidangan BPUKPI yang kemudian berganti dengan PPKI, dengan tegas mencantumkan pernyataan dalam pembukaan UUD 1945 kalimat :
“ ………. Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. ….”
Menutur Prof. Dr. Notonegoro, SH,. Pancasila sebagai dasar negara mempunyai kedudukan istimewa dalam hidup kenegaraan dan kebangsaan Indonesia (merupakan kelompok kaidah yang fundamental). Artinya mempunyai kedudukan yang tetap, kuat dan tidak berubah bagi negara yang dibentuk sehingga dengan jalan hukum tidak dapat diubah. Dengan demikian Pancasila menjadi sumber dari UUD dan harus dijadikan landasan dalam menetapkan kebijaksanaan negara guna menjalankan pemerintahan



C. UUD 1945
1. Undang-Undang Dasar Sebagai Dari Hukum dasar
Undang-Undang suatu negara adalah sebagian dari hukum dasar negara itu. Undang-Undang adalah hukum dasar yang tertulis disampingnya UUD itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis.
UUD negara manapun tidak dapat dimengerti kalau hanya dibaca teksnya saja. Untuk mengerti sungguh-sungguh maksudnya undang-undang dari teks itu, harus diketahui keterangan-keterangannya dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibuat.
2. Pokok-Pokok Pikiran dalam Pembukaan
a) Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasarkan atas asas persatuan dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia .
b) Negara hendaknya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
c) Negara yang berkedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.
d) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Undang-Undang menetapkan pokok-pokok Pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya.
4. Undang-undang bersifat singkat
Undang-Undang Dasar hanya memuat 37 pasal, pasal-pasal lain hanya memuat peralihan dan tambahan, maka rancangan ini sangat singkat jika dibandingkan dengan undang-undang dasar Filipina.

D. Amandemen
1. Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Berdasarkan pasal 37 UUD NKRI tahun 1945. MPR RI mengubah/ menambah pasal 5 ayat (1), pasal 7, pasal 9, pasal 13 ayat (2), pasal 14, pasal 15, pasal 17 ayat (1) dan (3), pasal 20, serta pasal 21 Undang-Undang Negara Republik Indonesia 1945.

2. Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

Berdasarkan pasal 37 UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia merubah dan menambah pasal 18, pasal 18A, 18B, pasal 19, pasal 20 ayat (5), pasal 20A, 22A, 22B, BAB IX A25E, BAB X pasal 26 ayat (2) dan (3), pasal 27 ayat (3) BAB XA, pasal 28A, 28B, 28C, 28D, pasal 28E, 28F, 28H, 28I, dan pasal 29J BAB XII, pasal 30 BAB XII, pasal 35A, 36B, 36C, UUD Negara Republik Indonesia 1945.

3. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

Berdasarkan pasal 37 UUD Negara RI tahun 1945 Majelis Permusyawa-ratan RI mengubah dan menambah pasal 2 ayat (2) dan (3), pasal 3 ayat (1), (3) dan (4), pasal 6 ayat (1) dan (2), pasal 6A ayat (1), (2), (3), dan (5), pasal 7A, 7B ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7), pasal 7C, pasal 8 ayat (1) dan (2), pasal 11 ayat (2) dan (3), pasal 17 ayat (4), Bab VIIA, pasal 22C ayat 91), (2), (3), dan (4), pasal 22D ayat (1), (2), (3), (4), Bab VIIB, pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6), pasal 23 ayat (2), (3), pasal 23A, 23C, Bab VIIIA pasal 23E ayat (1), (2), dan (3), pasal 23F, 23G ayat (1), (2), pasal 24 ayat (1) dan 92), 24A ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), pasal 24B ayat (1), (2), (3), dan (4), pasal 24C ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6), undang-undang RI tahun 1945.

4. Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Berdasarkan pasal 3 dan 37 Undang-Undang Negara RI tahun 1945 MPR RI menetapkan :
• UUD Negara RI ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berlakulah kembali dengan dekrit president pada tanggal 5 Juli 1959.
• Perubahan tersebut diputuskan dalam rapat Paripurna MPR RI ke-9 pada tanggal 18 Agustus 2000 sidang MPR RI.
• Pengubahan penomoran pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) perubahan ke-3 UUD NKRI tahun 1945 menjadi pasal 3 ayat (2) dan ayat (20), pasal 25 E perubahan ke-2 UUD NKRI tahun 1945 menjadi pasal 25A
• Penghasilan judul bab VI tentang Dewan Pertimbangan Agung dan Pengubahan Substansi pasal 16 serta penempatan kedalam Bab III tentang kekuasaan pemerintah Negara.
• Perubahan dan Perombakan pasal 2 ayat (1), pasal 6A ayat (4), pasal 8 ayat (2), (3), (4), (5), pasal 34 ayat (1), (2), (4), pasal 37 ayat (1), (2), (3), (4), (5), aturan peralihan pasal I, II, III, aturan tambahan pasal I, II UUD Negara RI tahun 1945.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Penjelasan Atas UUD Negara RI No. 24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi.

UU negara RI 1945 mengesahkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UU ditegaskan pula bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.
Disamping Mahkamah Agung sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 24 ayat (1) dan (2) UU negara 1945 bahwa negara untuk :
1) Mengkaji UU terhadap UUD negara RI tahun 1945.
2) Memutuskan pembahasan partai politik.
3) Memutuskan penelitian hasil pemilu.
UU ini merupakan pelaksanaan pasal 24-26 UUD negara RI 1945 bahwa pengangkatan dan pemberhentian hukum secara surat ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi.

B. Perihal Konstitusi dalam kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Pancasila sebagaimana tertuang dalam ketetapan MPR RI nomor II/MPR/1978, juga dikenal dengan nama Ekaprasetya Pancakarsa yang berarti tekad yang tunggal untuk melaksanakan lima kehendak yaitu Pancasila.
Penghayatan adalah proses batin, merupakan kesadaran yang tumbuh dari dalam diri masing-masing.
Pancasila mempunyai patokan dan pedoman yang diperlukan agar dalam pengalamannya akan lebih baik, terpadu dam terarah serta mencapai sasaran. Hal tersebut diperlukan atas dasar :
1) Pengalaman Sejarah.
2) Tugas masa depan bangsa :
a. Membangun masa depan bangsa.
b. Pembangunan menuju masyarakat modern.
c. Proses regenerasi
d. Perkembangan dunia yang tepat dan mendasar

DAFTAR PUSTAKA

Ranawijaya, Usep, 1999. Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Soewarno, 1994, Wawasan Nusantara, Ketahanan Negara, Penerbit Ganep Jaya.
Luhulima, C.P.F., 1999, Eropa Sebagai Kekuatan Dunia, Jakarta : PT. Pertja.
Sekretariat Negara, 2004, Sosialisasi Ketetapan MPR RI dan Amandemen UUD NKRI Tahun 1945, Jakarta : Sekretariat Negara
Sekretariat Negara, 2003, UUD RI No. 31 Tahun 2002, Tentang Partai Politik, Bandung : Penerbit Citra Umbara.

DAFTAR ISI


HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Dasar Pemikiran
B. Latar Belakang Masalah
C. Tujuan

BAB II : PERMASALAHAN
A. Sejarah Terbentuknya Pancasila
B. Pancasila Sebagai Dasar Negara
C. UUD 1945
D. Amandemen (Perubahan) UU 1945

BAB III : PEMBAHASAN
BAB IV : PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
Lanjuuut..

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI
DALAM KEHIDUPAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN

A. Pendahuluan
Pemahaman mengenai Pancasila sebagai ideologi dalam pemahaman kehidupan pertahanan dan keamanan perlu kita kaitkan dengan pemikiran jajaran Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Sejak awal kehadirannya dengan berbagai nama di tahun 1945, sudah barang tentu pemikiran mengenai sebagai ideologi dalam pertahanan dan keamanan tidak hanya tumbuh dalam kalangan ABRI saja, tetapi juga tumbuh di kalangan di luar ABRI seperti kalangan polisi dan intelektual.

B. Pengertian ABRI
ABRI yang mempunyai berbagai nama, diantaranya :
1. Barisan Keamanan Rakyat
2. Tentara Keamanan Rakyat
3. Tentara Republik Indonesia
4. Tentara Nasional Indonesia Yang Akhirnya Menjadi
5. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Kesemua itu mempunyai pengertian "inti pertahanan negara dan merupakan pelatih keprajuritan bagi rakyat "maka pengambilan sumber pemikiran dari ABRI ini dapat dipertanggung jawabkan.

C. Posisi Militer dalam Kehidupan Negara
Secara umum, inti dari kehidupan pertahanan dan keamanan adalah militer Alfred Vagts dalam bukunya yang bersifat klasik " A Histori of Militarism" (1937-1959) menyebutkan bahwa pada dasarnya militer itu bersifat non politik dan tidak menyukai proses perundingan dan tawar menawar yang menjadi ciri politik, khususnya dalam suatu sistem politik demokratik.
Sejak tahun-tahun pertama Orde Baru, pelaksanaan Pancasila diarahkan kepada Pembangunan Nasional. Untuk mencapai sasaran yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut menegakkan ketertiban dunia yang berdasarkan atas kemerdekaan, perdamaian dunia dan keadilan sosial.
Pembangunan nasional itu sendiri dibagi menjadi 4 bidang yang saling berkaitan, yakni :
1. Pembangunan Ekonomi
2. Pembangunan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
3. Pembangunan Sosial Budaya
Pembangunan politik, aparatur pemerintah hukum, penerangan dan media massa hubungan luar negeri
4. pembangunan pertahanan keamanan
Tatanan tersebut di atas secara umum telah memberikan posisi yang jelas kepada kehidupan pertahanan keamanan dan militer. Peranan militer adalah penunjang pembangunan nasional atau dalam istilah khas militer "mengamankan dari segenap ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan" GBHN menyifatkan tujuan pembangunan bidang pertahanan dan keamanan ini dengan kata-kata :
"Pembangunan bidang pertahanan dan keamanan ditujukan untuk membangun kemampuan bangsa dalam rangka menghadapi segala macam-macam dan gangguan baik dari luar maupun dari dalam negeri. Di samping itu pembangunan di bidang pertahanan keamanan juga ditujukan untuk pembangunan kemampuan bangsa dalam rangka mendukung pelaksanaan, mengamankan hasil-hasil serta menjamin kelanjutan pembangunan nasional."

D. Tiga tahap pemikiran ABRI mengenai Pancasila
1. Umum
Pemahaman kita tentang Pancasila akan lebih lengkap jika dapat seluruh risalah pidato para anggota BPUPKI yang masih belum diterbitkan. sekiranya hal itu tidak mungkin maka pemahaman terhadap pendidikan mereka itu bisa kita peroleh dari hasil analisa tulisan mereka yang ada baik sebelum maupun setelah tahun 1945.
Pemikiran ABRI mengenai Pancasila dapat dilihat dari pernyataan-pernnyataan unsur pimpinannya dan secara pribadi dan dari doktrin-doktrin.
Penyatuan-penyatuan ABRI secara pribadi bisa diterbitkan pada publik maupun dalam naskah Dinas yang sifatnya terbiasa. Sedangkan doktrin-doktrin ABRI sebagian dipublikasikan walaupun sangat terbatas.
2. Tahap Pemikiran Pada Tataran Praktis
Pada tataran prkatis perhatian dipusatkan pada perwujudan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila itu dalam kenyataan hidup sehari-hari dan bukan pada perumusan yang abstrak.
3. Tahap Pemikiran Tataran Nilai Dasar
Pada tahun 1951 ABRI merumuskan kode etiknya secara otonom yaitu SAPTA MARGA, sebagai pegangan moral untuk seluruh prajurit ABRI. Marga Pertama dari Sabta Marga ini secara tegas mencantumkan pernyataan bahwa "kami warga negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila" tiga Marga pertama dari Sabta Marga menekankan citra diri ABRI sebagai warga negara, sebagai kesatria dan sebagai patriot bangsa Indonesia baru empat marga sesudahnya menekankan kedudukannya sebagai prajurit.
4. Tahap Pemikiran Tataran Nilai Instrumental
Nilai instrumental Pancasila dapat dipahami sebagai rangkaian perangkat lunak Pancasila yang berfungsi sebagai acuan operasional, untuk melaksanakan Pancasila itu dalam suatu bidang. Dalam hal ini dalam bidang pertahanan dan keamanan.
ABRI menjabarkan nilai-nilai dasar Pancasila itu kedalam doktrin-doktrinnya, dengan titik berat pada sila Persatuan Indonesia dengan tetap menjaga kaitannya dengan seluruh sila-sila lain.

E. Kesimpulan dan Penutup
Dalam penjabaran Pancasila sebagai ideologi kedalam kehidupan pertahanan dan keamanan terlihat ABRI menempuh jalan induktif.
Tantangan penjabaran Pancasila yang dihadapi ABRI adalah mencari keseimbangan yang serasi antara tugas pengamanan di satu pihak dengan tugas memberi peluang dan dorongan untuk berkembangnya kreatifitas dan prakarsa masyarakat untuk pembangunan di pihak lain.

Daftar Pustaka
- Drs. Kaelan, M.S. 2002. Pendidikan Pancasila Paradigma, Yogyakarta.
- Oetojo Oesman, Alfian. Pancasila sebagai ideologi dalam Berbagai Kehidupan Bermasyarakat. Berbangsa dan Bernegara.
Lanjuuut..

Amar

BAB I
PENDAHULUAN

Menurut mayoritas ahli ushul fiqh, amr adalah suatu tuntutan untuk melakukan sesuatu dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah tingkatannya
Definisi di atas hanya ditujukan pada lafadz yang memakai sighat amr, tetapi ditujukan pula pada semua kalimat yang mengandung perintah, karena kalimat perintah tersebut terkadang menggunakan kalimat majazi (samar), namun yang paling penting dalam amr adalah bahwa kalimat tersebut mengandung unsur tuntutan untuk mengerjakan sesuatu.
Pada dasarnya perintah itu untuk menunjukkan wajib, artinya jika perintah itu tidak disertai sesuatu qorinah yang menyimpangkan kepada tujuan selain wujud maka ternyata pengertian hukum yang keluar dari amar itu wajib. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada bab berikutnya.

BAB II
PEMBAHASAN
AMR (PERINTAH)

A. Bentuk AMR (perintah)
Bentuk amr ada beberapa macam, yaitu sebagai berikut :
1. Dengan menggunakan fiil amar, misalnya : واقيمو الصلاة
"Dirikanlah olehmu shalat (al-Baqarah : 43)
2. Dengan Fiil mudharik yang diberi lam amar, misalnya :
واليطوفوا بالبيت العطيق
"Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling ka'bah itu (al-hajj : 29)
3. Menggunakan lafadz kutiba (diwajibkan) seperi firman Allah dalam surat al-Baqara ayat 183
4. Perintah dengan memakai redaksi pemberitahuan (jumlah khobariyah) tetapi yang dimaksud adalah perintah, seperti firman Allah surat Al-Baqarah ayat 228.
5. Perintah dengan menggunakan kata wajaba dan faradha, seperti firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 50
6. perintah dalam bentuk penilaian bahwa perbuatan itu baik seperti firman Allah : ويسألونك عن اليتمى قل اصلاح لهم خير
7. perintah disertai janji kebaikan yang banyak bagi pelakunya, seperti firman Allah surat Al-Baqarah ayat 245.
8. melalui lafadz amara dan seakar dengannya yang mengandung perintah (suruhan) seperti firman Allah.
ان الله يأمركم ان تؤدوا الامانات الى اهلها

B. Kandungan Penunjukan Amr
1. Berarti menunjukkan hukum wajib seperti dalam surat al-Baqarah ayat 110 "Dirikanlah olehmu "shalat dan tunaikanlah zakat.
2. Menjelaskan bahwa sesuatu itu mubah hukumnya seperti surat al-Mukminun ayat 51. "Hai para Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik"
3. Untuk menunjukkan anjuran, seperti dalam surat al-Baqarah ayat 282 "Hai orang-orang yang beriman, apabila kami bermuamalat secara tidak tunai untuk waktu yang telah ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya".
4. Untuk melemahkan seperti dalam surat al-Baqarah ayat 23 "Dan jika kamu tetap dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang kami wahyukan kepada hamba kami Muhammad, buatlah suatu surat saja semisal Al-Qur’an.
5. Sebagai ejekan dan penghinaan, seperti dalam surat al-Dukhan ayat 49 "Rasakanlah, sesungguhnya orang-orang perkasa lagi mulia"
6. Untuk menakut-nakuti (tahdid) seperti "Berbuatlah apa yang kamu inginkan





C. Penerapan AMR
1. Kesegeraan dalam amar
Perintah adakalanya ditentukan waktunya dan adakalanya tidak, jika suatu perintah disertai waktu tertentu, seperti shalat lima waktu, perintah semacam itu mesti dikerjakan pada waktu yang telah ditentukan, tetapi jika tidak dihubungkan dengan waktu tertentu, perintah (amr) itu berjalan sesuai dengan dasar pokoknya yaitu :
الاصل فى الامر لا يقتضى الفور
"Pada dasarnya perintah (amr) itu tidak dilaksanakan dengan segera.
2. Amr tidak menuntut dilaksanakan terus menerus
Bahwa sighat amr menunjukkan adanya tuntutan mengerjakan sesuatu pada masa yang akan datang. Apakah amr berdasarkan konteks bahwasanya membutuhkan kesinambungan atau tidak, dalam hal ini terbagi dalam dua pendapat.
a. Menunjukkan tuntutan untuk mengerjakan sesuatu dan berulang-ulang selama masih hidup.
b. Hal itu tidak menunjukkan kepada mutlak, tetapi menunjukkan sekali saja, karena hakikat dari perintah itu adalah pemenuhan tuntutan.
Perli diingat bahwa apabila perintah tersebut tidak mungkin dilaksanakan, kecuali satu kali, maka yang sekali itu merupakan hal pokok dalam melaksanakan hakikat perintah. Namun, yang sekali bukan berarti petunjuk sighat amar, melainkan untuk melaksanakan hakikat dari amar tersebut. Jadi jumhur ushul fiqih menetapkan suatu perintah tidak wajib dilakukan berulangkali kecuali pada dalil untuk itu.
3. Perintah berarti larangan melakukan sebaliknya.
الامر با لشيئ نهي عن ضده
"Memerintahkan sesuatu berarti melarang sebaliknya"
Artinya melarang melakukan yang berlawanan dengan yang diperintah beriman, berarti melarang syirik atau kufur, lawan itu adakalanya beberapa macam, misalnya perintah berdiri berarti jangan duduk, berbaring, berjongkok dan seterusnya. Perintah itu pada dasarnya menunjukkan wajib dan kelaziman wajib ialah meninggalkan semua yang berlawanan, maka setiap perintah berarti menunjukkan kelaziman meninggalkan semua yang berlawanan.
4. Selesainya perintah
"Apabila yang diperintahkan sudah selesai mengerjakan sesuatu dengan peraturan-peraturannya berarti yang diperintah bebas dari perintah itu". suatu perintah yang disertai petunjuk-petunjuk cara mengerjakannya jika telah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang semestinya, maka orang-orang yang diperintah itu telah bebas dari tanggungan memenuhi perintah itu dilaksanakan sesuai dengan syarat rukunnya hingga selesai, maka orang itu telah bebas dari perintah, tak usah melakukan beberapa kali.
5. Perintah Qadha
Qadha ialah melakukan sesuatu pekerjaan sesudah habis waktunya. Mengkadha pekerjaan wajib adalah wajib, tetapi kewajiban qadha tadi masih dalam rangkaian perintah adaan. Adaan yaitu mengerjakan kewajiban tepat pada waktunya, tegasnya, perintah qadha itu memerlukan perintah baru.
Dalam hal ini ada pendapat lain, yaitu :
"Qadha itu harus dengan perintah baru (القضاء بأمر جديد) artinya, bukan yang datang dari perintah yang pertama sebab apabila waktu yang tertentu itu sudah lewat, kemaslahatan yang berhubungan dengan waktu itu telah lewat pula. Karena itu, diperlukan lagi perintah baru sebagai susulan untuk kemaslahatan tersebut
6. Keadaan Amr
Makna hakiki amr yang diperselisihkan di atas adalah apabila Amr itu tidak disertai qorinah, golongan zahiriyah, antara lain Ibnu Hazm berpendapat bahwa Amr yang terdapat dalam Al-Qur’an, sungguhpun disertai qorinah tetap menunjukkan wajib, kecuali kalau ada nash lain atau ijma' yang memalingkan pengertian amr dari wajib. Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa tak adanya qarinah menunjukkan wujub, sebaliknya adanya suatu qarinah sudah cukup dapat mengubah hakikat arti amar itu.

BAB III
KESIMPULAN

Dari penjelasan pada bab pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Suatu perintah selalu menunjukkan pada kaum wajib kecuali ada indikasi atau dalil yang memalingkannya dari hukum tersebut.
2. Suatu perintah tidak wajib dilakukan berulang kali kecuali ada dalil untuk itu. Pada prinsipnya suatu perbuatan telah terwujud bila perbuatan yang diperintahkan dilakukan, meskipun dilakukan satu kali.
3. Suatu perintah tidak harus segera dikerjakan selama tidak ada dalil lain yang menunjukkan itu, karena tujuan dari suatu perintah adalah mewujudkan perbuatan yang diperintahkan


DAFTAR PUSTAKA
• Khallaf, Abdul Wahab. Prof. DR. Ilmu Ushul Fiqih, Pustaka Amani, Jakarta, 2003.
• Firdaus, M.Ag. Ushul Fiqih, Metode Mengkaji dan Memahami Hukum Islam Secara Komprehensif, Zikrul Media Intelektual, Jakarta, 2004.
• Rifa'i, Muhammad. Drs. Ushul Fiqih. PT. Al-Ma'arif, Bandung, Bandung, 1973.
• Syafi'e, Rahmad, Prof. Dr. MA, Ilmu Ushul Fiqih. Pustaka Setia, Bandung, 1999.
Lanjuuut..

Filsafat Pendd. Islam

PANDANGAN ISLAM
TERHADAP FILSAFAT PENDIDIKAN


A. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Islam adalah nama dari agama wahyu yang diturunkan Allah Swt kepada rasul-rasul-Nya untuk didsampaikan kepada manusia. Agama Islam berisi ajaran-ajaran Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.
Wahyu yang diturunkan Allah kepada nabi sebelum nabi Muhammad, tidak dijamin Allah orisinalitasnya setelah para nabi pembawanya tiada. Oleh karena itu, pada waktu selanjutnya umat dan para penganutnya menambah dan mengurangi ajaran yang ditinggalkan para nabi itu, bahkan mengganti nama Islam yang melekat pada ajaran agama itu dengan nama lain yang diinginkan mereka.

Download Makalah Pendidikan : "Filsafat Pendidikan" Lengkap
Lanjuuut..

Filsafat Hukum Islam

FILSAFAT HUKUM ISLAM Pengertian Filsafat Hukum Islam

Kata-kata filsafat atau falsafat menjadi bahasa Indonesia yang terpakai melalui bahasa Arab. Kata filsafat itu menjadi bahasa Arab yang baku pada masa keemasan kebudayaan islam sesudah ilmu pengetahuan dan budaya Yunani masuk kedalam dunia islam. Oleh karena itu kata filsafat belum dikenal pada masa Nabi masih hidup. Itulah sebabnya kata tersebut tidak terdapat dalam Al Qur’an maupun dalam Sunnah. Tidak terdapatnya kata filsafat dalam dua sumber tersebut, tidaklah berarti bahwa Al Qur’an dan Sunnah tidak mengenal apa yang dimaksud dengan filsafat itu. Dalam dua sumber itu dikenal kata lain yang sama maksudnya dengan itu yaitu kata hikmah.

Download Makalah Pendidikan : "Filsafat Hukum Islam" Lengkap
Lanjuuut..

Abu Hanifa

Abu Hanifah dan Ijtihadnya
Ditulis Oleh Sahlul Khuluq, LC
Minggu, 17 Februari 2008
Pendahuluan
Fiqh merupakan produk hukum yang dihasilkan melalui metode ijtihad, pada masa Rasul SAW belum dimunculkan istilah Fiqh, Istilah fiqh mulai populer memasuki pertengahan abad pertama. Di mana era mulai berkembangnya ilmu pengetahuan dalam dunia Islam.
Perkembangnya ilmu pengetahuan dalam Islam dipelopori oleh orang-orang negara Syam terutama kawasan Babilonia atau dikenal dengan Iraq. Oleh karena itu tidak mengherankan bila muncul tokoh-tokoh Islam di sana, di antara Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’Imam, Ibrahim al-Nakha’i, Imam Ghozali, Imam Haramain, Ibnu Rushd dan yang lainnya.
Dari sekian banyak tokoh Islam, Imam Abu Hanifah merupakan tokoh ulama’ dalam Islam fiqh yang mempunyai pengikut paling banyak sampai sekarang. Ia merupakan salah satu tokoh mujtahid yang mempunyai pemikiran yang maju. Sampai-sampai dikarenakan kemajuan dalam menggunakan akal pikiran, ia dikenal dengan tokoh dalam ilmu Fiqh yang rasional, dikarenakan ia sering menetapkan hukum dengan nalar atau qiyas. Pada dasrnya ia juga seperti Imam Syafi’i atau yang lainnya, di mana pijakan utama dalam menetapkan hukum menggunakan Alquran dan hadits. Akan tetapi kelebihan beliau adalah dalam menginterpretasikan nash-nash yang ada tidak hanya melihat dari satu aspek, akan tetapi tinjaaunnya dari beberapa aspek, inilah yang menjadikan mazhab Abu Hanifah lebih banyak diterima di berbagai dunia Islam.

Sosiohistoris Imam Abu Hanifah
Nama lengkap Abu Hanifah adalah Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit Ibn Zuta Al-Taimi. Lebih dikenal dengan sebutan Abu Hanifah. Ia berasal dari keturunan persi, lahir di kufah tahun 80 H/699 M dan wafat di baghdad tahun 150 H/767 M. ia menjalani hidup di dua lingkungan sosio-politik, yakni di masa akhir dinasti Umayyah dan masa awal dinasti Abbasiyah. Abu hanifah adalah pendiri mazhab Hanafiyah yang dikenal dengan Al-Imam al-Abu’dham, yang berarti Imam terbesar. Ia termasuk dalam golongan Tabi’ al-Tabi’in.
Imam Abu Hanifah banyak mendapat pujian dari beberapa tokoh ulama’, baik yang semasa dengan beliau maupun pada masa-masa sesudahnya, di antara ulama’ yang semasa dengan beliau adalah Muhammada Ibn Abdurrahman Ibn Abi Laila, Sufyan Ibn Sa’id al-Thauri dan Syarik Ibn Abdillah al-Nakho’i.
Sufyan al-Thauri berkata : Bahwa Imam Abu Hanifah merupakan orang yang paling alim di bidangi Fiqh di atas bumi ini, hal ini sama dengan apa yang disampaikan oleh Al-Nadhr Ibn Shamil. Abu Hanifah perna ditawari untuk menduduki jabatan sebagai Hakim atau Qadhi, akan tetapi ia menolaknya, sehingga ia dipukuli oleh penguasa setempat dan dipanggil oleh Khalifah Al-Mansur untuk datang ke baghdad .

Pola Pemikiran dan Metodologi Ijtihad Imam Abu Hanifah

Abu Hanifah hidup selama 52 tahun pada masa dinasti Umayyah dan 18 tahun pada masa dinasti Abbasiya. Alih kekuasaan dari Umayyah yang runtuh kepada Abbasiyah yang naik tahta, terjadi di Kufah sebagai Ibu kota Abbasiyah sebelum pindah ke Baghdad. Kemudian Baghdad dibangun oleh khalifah kedua Abbasiyyah, Abu Ja’far al-Manshur (754 – 775 M), sebagai ibu kota kerajaan tahun 762 M. Dari perjalanan hidupnya itu, Abu Hanifah sempat menyaksikan tragedi-tragedi besar di Kufah. Di satu segi, kota Kufah memberi makna dalam kehidupannya, sehingga menjadi salah seorang ulama’ besar dan al-Imam al-A’zham. Di sisi lain, ia merasakan kota Kufah sebagai kota teror yang diwarnai dengan pertentangan politik. Kota Bashrah dan kota Kufah di Iraq melahirkan banyak ilmuwan dalam berbagai bidang.

Abu Hanifah dikenal sebagai ulama’ Ahl al-Ra’yi. Dalam menetapkan hukum Islam, baik yang diIstinbatkan dari Alquran ataupun hadits, beliau banyak menggunakan nalar. Ia mengutamakan Ra’yi dari pada hadits Ahad. Apabila terdapat hadits yang bertentangan, beliau menetapkan hukum dengan jalan Qiyas atau Istihsan.

Faktor-faktor Sosiologi Yang Mempengaruhi Abu Hanifah Dalam Menetapkan Hukum Islam.

Dalam menetapkan hukum, Abu Hanifah dipengaruhi oleh perkembangan hukum di Kufah, yang terletak jauh dari Madinah sebagai tempat tinggal Rasul SAW, yang banyak mengetahui hadits. Disamping itu, Kufah sebagai kota yang berada di tengah kebudayaan Persia, kondisi kemasyarakatannya telah mencapai tingkat peradaban cukup tinggi. Oleh sebab itu banyak muncul problema kemasyarakatan yang memerlukan penetapan hukumnya. Karena problema itu belum perna terjadi di zaman Nabi SAW, atau zaman Sahabat dan Tabi’in. maka dari itu, untuk menghadapinya memerlukan ijtihad atau Ra’yi .

Hal inilah penyebab perbedaan perkembangan pemikiran hukum di Kufah, Iraq dengan di Madinah, Hijaz. Ulama’ Madinah banyak memakai Sunnah dalam menyelesaikan problema-problema yang muncul dalam measyarakat. Sedangkan di Kufah, Sunnah hanya sedikit yang diketahui disamping banyak terjadi pemalsuan hadits, sehingga Abu Hanifah sangat selektif dalam menerima hadits, dan karena itu maka untuk menyelesaikan masalah yang aktual, beliau banyak menggunakan Ra’yi. Dalam membentuk mazhab Hanafiyah, Abu Hanifah banyak menggunakan ra’yu ( Rasional), karena itu mazhabnya terkenal dengan aliran ra’yu/Rasional. Dari. Faruq Abu Yazid mengatakan; Faktor yang melatar belakangi kecenderungan dan metode Abu Hanifah yaitu kota Kufah, di mana ia dilahirkan dan dibesarkan, yang merupakan masyarakat yang sudah mengenal kebudayaan dan peradaban. Fuqaha’ (para ahli Fiqh) daerah ini sering dihadapkan pada berbagai persoalan hidup berikut problematika yang berkembang. Untuk mengatasi persoalan tersebut mereka terpaksa memakai ijtihad dan akal. Hal ini berbeda dengan di Madinah, yang suasana kehidupannya sederhana, seperti masa Nabi SAW. Sehingga untuk mengatasi problema hidup cukup dengan Alquran, hadits, ijma’ para sahabat. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Muhammad ‘Ali AL-Says, bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi pemikiran hukum bagi ulama’ Iraq yaitu :

Pertama, Pemikiran mereka dipengaruhi oleh guru mereka yang pertama, Abullah Ibn Mas’ud. Dimana ia termasuk pengikut Umar yang menggunakan dasar akal dalam menetapkan hukum Islam. Sehingga ia diikuti pula oleh tokoh-tokoh ulama’ Iraq yang menjadi muridnya misalnya, ‘Alqamah Al-Nakha’i, Ibrahim al-Nakha’i dan ulama’-ulama’ Baghdad yang lain

Kedua, Iraq merupakan wilayah berkembangnya golongan Syiah, tempatnya orang-orang Khawarij dan tempat berkembangnya fitnah dalam Islam, dimana banyak tersebar hadits-hadits palsu untuk mendukung kelompk masing-masing. Untuk itu dalam menerima hadits Rasul SAW para tokoh ulama’ di Iraq, termasuk Abu Hanifah, sangat selektif dalam menggunakan hadits sebagai dasar hukum, sehingga mau tidak mau dalam menetapkan hukum harus menggunakan nalar akar tidak terjebak dalam hadits yang palsu.

Ketiga, Berkembangnya problematika dalam masyarakat yang menuntut penyelesaian secara hukum Islam, hal ini berbeda dengan wilayah Hijaz yang perkembangan masyarakatnya tidak secepat di Iraq. Para ahli hukum di Kufah, Iraq merumuskan ketentuan hukum mmereka dari pendapat dan pertimbangan sahabat, seperti; Ali, Abullah Ibn Mas’ud dan para Tabi’in seperti; ‘Alqamah, al-Aswad, Ibrahim al-Nakha’i dan yang lainnya. Pemikiran para pakar hukum di Iraq ini diwarisi oleh Abu Hanifah dengan mempelajari preseden (ketentuan hukum yang terdahulu) dari mereka dan melakukan perbincangan dengan pakar-pakar hukum sezamannya dalam mengambil keputusan-keputusan. Kemudian ia melakukan ijtihad dengan tetap memelihara semangat dan praktek yang berlaku di Kufah ketika itu. Metode Abu Hanifah pengaruhnya tersebar luas dan menjadi simbol kristalisasi dalam tradisi Iraq.

Melihat perkemabangan sejarah yang terus bergulir dan berputar, zaman terus berubah dan masyarakatpun mengalami perubahan, maka sejak awal tokoh-tokoh mazhab sudah melakukan ijtihad sesuai dengan situasi dan kondisi ketika itu. Abu Hanifah menolak sebagian hadits yang diragukan kesahihannya dan hanya bertumpuh pada Alquran. Melalui qiyas ia berusaha agar ayat-ayat Alquran dapat disesuaikan pada tiap ragam kondisi. Mazhab Hanafi menggambarkan upaya penyesuaian hukum Islam (Fiqh) dengan kebutuhan masyarakat di segala bidang. Karena mazhab Hanafi ini berdasarkan pada Alquran,Hadits, Ijma’, Qiyas dan Istihsan, maka bidang-bidang ijtihad menjadi luas, sehingga suatu ketentuan hukum-hukum dapat ditetapkan sesuai dengan keadaan masyarakat tanpa keluar dari prinsip-prinsip dan aturan pokok Islam.
Menururt Shubhi Mahmasani, pengetahuan Abu Hanifah yang mendalam di bidang ilmu hukum (Fiqh) dan profesinya sebagai saudagar, memberi peluang baginya untuk memperlihatkan hubungan-hubungan hukum secara praktis.
Kedua faktor inilah yang menyebabkan keahliannya sangat luas dalam menguasai pendapat dan logika dalam menetapkan hukum syari’at dengan qiyas dan istihsan. Karena itulah mazhab hanafi terkenal dengan sebutan mazhab Ra’yi .

Hukum-hukum Ijtihad Abu Hanifah

Abu Hanifah merupakan tokoh ulama’ yang dikenal sangat cerdas dan ber-IQ tinggi, oleh sebab itu dalam menetapkan hukum, beliau dikenal orang yang sangat kuat Hujjahnya, namun demikian banyak kritikan yang ditujukan kepadanya. Di antaranya yang disampaikan oleh orang-oorang pengikut faham Zhahiriyah, mereka mengklaim, bahwa Abu Hanifah seorang pengikut filsafat Persia, sehingga pemikiran-pemikiran hukum beliau banyak yang hanya melalui pendekatan nalar. Hal ini ditolak oleh mereka, karena dalam syari’at tidak diperkenan menetapkan hukum dengan rasional atau penta’wilan. Pada dasarnya orang Zhahiriyyah tidak setuju dengan adanya penetapan hukum dengan pendekatan analog (Qiyas).

Selain pertentangan di atas, ada beberapa hal, dimana Abu Hanifah berseberangan dengan para ulama’ yang lain. Misalnya, menurut Abu Hanifah, hadits Ahad tidak bisa dijadikan sebagai landasan hukum. Hal ini berbeda dengan mayoritas ulama’ lain yang mengatakan, bahwa hadits ini bisa bisa dijadikan hujjah selain urusan Aqidah . Akan tetapi hal ini bisa dibenarkan, karena tujuan Imam Abu Hanifah adalah untuk berhati-hati dalam menetapkan hukum.

Selain kasus di atas, Abu Hanifah terkadang tidak memakai qiyas atau Athar karena adanya Dharurah, hal ini yang disebut dengan Istihsan, berbeda dengan tiga tokoh Mujtahid selain Abu Hanifah yang menolak metode pendekatan Istihsan dalam penggalian hukum. .Pendapat Abu Hanifah yang juga kontradiktif adalah, bahwa lafaz yang Am dilalahnya Qoti (pasti), berbeda dengan ulama’ yang lain, bahwa lafaz yang Am dilalahnya dhanni .

Di antara cotoh ijtihad beliau tentang hukum adalah, bahwa zakat bisa dibayarkan dengan uang, hal ini berbeda dengan madzhab ulama’ fiqh yang lain yang mengatakan bahwa zakat harus dibayar sesuai dengan jenis barang kewajiban yang harus dibayarkan, Abu Hanifah memunyai dasar alasan yang rasional, bahwa seseorang itu lebih membutuhkan uang dari pada beras contohnya. Pendapat ini bisa dimaklumi bila melihat dari sisi sosial kehidupan Imam Abu Hanifah, karena beliau berada di tengah-tengah lingkunagn yang sudah maju yakni kota Baghdad, dimana kehidupan di kota lebih memberikan dampak positif dalam membeerikan uang dari pada besar, berbeda dengan tiga tokoh yang lain, mereka berada dalam wilayah yang masih bisa dikatakan tidak maju dibanding dengan kkota Baghdad.

Penutup

Sebagai penutup, kami melihat bahwa Abu Hanifah merupakan sosok tokoh cendekiawan yang mempunyai pemikiran maju dan sempurna yang tidak banyak dimiliki oleh tokoh lain. Hal ini bisa dilihat dari beberapa hasil pemikiran beliau tentang hukum yang luwes dan mempunyai argumen yang kuat terutama dalam Hujjah ‘Aqliyah. Walau ada orang yang menuduh bahwa Abu Hanifah tidak mengetahui banyak akan hadits. Padahal pada dasarnya, beliau tidak banyak menggunakan dalil hadits dikarekan beliau sangat hati-hati sekali dalam menerima dan menggunakan hadits sebagai hujjah, disebabkan banyak orang yang memalsukan hadits demi kepentingan-kepentingan terntentu.
Bukti faktual yang menunjukkan akan keluwesan beliau adalah beliau adalah ulama’ mazhab yang peling banyak pengikutnya yang tersebar di beberapa dunia Islam, khususnya umat Islam yang beraliran sunni, seperti di Iraq, Turki, Pakistan, India, Tunis, Turkistan, Syiria, Asia tengah, Mesir, dan Libanon.

Di samping kecendikiawannya, beliau termasuk dikenal orang yang zuhud (menjauhkan diri dari keduniaan), salah satu contoh, beliau perna berpesan kepada pembantunya dalam berjual beli agar ia menjelaskan salah cacat yang ada pada sepotong kain yang dijual, lalu pembantunya lupa menerangkan. Setelah Abu Hanifah mengerti akan hal itu, ia menyedekahkan semua hasil uang yang ia dapat dari berniaga sa’at itu.


Daftar Pustaka

1. Huzaemah Tahida Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab (Jakarta ; Logos, 1997)
2. Awdh Ahmad Idris, Al-Wajiz fi Usul ( Beiru; Dar wa Maktabah l-Hilal, 1992 )
3. Huzaemah Tahida Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab (Jakarta ; ogos, 1997)
4. ahmad Abu Zahrah, Tarikh al-Mazhahib al-Islami (Egypt; Dar al-Fikr l-‘Arabi, tt)
5. Sauqi Abduh al-Sahi, Almadkhal Li Dir]sah al-Fiqh al-Islami ( Egypt; aktabah al-Nadwah al-Misriyah, 1989)
6. Ahmad Shalabi. DR, Tarikh al-Tashri’ al-Islami (beirut; Dar l-Fikr, 1999)
7. Ahmad ‘Ali Toha Rayyan. Prof. DR, Mudzakarat Fi Tarikh al-Tashri’ l-Islami, (tt,tt,tth)
8. Bojina Ghiana, Fi Tarikh al-Tashri’ al-Islami ( Beirut; Dar al-Afaq l-Jadidah, 1980 )
9. Wahbah Zuhaili. Prof. DR, Al-Wasit Fi Usal al-Fiqh al-Islami damaskus; Dar al-Kitab, 1978)
10. Ahmad Ibrahim Bik, Tarikh al-Tashri’ al-Islami (Egypt; Dar l-Ansar, 1939)
11. Al-Sarakhsyi, Usul al-Fiqh al-Islami (Beirut; Dar al-Kutub l-Ilmiyah, 1993)
12. Al-Shatibi, Al-Muwafaqat, ( Beirut; Dar al-Fikr, 1999)
13. Faruq Abu Yazid, Hukum Islam antara Tradisionalis dan modernis Jakartta; P3masa, 1986)
14. Muhammad ‘Ali AL-Says, Tarikh al-Tashri’ al-Islami (Beirut; Dar l-Kutub al-‘Ilmiyah, 1990)


KONSEP-KONSEP ISTIHSAN, ISTISHLAH DAN MASHLAHAT AL-AMMAH

Oleh KH Ali Yafie http.media.isnet.org/islam/Paramadina/Konteks/Istihsan.html
Dinamika hukum Islam dibentuk oleh adanya interaksi antara
wahyu dan rasio. Itulah yang berkembang menjadi ijtihad; upaya
ilmiah menggali dan menemukan hukum bagi hal-hal yang tidak
ditetapkan hukumnya secara tersurat (manshus) dalam syariah
(al-kitab wa sunnah). Dengan demikian, sumber hukum Islam
terdiri atas: al-Qur'an, Sunnah, Ijma' dan akal. Selain dari
sumber hukum primer tersebut, dikenal juga adanya
sumber-sumber sekunder (al-mashadir al-tab'iyyah), yaitu:
syariah terdahulu (syar' man qablana). Pendapat sahabat Nabi
(qaul al-shahabi), kebiasaan/adat-istiadat (al'urf), Istihsan,
Istishlah dan Istishhab.

ISTIHSAN

Pada saat-saat awal terbentuknya pemikiran hukum Islam yang
metodis (ilmu fiqh), dikenal adanya dua kubu pengembangan
pemikiran hukum Islam; yaitu kubu Irak dan kubu Hijaz. Tokoh
utama kubu Irak ialah Imam Abu Hanifah, dan tokoh utama kubu
Hijaz adalah Imam Malik. Biasanya para ulama pendukung kubu
Irak dikenal sebagai ahl al-ra'y, dan para ulama pendukung
kubu Hijaz dikenal sebagai ahl al-hadits.

Ahl al-ra'y sesuai dengan situasi lingkungannya, dalam
pengembangan pemikiran hukumnya (metoda ijtihadnya) volume
penggunaan rasio lebih besar dari volume penggunaan hadist
(sebagai salah satu sumber syari'ah). Ini tidak berarti,
mereka tidak mengakui keabsahan hadist itu, atau sama sekali
tidak menggunakan sumber hukum itu. Tapi penggunaannya sangat
terbatas.

Di pihak lain kita dapat mengamati, ahl al-hadits sesuai
dengan situasi lingkungannya, mereka dalam pengembangan
pemikiran hukum (metode ijtihadnya) volume penggunaan sumber
hukum hadits lebih besar dari volume penggunaan sumber rasio
(dalam hal ini qias). Ini tidak berarti mereka menolak
penggunaan sumber rasio itu. Kedua kubu tersebut mengakui
keabsahan sumber hukum qias.

Ahl al-ra'y yang volume penggunaan rasionya lebih besar,
ternyata tidak saja menggunakan qias yang merupakan bentuk
penggunaan rasio dengan cara analogis ilmiah ketat, tapi
mereka juga menggunakan analogi yang longgar dan lebih luas.
Dalam hubungan inilah lahir konsep Istihsan.

Istilah "Istihsan" sebagai technische-term banyak beredar di
kalangan tokoh-tokoh (ulama) dari aliran pemikiran hukum
(mazhab) Hanafiyah. Mereka menggunakannya secara tersendiri
atau menyebutnya berdampingan dengan kata/istilah qias. Mereka
sering mengatakan, hukum dalam masalah ini bersumber dari
Istihsan.

Dengan kata lain mereka mengatakan, dalam masalah ini, menurut
qias hukumnya begini, dan menurut Istihsan hukumnya begini.
Kita menggunakan qias dalam masalah ini, atau kita menggunakan
istihsan dalam masalah ini. Sepanjang penelitian guru besar
ilmu-ilmu Syari'ah pada Fakultas Hukum Universitas Kairo,
Syekh Muhammad Zakariya al-Bardisi, mereka yang menggunakan
Istihsan sebagai sumber hukum tidak mempunyai kesepakatan atas
suatu definisi tentang Istihsan itu, bahkan kita menemukan
dari mereka beberapa definisi yang kontradiktif, di antaranya
adalah:

Istihsan itu, ialah peralihan dari hasil sesuatu qias kepada
qias yang lain yang lebih kuat. Menurut al-Bardisi definisi
ini tidak mencakup (ghair jami'), karena tidak dapat menampung
Istihsan yang ditegakkan di luar landasan qias, seperti
Istihsan yang ditegakkan di atas landasan nas, atau ijma' atau
dharurah.

Definisi yang lain, menyebutkan Istihsan itu suatu qias yang
lebih dalam (khafi), tidak segera dapat ditangkap,
dibandingkan dengan qias yang jelas (jali). Definisi ini
menurutnya, bukan saja tidak mencakup, tapi apa yang dia
maksud dengan qias di sini tidak begitu jelas, apakah itu qias
dalam arti technische-term, atau dalam arti yang mencakup qias
yang lebih luas yang dikaitkan dengan suatu ketentuan umum
atau suatu kaidah-kaidah hukum yang baku.

Sebagian lagi memberikan definisi, istihsan itu ialah semua
ketentuan syar'i (baik yang bersifat nash, atau ijma', atau
dharurah, atau qias yang lebih dalam) dibandingkan dengan qias
yang jelas. Definisi ini pun belum mencakup, karena ada juga
istihsan yang ditegakkan atas landasan 'urf atau mashlahah

Secara harfiah Istihsan itu berarti menganggap baik akan
sesuatu baik itu fisik maupun nilai. Kata ini kemudian
digunakan sebagai suatu technische-term yang membentuk
pengertian baru menggambarkan suatu konsep penalaran dalam
rangka penggunaan rasio secara lebih luas untuk menggali dan
menemukan hukum sesuatu kejadian yang tidak ditetapkan hukum
dari sumber syari'ah yang tersurat, atau sumber hukum yang
dipersamakan dengan itu, yakni kesepakatan para ahli yang
berwenang (ahl al-ijtihad) di kalangan umat Islam.

Dalam analogi qias, dibutuhkan adanya suatu ketentuan pokok
yang bersifat terinci (tafshili) untuk dijadikan landasan
mengaitkan sesuatu yang ada persamaannya, dalam hal tujuan dan
sasaran ditetapkannya ketentuan tersebut. Dalam bahasa
tekniknya harus ada ashl dan harus ada 'illah, untuk
menghasilkan suatu hukum bagi kejadian baru.

Dari uraian ini dapat ditangkap, ada empat elemen dari analogi
qias itu, yakni ketentuan pokok (ashl), landasan penyamaan
('illah), kejadian baru (far), ketentuan yang dihasilkan dari
pengaitan (ilhaq) tersebut di atas dan inilah yang disebut
hukum qias. Sebagian ahl al-ijtihad menganggap qias ini
merupakan upaya final dalam penggalian dan penemuan
hukum-hukum dari sumber syari'ah atau sumber yang dipersamakan
(ijma'), tapi sebagian yang lain beranggapan, masih ada upaya
penalaran yang lain seperti Istihsan dan istislah dan
seterusnya.

Analogi Istihsan tidak terikat pada keketatan analogi qias
karena dimungkinkan adanya qias alternatif (qias kahfi) yang
terlepas dari elemen 'illah (dalam analogi qias biasa), atas
pertimbangan sesuatu alasan yang lebih kuat. Alasan itulah
menjadikan qias jali (biasa) dialihkan kepada qias khafi
(alternatif) dan hasilnya disebut Istihsan. Termasuk pula
dalam kategori Istihsan, pengecualian masalah tertentu dari
suatu ketentuan pokok yang bersifat umum, atau dari suatu
kaidah hukum, karena pengecualian itu didukung oleh suatu
nash, atau ijma', atau 'urf atau dharurah, atau mashlahah.
Dengan kata lain pertimbangan adanya ketentuan lain atau
kesepakatan, atau kebiasaan, atau keadaan darurat atau suatu
kepentingan nyata, semua itu merupakan elemen-elemen dalam
hukum Istihsan.

Dalam perkembangan pemikiran hukum Islam, Istihsan ini
ditempatkan sebagai sumber hukum sekunder, di kalangan
penganut aliran pemikiran hukum (madzhab) Hanafiyah. Kemudian
berkembang pula secara terbatas dalam aliran Malikiyah dan
Hambaliyah, sekalipun dengan istilah-istilah yang berbeda.
Yang dicatat sebagai seorang tokoh yang menolak menempatkan
Istihsan itu sebagai suatu sumber hukum sekunder, adalah Imam
Syafi'i, karena beliau berpendapat, kaidah-kaidah interpretasi
atas ketentuan-ketentuan syari'ah (al-Qur'an dan Sunnah)
ditambah dengan analogi qias, sudah cukup, untuk menampung
segala perkembangan yang terjadi, yang perlu ditata dalam
hukum Islam.

ISTISHLAH

Istishlah merupakan suatu konsep dalam pemikiran hukum Islam
yang menjadikan mashlahah (kepentingan/kebutuhan manusia) yang
sifatnya tidak terikat (mursalah) menjadi suatu sumber hukum
sekunder. Karenanya juga konsep ini lebih dikenal dengan
sebutan, al-mashlah al-mursalah atau al-mashalih al-mursalah.
Konsep penalaran ini bermula dikembangkan dalam aliran
pemikiran hukum Islam (madzhab) Malikiyah. Tapi dapat kita
catat, pada hakekatnya konsep ini telah dikenal dan digunakan
oleh angkatan pertama ahl al-ijtihad di kalangan sahabat dan
tabi'in. Dan ternyata kemudian diambil alih juga oleh Imam
al-Ghazali dari aliran Syafi'iyah dengan beberapa
penyempurnaan. Tapi perlu dicatat, konsep ini ditolak oleh
aliran Zhahiriyyah dan Syi'ah.

Landasan pemikiran yang membentuk konsep ini ialah, kenyataan
bahwa, syari'ah Islam dalam berbagai pengaturan dan hukumnya
mengarah kepada terwujudnya mashlahah (apa yang menjadi
kepentingan dan apa yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya
di permukaan bumi). Maka tidak dituntut untuk dilakukan
manusia untuk kepentingan hidupnya, dan manusia tidak dicegah
melakukan sesuatu, kecuali hal-hal yang pada galibnya
membahayakan dan memelaratkan hidupnya. Maka, upaya mewujudkan
mashlahah dan mencegah mafsadah (hal-hal yang merusak) adalah
sesuatu yang sangat nyata dibutuhkan setiap orang dan jelas
dalam syari'ah yang diturunkan Allah kepada semua rasul-Nya.
Dan itulah sasaran utama dari hukum Islam.

Dalam kajian para ahl-ijtihad ada tiga jenis mashlahah, yaitu:

1.Mashlahah yang diakui ajaran syari'ah, yang terdiri dari
tiga tingkat kebutuhan manusia, yaitu:

1.1.Dharuriyyah (bersifat mutlak) karena menyangkut
komponen kehidupannya sendiri sebagai manusia, yakni
hal-hal yang menyangkut terpelihara dirinya (jiwa, raga
dan kehormatannya) akal pikirannya, harta bendanya,
nasab keturunannya dan kepercayaan keagamaannya. Kelima
tersebut biasanya disebut al-kulliyyat al-khams atau
al-dharuriyyat al-khams, yang menjadi dasar mashlahah
(kepentingan dan kebutuhan manusia).

1.2.Hajiyyah (kebutuhan pokok) untuk menghindarkan
kesulitan dan kemelaratan dalam kehidupannya.

1.3.Tahsiniyyah (kebutuhan pelengkap) dalam rangka
memelihara sopan santun dan tata krama dalam kehidupan.

2.Mashlahah yang tidak diakui ajaran syari'ah, yaitu
kepentingan yang bertentangan dengan maslahah yang diakui
terutama pada tingkat pertama.

3.Mashlahah yang tidak terikat pada jenis pertama dan kedua.

Penempatan masalah ini sebagai suatu sumber hukum sekunder,
menjadikan hukum Islam itu luwes dan dapat diterapkan pada
setiap kurun waktu di segala lingkungan sosial. Namun perlu
dicatat ruang lingkup penerapan hukum mashlahah ini adalah
bidang mu'amalat, dan tidak menjangkau bidang ibadat, karena
ibadat itu adalah hak prerogatif Allah sendiri.

Para ahli yang mendukung konsep penalaran ini mencatat tiga
persyaratan dalam penerapan hukum mashlahah ini, yaitu,

1. Mashlahah itu harus bersifat pasti, bukan sekadar anggapan
atau rekaan, bahwa ia memang mewujudkan suatu manfaat atau
mencegah terjadinya madharrah (bahaya atau kemelaratan).

2. Mashlahah itu tidak merupakan kepentingan pribadi atau
segolongan kecil masyarakat, tapi harus bersifat umum dan
menjadi kebutuhan umum.

3. Hasil penalaran mashlahah itu tidak berujung pada
terabaikannya sesuatu prinsip yang ditetapkan oleh nash
syari'ah atau ketetapan yang dipersamakan (ijma').

AL-MASHLAHAH AL-'AMMAH

Hukum Islam mengenal mashlahah 'ainiyah (kepentingan perorang)
dari setiap manusia, yang sifatnya umum yakni yang merupakan
kepentingan setiap manusia dalam hidupnya, seperti yang
digambarkan dalam uraian terdahulu tentang al-kulliyyat
al-khams. Hal-hal ini terkait dengan taklif yang berbentuk
fardhu 'ain. Seperti misalnya yang menyangkut mashlahah harta
benda/kepentingan seorang manusia memiliki harta benda (untuk
makan, pakaian dan tempat tinggalnya) hal ini bersangkutan
dengan fardhu 'ain yang dijelaskan dalam tuntunan Rasulullah
saw (thalab-u 'l-halal faridhatun 'ala kulli muslim) yaitu
kewajiban bekerja mencari rizki memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari. Seterusnya yang menyangkut mashlahah akal
pikiran, bersangkutan dengan fardhu 'ain yang dijelaskan dalam
hadits lain yang berbunyi (thalb-u 'l-'ilmi faridhatun 'ala
kulli muslim). Begitu seterusnya menyangkut tiap mashlahah
yang sifatnya dharuriyyah, jelas memperlihatkan keterkaitannya
dengan kewajiban perorangan sebagai imbalan adanya pengakuan
atas mashlahah dharuriyyah yang menimbulkan hak-hak mutlak
perorangan bagi setiap manusia.

Di samping mashlahah tersebut di atas, hukum Islam juga
mengenal mashlahah 'ammah yang menjadi kepentingan bersama
masyarakat atau kepentingan umum (algemeen blang). Ini
menyangkut hak publik dan berkaitan dengan fardhu kifayah.

Imam Rafi'i menjelaskan,fardhu kifayah itu adalah urusan umum
yang menyangkut kepentingan-kepentingan (mashalih) tegaknya
urusan agama dan dunia dalam kehidupan kita, di antaranya
adalah mencegah kemelaratan orang banyak (kaum Muslim),
menciptakan lapangan kerja untuk mewujudkan mata pencaharian
bagi anggota-anggota masyarakat, menegakkan kontrol sosial
melalui amar ma'ruf nahi mungkar, mencerdaskan kehidupan
masyarakat melalui pendidikan, bimbingan keagamaan (fatwa) dan
penyebaran buku-buku.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Imam al-Ghazali, Al-Mustashfa.

2. Imam al-Syathibi, Al-Muwafaqat.

3. Imam al Syafi'i, Al-Umm.

4. Imam Suyuthi, Al-Asybah wa 'l-Nazhair:

5. Al-Mahmashani, Hikmatuttasyri'wa Falsafatih.

6. M. Sallam Madkur, Madkhal al-Fiqh al-Islami.

--------------------------------------------
Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah
Editor: Budhy Munawar-Rachman

SEJARAH PEMBENTUKAN MADZHAB

Kelima Madzhab yang akan kita bicarakan -Ja'fari, Maliki,
Hanafi, Syafi'i, dan Hanbali-- tumbuh pada zaman kekuasaan
dinasti Abbasiyah. Pada zaman sebelum itu, bila orang
berbicara tentang madzhab, maka yang dimaksud adalah madzhab
di kalangan sahabat Nabi: Madzhab Umar, Aisyah, Ibn Umar, Ibn
Abbas, Ali dan sebagainya. Para sahabat dapat dikelompokkan
dalam dua besar. Yaitu ahl al-Bayt dan para pengikutnya, juga
para sahabat di luar ahl al-Bayt. Ali dan kedua puteranya, Abu
Dzarr, Miqdad, 'Ammar bin Yasir, Hudzaifah, Abu Rafi Mawla
Rasulullah, Ummi Salamah, dan sebagainya, masuk kelompok
pertama. Sedangkan Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah, Abu
Hurairah dan lain-lain masuk kelompok kedua.

Murtadha al-'Askary menyebut dua madzhab awal ini sebagai
Madrasah al-Khulafa dan Madrasah Ahl al-Bayt. Kedua madrasah
ini berbeda dalam menafsirkan al-Qur'an, memandang sunnah
Rasulullah, dan melakukan istinbath hukum. Pada zaman
kekuasaan dinasti Umawiyyah, madrasah al-Khulafa bercabang
lagi ke dalam dua cabang besar: Madrasah al-Hadits dan
Madrasah al-Ra'y. Yang pertama, berpusat di Madinah,
melandaskan fiqhnya pada al-Qur'an, al-Sunnah dan Ijtihad para
sahabat, dan sedapat mungkin menghindari ra'yu dalam
menetapkan hukum. Yang kedua, berpusat di Iraq, sedikit
menggunakan hadits dan lebih banyak berpijak pada penalaran
rasional dengan melihat sebab hukum (illat) dan tujuan syara'
(maqashid syar'iyyah).

Sementara itu, Madrasah ahl al-Bayt tumbuh "di bawah tanah"
mengikuti para imam mereka. Karena tekanan dan penindasan,
mereka mengembangkan esoterisme dan disimulasi untuk
memelihara fiqh mereka. Ibn Qutaybah dalam Kitab al-Ikhtilaf
menceritakan bagaimana raja-raja Umawiyyat berusaha
menghapuskan tradisi ahl al-Bayt dengan mengutuk Ali bin Abi
Thalib di mimbar-mimbar, membunuh para pengikut setianya, dan
mengeluarkan fatwa yang bertentangan dengan ahl al-Bayt. Tidak
jarang sunnah Rasulullah yang sahih ditinggalkan karena sunnah
itu dipertahankan dengan teguh oleh para pengikut ahl al-Bayt.

Ibn Taymiyyah menulis perihal tasyabbuh dengan syiah: "Dari
sinilah para fuqaha berpendapat untuk meninggalkan
al-mustahabbat (yang sunat) bila sudah menjadi syiar
orang-orang Syi'ah. Karena walaupun meninggalkannya tidak
wajib menampakkannya berarti menyerupai (tasyabbuh) mereka,
sehingga sunni tidak berbeda dengan syi'ah. Kemaslahatan
berbeda dengan mereka dalam rangka menjauhi dan menentang
mereka lebih besar dari kemaslahatan mengamalkan yang musthab
itu." Salah satu contoh sunnah yang dijauhi orang adalah
tasthih seperti diceritakan oleh Muhamamd bin 'Abd al-Rahma
yang berkata: "Yang sunnah dalam membuat kubur adalah
meratakan permukaan kubur (tasthith). Inilah yang paling kuat
menurut madzhab Syaf'i. "Tapi Abu Hanifah dan Ahmad berkata:
"Menaikkan permukaan kubur (tasnim) lebih baik, karena tasthih
sudah menjadi syi'ar sy'iah."

IV.22. TINJAUAN KRITIS ATAS SEJARAH FIQH (4/10)
Dari Fiqh Al-Khulafa' Al-Rasyidin Hingga Madzhab Liberalisme

oleh Jalaluddin Rakhmat

Pada periode Umawiyyah, madrasah-madrasah itu tidak melahirkan
pemikiran-pemikiran madzhab. Dr. Muhammad Farouq al-Nabhan
menjelaskan sebab-sebab berikut: a) Hubungan yang buruk antara
ulama dan khulafa. Banyak tokoh sahabat dan tabi'in yang
menganggap daulat Umawiyyah ditegakkan di atas dasar yang
batil. Para khalifah banyak melakukan hal-hal yang melanggar
sunnah Rasulullah saw b) Terputusnya hubungan antara pusat
khilafah dengan pusat ilmiah. Waktu itu, pusat pemerintahan
berada di Syam, sedangkan pusat-pusat ilmiah berada di Iraq
dan Hijaz; c) Politik diskriminasi yang mengistimewakan orang
Arab di atas orang bukan Arab. Dinasti Umawiyah memisahkan
Arab dan mawali. Kebijakan ini menyebabkan timbulnya rasa
tidak senang pada para mawali - yang justru lebih banyak pada
daerah kekuasaan Islam. Banyak di antara mereka adalah para
sarjana dalam berbagai disiplin ilmu.

Karena itu pada permulaan pemerintahannya, Dinasti Abbasiyah
disambut dengan penuh antusias baik oleh mawali maupun
pengikut ahl al-Bayt. Di antara mawali itu adalah Abu Hanafi
dan di antara imam ahl al-Bayt adalah Ja'far bin Muhammad.
Keduanya mengembangkan ajaran mereka pada zaman Abbasiyah.

IMAM-IMAM MADZHAB YANG TERLUPAKAN

Sudah disebutkan di muka, bahwa madzhab-madzhab besar yang
kita kenal sekarang --kecuali mazhab Ja'fari-- membesar karena
dukungan penguasa. Madzhab Hanafi mulai berkembang ketika Abu
Yusuf, murid Abu Hanifah, diangkat menjadi qadhi dalam
pemerintahan tiga khalifah Abbasiyah: al-Mahdi, al-Hadi, dan
al-Rasyid. Al-Kharaj adalah Kitab yang disusun atas permintaan
al-Rasyid. Kitab ini adalah rujukan utama madzhab Hanafi.

Madzhab Maliki berkembang di khilafah Timur atas dukungan
al-Manshur dan di khilafah Barat atas dukungan Yahya bin Yahya
ketika diangkat menjadi qadhi oleh para khalifah Andalusia. Di
Afrika, al-Mu'iz Badis mewajibkan seluruh penduduk untuk
mengikuti madzhab Maliki. Madzhab Syafi'i membesar di Mesir
ketika Shalahuddin al-Ayyubi merebut negeri itu. Madzhab
Hanbali menjadi kuat pada masa pemerintahan al-Mutawakkil.
Waktu itu al-Mutawakkil tidak mengangkat seorang qadhi kecuali
dengan persetujuan Imam Ahmad ibn Hanbal.

Dalam menyimpulkan semua ini, Syah Wali al-Dahlawi menulis:
"Bila pengikut suatu madzhab menjadi masyhur dan diberi
wewenang untuk menetapkan keputusan hukum dan memberikan
fatwa, dan tulisan mereka terkenal di masyarakat, lalu orang
mempelajari madzhab itu terang-terangan. Dengan begitu,
tersebarlah madzhabnya di seluruh penjuru bumi. Bila para
pengikut madzhab itu lemah dan tidak memperoleh posisi sebagai
hakim dan tidak berwewenang memberi fatwa, maka orang tak
ingin mempelajari madzhabnya. Lalu madzhab itu pun hilang
setelah beberapa lama."

Beberapa madzhab yang hilang itu secara singkat diuraikan
sebagai berikut:

1. Madzhab al-Tsawri. Tokoh madzhab ini adalah Abu Abd
Allah Sufyan bin Masruq al-Tsawry. Lahir di Kufah tahun
65 H dan wafat di Bashrah tahun 161 H. Imam Ahmad
menyebutnya sebagai seorang faqih, ketika Ahmad menyebut
dirinya hanya sebagai ahli hadits. Ia berguru pada
Ja'far al-Shadiq dan meriwayatkan banyak hadits. Ayahnya
termasuk perawi hadits yang ditsiqatkan Ibn Ma'in.
Berkali-kali al-Manshur mau membunuhnya, tetapi ia
berhasil lolos. Ketika ia diminta menjadi qadhi, ia
melarikan diri dan meninggal di tempat pelarian.
Pahamnya diikuti orang sampai abad IV Hijrah;

2. Madzhab Ibn 'Uyaiynah. Nama lengkapnya Abu Muhammad
Sufyan ibn 'Uyaiynah wafat tahun 198 H. Ia mengambil
ilmu dari Imam Ja'far, al-Zuhry, Ibn Dinar, Abu Ishaq
dan lain-lain. Di antara yang mengambil riwayat dari
padanya adalah Syafi'i. Ia memberi komentar: "Seandainya
tidak ada Malik dan Ibn 'Uyaiynah, hilanglah ilmu Hijaz.
Madzhabnya diamalkan orang sampai abad IV, tetapi
setelah itu hilang karena tidak ada dukungan penguasa.

3. Madzhab al-Awza'iy. Pendirinya Abd al-Rahman bin Amr
al-Awza'iy adalah imam penduduk Syam. Ia sangat dekat
dengan Bani Umayyah dan juga Bani Abbas. Madzhabnya
tersisihkan hanya ketika Muhammad bin Utsman dijadikan
qadhi di Damaskus dan memutuskan hukum menurut Madzhab
Syafi'i Ketika Malik ditanya tentang siapa di antara
yang empat (Abu Hanifah, al-Awza'iy, Malik dan
al-Tsawry) yang paling benar? Malik berkata:
"Al-Awza'iy." Mazhabnya diamalkan orang sampai tahun 302
H;

4. Madzhab al-Thabary. Abu Ja'far Muhammad ibn Jarir ibn
Yazid ibn Khalid ibn Ghalib al-Thabary lahir di
Thabaristan 224 H dan wafat di Baghdad 310 H. Ia
termasuk mujtahid ahl al sunnah yang tidak bertaklid
kepada siapa pun. Kata Ibn Khuzaymah: Ia hafal dan paham
al-Qur'an; mengetahui betul makna al-Qur'an. Ia faqih,
mengetahui sunnah dan jalan-jalannya; dapat membedakan
yang sahih dan yang lemah, yang nasikh dan yang mansukh
dan paham akan pendapat para sahabat. Tidak diketahui
sampai kapan madzhabnya diikuti orang.

5. Madzhab al-Zhahiry. Abu Sulayman Dawud ibn 'Ali
dilahirkan di Kufah tahun 202 H dan hidup di Baghdad
sampai tahun 270 H. Madzhabnya berkembang sampai abad
VII. Salah seorang muridnya yang masyhur adalah Ibn
Hazm. Ia diberi gelar al-Zhahiry karena berpegang secara
harfiah pada teks-teks nash. Ia berkembang di daerah
Maroko, ketika Ya'qub ibn Yusuf ibn Abd al-Mu'min
meninggalkan mazhab Maliki dan mengumumkan
perpindahannya ke madzhab al-Zhahiry.

Inilah sebagian di antara tokoh-tokoh madzhab yang tidak lagi
dianut secara resmi sekarang ini. Berikut adalah para pemuka
madzhab yang terkenal. Karena riwayat hidup mereka sudah
disebutkan di atas --kecuali Imam Ja'far-- di sini hanya
disebutkan beberapa catatan kecil saja. Pokok-pokok pikirannya
dalam fiqh akan kita perkenalkan secara singkat.

IMAM JA'FAR IBN MUHAMMAD AL-SHIDIQ (82-140 H)

Ja'far ibn Muhammad ibn Ali ibn Husain (ibn Ali) ibn Fathimah
binti Rasulullah saw lahir di Madinah tahun 82 H pada masa
pemerintah Abd al-Malik ibn Marwan. Selama lima belas tahun ia
tinggal bersama kakeknya, Ali Zainal Abidin keturunan Rasul
yang selamat dari pembantaian di Karbela. Setelah Ali wafat,
ia diasuh oleh ayahnya Muhammad al-Baqir dan hidup bersama
selama sembilan belas tahun.

Ia sempat menyaksikan kekejaman al-Hajjaj, pemberontakan Zaid
ibn Ali, dan penindasan terhadap para pengikut madrasah ahl
al-Bayt. Ia juga menyaksikan naiknya al-Saffah dan al-Manshur
dengan memanipulasikan kecintaan orang pada ahl al-Bayt. Ia
juga menyaksikan bahwa para khalifah Abbasiyah tidak lebih
baik dari para khalifah Umawiyah dalam kebenciannya kepada
keluarga Rasul. Abu Zahrah menulis:

Dinasti 'Abbasiyah selalu merasa terancam dalam
kekuasaannya oleh para pengikut Ali. Kaum 'Alawi
menunjukkan nasab seperti mereka dan memiliki kekerabatan
dengan Rasulullah yang tidak dimililki 'Abbasiy.
Orang-orang yang menentang mereka semuanya berasal dari
'Alawiyyin. Mereka selalu cemas menghadapi mereka. Karena
itu, bila para penguasa 'Abbasiyah melihat ada dakwah
'Alawi, mereka segera menghukumnya. Bila mereka melihat
ada pejabat yang memuji Bani 'Ali, mereka segera
mengucilkannya atau membunuhnya. Mereka tak perduli
membunuh orang tak berdosa karena dianggap mengancam
pemerintahannya.

Dalam suasana seperti itulah, Imam Ja'far memusatkan
perhatiannya pada penyebaran sunnah Rasulullah dan peningkatan
ilmu dan akhlak kaum Muslim. Di antara murid-muridnya adalah
Imam Malik, al-Tsawry, Ibn 'Uyaiynah, Abu Hanifah, Syu'bah ibn
al-Hajjaj, Fadhail ibn Iyadh, dan ribuan para perawi.

Untuk mengetahui pemikiran Imam Ja'far dalam hal fiqh, kita
tuliskan percakapannya dengan muridnya selama dua tahun
seperti diceritakan Abu Nu'aim:

Abu Hanifah, Ibn Syabramah, dan Ibn Abi Layla menghadap
Imam Ja'far. Ia menanyakan Ibn Abi Layla tentang kawannya,
yang kemudian dijawab Ia orang pintar dan mengetahui
agama. "Bukankah ia suka melakukan qiyas dalam urusan
agama?," tanya Ja'far. "Benar."

Ja'far bertanya kepada Abu Hanffah: "Siapa namamu?"
"Nu'man."

"Aku tidak melihat Anda menguasai sedikit pun." kata
Ja'far sambil mengajukan berbagai pertanyaan yang tidak
bisa dijawab Abu

"Hai Nu'man, ayahku memberitahukan kepadaku dari kakekku
bahwa Nabi saw bersabda: Orang yang pertama menggunakan
qiyas dalam agama adalah iblis. Karena ketika Allah
menyuruhnya bersujud kepada Adam ia berdalih: Aku lebih
baik dari dia karena aku Kau buat dari api dan ia Kau buat
dari tanah. Barang siapa yang menggiyas dalam agama, Allah
akan menyertakannya bersama iblis, karena ia mengikutinya
dengan qiyas.

Manakah yang lebih besar dosanya - membunuh atau berzinah?
"Membunuh."

"Lalu, mengapa Allah hanya menuntut dua orang saksi untuk
pembunuhan dan empat orang saksi untuk zinah."

"Mana yang lebih besar kewajibannya - shalat atau shawm
(puasa)?"

"Shalat"

"Mengapa wanita yang haidh harus mengqadha shawmnya tetapi
tidak harus mengqadha shalatnya. Bagaimana kamu
menggunakan qiyasmu. Bertaqwalah kepada Allah dan jangan
melakukan qiyas dalam agama."

Dari percakapan di atas kita melihat perbedaan pendekatan
hukum di antara dua pemuka madzhab. Di antara karakteristik
khas dari madzhab Ja'fari, selain menolak qiyas adalah hal-hal
berikut: a) Sumber-sumber syar'iy adalah al-Qur'an, al-Sunnah
dan akal. Termasuk ke dalam sunnah adalah sunnah ahl al-Bayt:
yakni para imam yang ma'shum. Mereka tidak mau menjadikan
hujjah hadits-hadits yang diriwayatkan para sahabat yang
memusuhi ahl al-Bayt; b) Istihsan tidak boleh dipergunakan.
Qiyas hanya dipergunakan bila 'illat-nya manshush (terdapat
dalam nash). Pada hal-hal yang tak terdapat ketentuan nashnya,
digunakan akal berdasarkan kaidah-kaidah tertentu; c)
Al-Qur'an dipandang telah lengkap menjawab seluruh persoalan
agama. Tugas mujtahid adalah mengeluarkan dari al-Qur'an
jawaban-jawaban umum untuk masalah-masalah yang khusus. Karena
Rasulullah dan para imam adalah orang yang mengetahui
rahasia-rahasia al-Qur'an, penafsiran al-Qur'an yang paling
absah adalah yang berasal dari mereka.

IMAM ABU HANIFAH

Abu Hanifah terkenal sebagai alim yang teguh pendirian. Ia
menentang setiap kezaliman. Beberapa kali ia mengkritik
al-Manshur secara terbuka. Ketika Muhammad dan Ibrahim dari
ahl al-Bayt memberontak, Abu Hanifah mendukungnya. Begitu
pula, ketika Imam Zayd melawan penguasa, Abu Hanifah berbay'at
kepadanya. Abu Zahrah, penulis biografi Abu Hanifah, menulis:
"Sesungguhnya Abu Hanifah itu Syi'ah dalam kecenderungan dan
pendapatnya tentang penguasa di zamannya. Yakni, ia melihat
bahwa khalifah haruslah diserahkan pada keturunan Ali dari
Fathimah; dan bahwa para khalifah yang sezaman dengan mereka
telah merampas haknya dan karena itu mereka zalim."

Sikap Abu Hanifah itu, ditambah hasutan Ibn Abi Layla,
menimbulkan kemarahan Al-Manshur. Tapi karena kedudukan Abu
Hanifah di masyarakat, Al-Mansur tak dapat membunuhnya tanpa
alasan. Lalu ia menjebak Abu Hanifah dengan jabatan qadhi.
Ketika Abu Hanifah menolaknya, ia dipenjarakan. Setiap hari,
ia dicambuk sepuluh lecutan. Ia mengakhiri hidupnya, menurut
satu riwayat, karena diberi makanan beracun.

Abu Hanifah meninggalkan banyak murid. Di antaranya Abu Yusuf,
yang kemudian menjadi qadhi dan banyak memasukkan hadits dalam
kitab-kitabnya; Muhammad ibn Hasan al-Syaybany, yang pernah
berguru pada Malik dan kemudian menggabungkan madrasah hadits
dengan madrasah Ra'y; dan Zafr ibn al-Hudzail, yang sangat
ekstrem menggunakan qiyas.

Pokok fiqih madzhab Hanafi bersumber pada tiga hal: a)
Sumber-sumber naqliyah, yang meliputi al-Qur'an, al-Sunnah,
ijma, dan pendapat para sahabat. Abu Hanifah berkata, "Aku
mengambil dari al-Kitab, jika aku dapatkan di dalamnya. Bila
tidak, aku ambil Sunnah Rasulullah dan hadits-hadits yang
sahih, yang disampaikan oleh orang-orang yang dapat dipercaya.
Jika tidak aku dapatkan dalam al-Kitab dan Sunnah Rasulullah,
aku mengambil pendapat para sahabat yang aku kehendaki dan
meninggalkan yang tidak aku kehendaki. Aku tidak keluar dari
pendapat sahabat kepada pendapat yang lain. Bila sudah sampai
pada tabi'in, mereka berijtihad dan aku pun berijtihad,", b)
Sumber-sumber ijtihadiyah, yaitu dengan menggunakan qiyas dan
istihsan. c) Al-A'raf, yakni adat kebiasaan yang tidak
bertentangan dengan nash, terutama dalam masalah perdagangan.
Abu Hanifah bahkan mengarqurkan beramal dengan 'urif.

Apa definisi dari pembaharuan hukum Islam itu sendiri?
View clicks
Posted November 15th, 2007 by mhs_newStudi Fiqh
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Topik Bahasan
1.3 Tujuan penulisan makalah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pembahuruan Hukum Isalam
2.2 Historis Perkembangan Hukum Islam
2.3 Islam Datang Ke Indonesia
2.4 Hukum Islam Menjelang Dan Sesudah Indonesia Merdeka
2.5 Metode Untuk Melakukan Pembaharuan Hukum Islam
2.6 Tujuan Dilakukanya Pembaharuan Hukum Islam
BAB III
KESIMPULAN
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Kategori I’tiqad Al-A’immah
Jumat, 26 Nopember 2004 06:21:00 WIB

LARANGAN ABU HANIFAH TERHADAP ILMU KALAM DAN BERDEBAT DALAM MASALAH AGAMA

Oleh Dr. Muhammad Abdurrahman Al-Khumais

[1]. Imam Abu Hanifah berkata: “Di kota Bashrah orang-orang yg mengikuti hawa nafsu (selera) sangat banyak. Saya dating di Bashrah lebih dari dua puluh kali. Terkadang saya tinggal di Bashrah lebih dari satu tahun,, terkadang satu tahun, dan terkadang kurang dari satu tahun. Hal itu krn saya mengira bahwa Ilmu Kalam itu ialah ilmu yg paling mulia.” [1]
[2]. Beliau menuturkan: “Saya pernah mendalami Ilmu Kalam, sampai saya tergolong manusia langka dalam Ilmu Kalam. Suatu saat saya tinggal dekat pengajian Hammad bin Abu Sulaiman. Lalu ada seorang wanita datang kpdku, ia berkata: “Ada seorang lelaki mempunyai seorang istri wanita sahaya. Lelaki itu ingin menalak dgn talak yg sesuai sunnah. Berapakah dia hrs menalaknya?”
Pada saat itu saya tdk tahu apa yg hrs saya jawab. Saya ha menyarankan agar dia dating ke Hammad untuk menanyakan hal itu, kemudian kembali lagi ke saya, dan apa jawaban Hammad. Ternyata Hammad menjawab: “Lelaki itu dpt menalak ketika istri dalam keadaan suci dari haid dan juga tdk dilakukan hubungan jima’, dgn satu kali talak saja. Kemudian istri dibiarkan sampai haid dua kali. Apabila istri itu sudah suci lagi, maka ia halal untuk dinikahi.
Begitulah, wanita itu kemudian datang lagi kpd saya dan memberitahukan jawaban Hammda tadi. Akhir saya berkesimpulan, “saya tdk perlu lagi mempelajari Ilmu Kalam. Saya ambil sandalku dan pergi untuk berguru kpd Hammad.” [2]
[3]. Beliau berkata lagi: “Semoga Allah melaknati Amr bin Ubaid, krn telah merintis jalanuntuk orang-orang yg mempelajari Ilmu Kalam, padahal ilmu ini tdk ada guna bagi mereka.”[3]
Beliau juga pernah dita seseorang, “Apakah pendpt anda tentang masalah baru yg dibicarakan orang-orang dalam Ilmu Kalam, yaitu masalah sifat-sifat dan jism?” Beliau menjawab, “itu adalh ucapan-ucapan para ahli filsafat. Kamu hrs mengikuti hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan metode para ulama salaf. Jauhilah setiap hal yg baru krn hal itu ialah bid’ah.” [4]
[4]. Putra Imam Abu Hanifah, yg nama Hammad, menuturkan, “Pada suatu hari ayah datang ke rumahku. Waktu itu di rumah ada orang-orang yg sedang menekuni Ilmu Kalam, dan kita sedang berdiskusi tentang suatu masalah. Tentu saja suara kami keras, sehingga tampak ayah terganggu. Kemudian saya menemui beliau, “Hai Hammad, siapa saja orang-orang itu?”, Ta beliau. Saya menjawab dgn menyebutkan nama mereka satu persatu. “Apa yg sedang kalian bicarakan?”, Ta beliau lagi. Saya menjawab, “Ada suatu masalah ini dan itu”. Kemudian beliau berkata: “Hai Hammad, tinggalkanlah Ilmu Kalam.”
Kata Hammad selanjutnya: “Padahal setahu saya, ayah tdk pernah berubah pendpt, tdk pernah pula menyuruh sesuatu kemudian melarangnya. “ Hammad kemudian berkata kpd beliau., “wahai Ayahanda, bukankah ayahanda pernah menyuruhku untuk mempelajari Ilmu Kalam?” “ya, memang pernah”. Jawab beliau, “Tetapi itu dahulu. Sekarang saya melarangmu, jangan mempelajari Ilmu Kalam”, tambah beliau
“Kenapa, wahai ayahanda?”, Ta Hammad lagi. Beliau menjawab, “Wahai anakku, mereka yg berdebat dalam Ilmu Kalam, pada mula ialah bersatu pendpt dan agama mereka satu. Nemun syetan mengganggu mereka sehinggamereka bermusuhan dan berbeda pendpt.” [5]
[5]. Kepada Abu Yusuf, Imam Abu Hanifah berkata: “Jangan sekali-kali kamu berbicara kpd orang-orang awam dalammasalah ushuluddin dgn mengambil pendpt Ilmu Kalam, krn mereka akan mengikuti kamu dan akan merepotkan kamu.” [6]

Inilah rangkuman dari pendpt-pendpt Imam Abu Hanifah rahimahullah, tentang aqidah beliau dalam masalah ushuluddin dan sikap beliau terhadap Ilmu Kalam dan ahli-ahli Ilmu Kalam

[Disalin dari kitab I’tiqad Al-A’immah Al-Arba’ah edisi Indonesia Aqidah Imam Empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad), Bab Aqidah Imam Abu Hanifah, oleh Dr. Muhammad Abdurarahman Al-Khumais, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Di Jakarta]
_________
Foote Note
[1]. Al-Kurdi, Manaqib Abi Hanifah, hal.137
[2]. Tarikh Baghdad XIII/333
[3]. Al-Harawi, Dzamm ‘Ilm Al-Kalam, hal. 28-31
[4]. Al-Harawi, Dzamm ‘Ilm Al-Kalam, lembar 194-B
[5]. Al-Makki, Manaqib Abu Hanifah, hal.183-184
[6]. Ibid, hal.37

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1191&bagian=0




Memuat berita yang memihak kepada ISLAM
September 28, 2007Sejarah Singkat Imam Hanafi
Diarsipkan di bawah: Ilmu Hadist — iaaj @ 12:04 am

Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit al-Kufiy merupakan orang yang faqih di negeri Irak, salah satu imam dari kaum muslimin, pemimpin orang-orang alim, salah seorang yang mulia dari kalangan ulama dan salah satu imam dari empat imam yang memiliki madzhab. Di kalangan umat Islam, beliau lebih dikenal dengan nama Imam Hanafi.

Nasab dan Kelahirannya bin Tsabit bin Zuthi (ada yang mengatakan Zutha) At-Taimi Al-Kufi
Beliau adalah Abu Hanifah An-Nu’man Taimillah bin Tsa’labah. Beliau berasal dari keturunan bangsa persi. Beliau dilahirkan pada tahun 80 H pada masa shigharus shahabah dan para ulama berselisih pendapat tentang tempat kelahiran Abu Hanifah, menurut penuturan anaknya Hamad bin Abu Hadifah bahwa Zuthi berasal dari kota Kabul dan dia terlahir dalam keadaan Islam. Adapula yang mengatakan dari Anbar, yang lainnya mengatakan dari Turmudz dan yang lainnya lagi mengatakan dari Babilonia.

Perkembangannya
Ismail bin Hamad bin Abu Hanifah cucunya menuturkan bahwa dahulu Tsabit ayah Abu Hanifah pergi mengunjungi Ali Bin Abi Thalib, lantas Ali mendoakan keberkahan kepadanya pada dirinya dan keluarganya, sedangkan dia pada waktu itu masih kecil, dan kami berharap Allah subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa Ali tersebut untuk kami. Dan Abu Hanifah At-Taimi biasa ikut rombongan pedagang minyak dan kain sutera, bahkan dia punya toko untuk berdagang kain yang berada di rumah Amr bin Harits.
Abu Hanifah itu tinggi badannya sedang, memiliki postur tubuh yang bagus, jelas dalam berbicara, suaranya bagus dan enak didengar, bagus wajahnya, bagus pakaiannya dan selalu memakai minyak wangi, bagus dalam bermajelis, sangat kasih sayang, bagus dalam pergaulan bersama rekan-rekannya, disegani dan tidak membicarakan hal-hal yang tidak berguna.
Beliau disibukkan dengan mencari atsar/hadits dan juga melakukan rihlah untuk mencari hal itu. Dan beliau ahli dalam bidang fiqih, mempunyai kecermatan dalam berpendapat, dan dalam permasalahan-permasalahan yang samar/sulit maka kepada beliau akhir penyelesaiannya.
Beliau sempat bertemu dengan Anas bin Malik tatkala datang ke Kufah dan belajar kepadanya, beliau juga belajar dan meriwayat dari ulama lain seperti Atha’ bin Abi Rabbah yang merupakan syaikh besarnya, Asy-Sya’bi, Adi bin Tsabit, Abdurrahman bin Hurmuj al-A’raj, Amru bin Dinar, Thalhah bin Nafi’, Nafi’ Maula Ibnu Umar, Qotadah bin Di’amah, Qois bin Muslim, Abdullah bin Dinar, Hamad bin Abi Sulaiman guru fiqihnya, Abu Ja’far Al-Baqir, Ibnu Syihab Az-Zuhri, Muhammad bin Munkandar, dan masih banyak lagi. Dan ada yang meriwayatkan bahwa beliau sempat bertemu dengan 7 sahabat.
Beliau pernah bercerita, tatkala pergi ke kota Bashrah, saya optimis kalau ada orang yang bertanya kepadaku tentang sesuatu apapun saya akan menjawabnya, maka tatkala diantara mereka ada yang bertanya kepadaku tentang suatu masalah lantas saya tidak mempunyai jawabannya, maka aku memutuskan untuk tidak berpisah dengan Hamad sampai dia meninggal, maka saya bersamanya selama 10 tahun.
Pada masa pemerintahan Marwan salah seorang raja dari Bani Umayyah di Kufah, beliau didatangi Hubairoh salah satu anak buah raja Marwan meminta Abu Hanifah agar menjadi Qodhi (hakim) di Kufah akan tetapi beliau menolak permintaan tersebut, maka beliau dihukum cambuk sebanyak 110 kali (setiap harinya dicambuk 10 kali), tatkala dia mengetahui keteguhan Abu Hanifah maka dia melepaskannya.
Adapun orang-orang yang belajar kepadanya dan meriwayatkan darinya diantaranya adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Abul Hajaj di dalam Tahdzibnya berdasarkan abjad diantaranya Ibrahin bin Thahman seorang alim dari Khurasan, Abyadh bin Al-Aghar bin Ash-Shabah, Ishaq al-Azroq, Asar bin Amru Al-Bajali, Ismail bin Yahya Al-Sirafi, Al-Harits bin Nahban, Al-Hasan bin Ziyad, Hafsh binn Abdurrahman al-Qadhi, Hamad bin Abu Hanifah, Hamzah temannya penjual minyak wangi, Dawud Ath-Thai, Sulaiman bin Amr An-Nakhai, Su’aib bin Ishaq, Abdullah ibnul Mubarok, Abdul Aziz bin Khalid at-Turmudzi, Abdul karim bin Muhammad al-Jurjani, Abdullah bin Zubair al-Qurasy, Ali bin Zhibyan al-Qodhi, Ali bin Ashim, Isa bin Yunus, Abu Nu’aim, Al-Fadhl bin Musa, Muhammad bin Bisyr, Muhammad bin Hasan Assaibani, Muhammad bin Abdullah al-Anshari, Muhammad bin Qoshim al-Asadi, Nu’man bin Abdus Salam al-Asbahani, Waki’ bin Al-Jarah, Yahya bin Ayub Al-Mishri, Yazid bin Harun, Abu Syihab Al-Hanath Assamaqondi, Al-Qodhi Abu Yusuf, dan lain-lain.

Penilaian para ulama terhadap Abu Hanifah
Berikut ini beberapa penilaian para ulama tentang Abu Hanifah, diantaranya:
1. Yahya bin Ma’in berkata, “Abu Hanifah adalah orang yang tsiqoh, dia tidak membicarakan hadits kecuali yang dia hafal dan tidak membicarakan apa-apa yang tidak hafal”. Dan dalam waktu yang lain beliau berkata, “Abu Hanifah adalah orang yang tsiqoh di dalam hadits”. Dan dia juga berkata, “Abu hanifah laa ba’sa bih, dia tidak berdusta, orang yang jujur, tidak tertuduh dengan berdusta, …”.
2. Abdullah ibnul Mubarok berkata, “Kalaulah Allah subhanahu wa ta’ala tidak menolong saya melalui Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri maka saya hanya akan seperti orang biasa”. Dan beliau juga berkata, “Abu Hanifah adalah orang yang paling faqih”. Dan beliau juga pernah berkata, “Aku berkata kepada Sufyan Ats-Tsauri, ‘Wahai Abu Abdillah, orang yang paling jauh dari perbuatan ghibah adalah Abu Hanifah, saya tidak pernah mendengar beliau berbuat ghibah meskipun kepada musuhnya’ kemudian beliau menimpali ‘Demi Allah, dia adalah orang yang paling berakal, dia tidak menghilangkan kebaikannya dengan perbuatan ghibah’.” Beliau juga berkata, “Aku datang ke kota Kufah, aku bertanya siapakah orang yang paling wara’ di kota Kufah? Maka mereka penduduk Kufah menjawab Abu Hanifah”. Beliau juga berkata, “Apabila atsar telah diketahui, dan masih membutuhkan pendapat, kemudian imam Malik berpendapat, Sufyan berpendapat dan Abu Hanifah berpendapat maka yang paling bagus pendapatnya adalah Abu Hanifah … dan dia orang yang paling faqih dari ketiganya”.
3. Al-Qodhi Abu Yusuf berkata, “Abu Hanifah berkata, tidak selayaknya bagi seseorang berbicara tentang hadits kecuali apa-apa yang dia hafal sebagaimana dia mendengarnya”. Beliau juga berkata, “Saya tidak melihat seseorang yang lebih tahu tentang tafsir hadits dan tempat-tempat pengambilan fiqih hadits dari Abu Hanifah”.
4. Imam Syafii berkata, “Barangsiapa ingin mutabahir (memiliki ilmu seluas lautan) dalam masalah fiqih hendaklah dia belajar kepada Abu Hanifah”
5. Fudhail bin Iyadh berkata, “Abu Hanifah adalah seorang yang faqih, terkenal dengan wara’-nya, termasuk salah seorang hartawan, sabar dalam belajar dan mengajarkan ilmu, sedikit bicara, menunjukkan kebenaran dengan cara yang baik, menghindari dari harta penguasa”. Qois bin Rabi’ juga mengatakan hal serupa dengan perkataan Fudhail bin Iyadh.
6. Yahya bin Sa’id al-Qothan berkata, “Kami tidak mendustakan Allah swt, tidaklah kami mendengar pendapat yang lebih baik dari pendapat Abu Hanifah, dan sungguh banyak mengambil pendapatnya”.
7. Hafsh bin Ghiyats berkata, “Pendapat Abu Hanifah di dalam masalah fiqih lebih mendalam dari pada syair, dan tidaklah mencelanya melainkan dia itu orang yang jahil tentangnya”.
8. Al-Khuroibi berkata, “Tidaklah orang itu mensela Abu Hanifah melainkan dia itu orang yang pendengki atau orang yang jahil”.
9. Sufyan bin Uyainah berkata, “Semoga Allah merahmati Abu Hanifah karena dia adalah termasuk orang yang menjaga shalatnya (banyak melakukan shalat)”.

Beberapa penilaian negatif yang ditujukan kepada Abu Hanifah
Abu Hanifah selain dia mendapatkan penilaian yang baik dan pujian dari beberapa ulama, juga mendapatkan penilaian negatif dan celaan yang ditujukan kepada beliau, diantaranya :
1. Imam Muslim bin Hajaj berkata, “Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit shahibur ro’yi mudhtharib dalam hadits, tidak banyak hadits shahihnya”.
2. Abdul Karim bin Muhammad bin Syu’aib An-Nasai berkata, “Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit tidak kuat hafalan haditsnya”.
3. Abdullah ibnul Mubarok berkata, “Abu Hanifah orang yang miskin di dalam hadits”.
4. Sebagian ahlul ilmi memberikan tuduhan bahwa Abu Hanifah adalah murji’ah dalam memahi masalah iman. Yaitu penyataan bahwa iman itu keyakinan yang ada dalam hati dan diucapkan dengan lisan, dan mengeluarkan amal dari hakikat iman.
Dan telah dinukil dari Abu Hanifah bahwasanya amal-amal itu tidak termasuk dari hakekat imam, akan tetapi dia termasuk dari sya’air iman, dan yang berpendapat seperti ini adalah Jumhur Asy’ariyyah, Abu Manshur Al-Maturidi … dan menyelisihi pendapat ini adalah Ahlu Hadits … dan telah dinukil pula dari Abu Hanifah bahwa iman itu adalah pembenaran di dalam hati dan penetapan dengan lesan tidak bertambah dan tidak berkurang. Dan yang dimaksudkan dengan “tidak bertambah dan berkurang” adalah jumlah dan ukurannya itu tidak bertingkat-tingkat, dak hal ini tidak menafikan adanya iman itu bertingkat-tingkat dari segi kaifiyyah, seperti ada yang kuat dan ada yang lemah, ada yang jelas dan yang samar, dan yang semisalnya …
Dan dinukil pula oleh para sahabatnya, mereka menyebutkan bahwa Abu Hanifah berkata, ‘Orang yang terjerumus dalam dosa besar maka urusannya diserahkan kepada Allah’, sebagaimana yang termaktub dalam kitab “Fiqhul Akbar” karya Abu Hanifah, “Kami tidak mengatakan bahwa orang yang beriman itu tidak membahayakan dosa-dosanya terhadap keimanannya, dan kami juga tidak mengatakan pelaku dosa besar itu masuk neraka dan kekal di neraka meskipun dia itu orang yang fasiq, … akan tetapi kami mengatakan bahwa barangsiapa beramal kebaikan dengan memenuhi syarat-syaratnya dan tidak melakukan hal-hal yang merusaknya, tidak membatalakannya dengan kekufuran dan murtad sampai dia meninggal maka Allah tidak akan menyia-nyiakan amalannya, bahklan -insya Allah- akan menerimanya; dan orang yang berbuat kemaksiatan selain syirik dan kekufuran meskipun dia belum bertaubat sampai dia meninggal dalam keadaan beriman, maka di berasa dibawah kehendak Allah, kalau Dia menghendaki maka akan mengadzabnya dan kalau tidak maka akan mengampuninya.”
5. Sebagian ahlul ilmi yang lainnya memberikan tuduhan kepada Abu Hanifah, bahwa beliau berpendapat Al-Qur’an itu makhluq.
Padahahal telah dinukil dari beliau bahwa Al-Qur’an itu adalah kalamullah dan pengucapan kita dengan Al-Qur’an adalah makhluq. Dan ini merupakan pendapat ahlul haq …,coba lihatlah ke kitab beliau Fiqhul Akbar dan Aqidah Thahawiyah …, dan penisbatan pendapat Al-Qur’an itu dalah makhluq kepada Abu Hanifah merupakan kedustaan”.
Dan di sana masih banyak lagi bentuk-bentuk penilaian negatif dan celaan yang diberikan kepada beliau, hal ini bisa dibaca dalam kitab Tarikh Baghdad juz 13 dan juga kitab al-Jarh wa at-Ta’dil Juz 8 hal 450.
Dan kalian akan mengetahui riwayat-riwayat yang banyak tentang cacian yang ditujukan kepada Abiu Hanifah -dalam Tarikh Baghdad- dan sungguh kami telah meneliti semua riwayat-riwayat tersebut, ternyata riwayat-riwayat tersebut lemah dalam sanadnya dan mudhtharib dalam maknanya. Tidak diragukan lagi bahwa merupakan cela, aib untuk ber-ashabiyyah madzhabiyyah, … dan betapa banyak dari para imam yang agung, alim yang cerdas mereka bersikap inshaf (pertengahan ) secara haqiqi. Dan apabila kalian menghendaki untuk mengetahui kedudukan riwayat-riwayat yang berkenaan dengan celaan terhadap Abu Hanifah maka bacalah kitab al-Intiqo’ karya Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr, Jami’ul Masanid karya al-Khawaruzumi dan Tadzkiratul Hufazh karya Imam Adz-Dzahabi. Ibnu Abdil Barr berkata, “Banyak dari Ahlul Hadits – yakni yang menukil tentang Abu Hanifah dari al-Khatib (Tarikh baghdad) – melampaui batas dalam mencela Abu Hanifah, maka hal seperti itu sungguh dia menolak banyak pengkhabaran tentang Abu Hanifah dari orang-orang yang adil”

Beberapa nasehat Imam Abu Hanifah
Beliau adalah termasuk imam yang pertama-tama berpendapat wajibnya mengikuti Sunnah dan meninggalkan pendapat-pendapatnya yang menyelisihi sunnah. dan sungguh telah diriwayatkan dari Abu Hanifah oleh para sahabatnya pendapat-pendapat yang jitu dan dengan ibarat yang berbeda-beda, yang semuanya itu menunjukkan pada sesuatu yang satu, yaitu wajibnya mengambil hadits dan meninggalkan taqlid terhadap pendapat para imam yang menyelisihi hadits. Diantara nasehat-nasehat beliau adalah:
a. Apabila telah shahih sebuah hadits maka hadits tersebut menjadi madzhabku
Berkata Syaikh Nashirudin Al-Albani, “Ini merupakan kesempurnaan ilmu dan ketaqwaan para imam. Dan para imam telah memberi isyarat bahwa mereka tidak mampu untuk menguasai, meliput sunnah/hadits secara keseluruhan”. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh imam Syafii, “maka terkadang diantara para imam ada yang menyelisihi sunnah yang belum atau tidak sampai kepada mereka, maka mereka memerintahkan kepada kita untuk berpegang teguh dengan sunnah dan menjadikan sunah tersebut termasuk madzhab mereka semuanya”.
b. Tidak halal bagi seseorang untuk mengambil/memakai pendapat kami selama dia tidak mengetahui dari dalil mana kami mengambil pendapat tersebut. dalam riwayat lain, haram bagi orang yang tidak mengetahui dalilku, dia berfatwa dengan pendapatku. Dan dalam riawyat lain, sesungguhnya kami adalah manusia biasa, kami berpendapat pada hari ini, dan kami ruju’ (membatalkan) pendapat tersebut pada pagi harinya. Dan dalam riwayat lain, Celaka engkau wahai Ya’qub (Abu Yusuf), janganlah engakau catat semua apa-apa yang kamu dengar dariku, maka sesungguhnya aku berpendapat pada hari ini denga suatu pendapat dan aku tinggalkan pendapat itu besok, besok aku berpendapat dengan suatu pendapat dan aku tinggalkan pendapat tersebut hari berikutnya.
Syaikh Al-Albani berkata, “Maka apabila demikian perkataan para imam terhadap orang yang tidak mengetahui dalil mereka. maka ketahuilah! Apakah perkataan mereka terhadap orang yang mengetahui dalil yang menyelisihi pendapat mereka, kemudian dia berfatwa dengan pendapat yang menyelisishi dalil tersebut? maka camkanlah kalimat ini! Dan perkataan ini saja cukup untuk memusnahkan taqlid buta, untuk itulah sebaigan orang dari para masyayikh yang diikuti mengingkari penisbahan kepada Abu Hanifah tatkala mereka mengingkari fatwanya dengan berkata “Abu Hanifah tidak tahu dalil”!.
Berkata Asy-sya’roni dalam kitabnya Al-Mizan 1/62 yang ringkasnya sebagai berikut, “Keyakinan kami dan keyakinan setiap orang yang pertengahan (tidak memihak) terhadap Abu Hanifah, bahwa seandainya dia hidup sampai dengan dituliskannya ilmu Syariat, setelah para penghafal hadits mengumpulkan hadits-haditsnya dari seluruh pelosok penjuru dunia maka Abu Hanifah akan mengambil hadits-hadits tersebut dan meninggalkan semua pendapatnya dengan cara qiyas, itupun hanya sedikit dalam madzhabnya sebagaimana hal itu juga sedikit pada madzhab-madzhab lainnya dengan penisbahan kepadanya. Akan tetapi dalil-dalil syari terpisah-pesah pada zamannya dan juga pada zaman tabi’in dan atbaut tabiin masih terpencar-pencar disana-sini. Maka banyak terjadi qiyas pada madzhabnya secara darurat kalaudibanding dengan para ulama lainnya, karena tidak ada nash dalam permasalahan-permasalahan yang diqiyaskan tersebut. berbeda dengan para imam yang lainnya, …”. Kemudian syaikh Al-Albani mengomentari pernyataan tersebut dengan perkataannya, “Maka apabila demikian halnya, hal itu merupakan udzur bagi Abu Hanifah tatkala dia menyelisihi hadits-hadits yang shahih tanpa dia sengaja – dan ini merupakan udzur yang diterima, karena Allah tidak membebani manusia yang tidak dimampuinya -, maka tidak boleh mencela padanya sebagaimana yang dilakukan sebagian orang jahil, bahkan wajib beradab dengannya karena dia merupakan salah satu imam dari imam-imam kaum muslimin yang dengan mereka terjaga agama ini. …”.
c. Apabila saya mengatakan sebuah pendapat yang menyelisihi kitab Allah dan hadits Rasulullah yang shahih, maka tinggalkan perkataanku.

Wafatnya
Pada zaman kerajaan Bani Abbasiyah tepatnya pada masa pemerintahan Abu Ja’far Al-Manshur yaitu raja yang ke-2, Abu Hanifah dipanggil kehadapannya untuk diminta menjadi qodhi (hakim), akan tetapi beliau menolak permintaan raja tersebut – karena Abu Hanifah hendak menjauhi harta dan kedudukan dari sultan (raja) – maka dia ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara dan wafat dalam penjara.
Dan beliau wafat pada bulan Rajab pada tahun 150 H dengan usia 70 tahun, dan dia dishalatkan banyak orang bahkan ada yang meriwayatkan dishalatkan sampai 6 kloter.

(diambil dari majalah Fatawa)

Daftar Pustaka:
1. Tarikhul Baghdad karya Abu Bakar Ahmad Al-Khatib Al-Baghdadi cetakan Dar al-Kutub Ilmiyah Beirut
2. Siyarul A’lamin Nubala’ karya Al-Imam Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi cetakan ke - 7 terbitan Dar ar-Risalah Beirut
3. Tadzkiratul Hufazh karya Al-Imam Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi terbitan Dar al-Kutub Ilmiyah Beirut
4. Al-Bidayah wa an-Nihayah karya Ibnu Katsir cetakan Maktabah Darul Baz Beirut
5. Kitabul Jarhi wat Ta’dil karya Abu Mumahhan Abdurrahman bin Abi Hatim bin Muhammad Ar-Razi terbitan Dar al-Kutub Ilmiyah Beirut
6. Shifatu Shalatin Nabi karya Syaikh Nashirudin Al-Albani cetakan Maktabah Al-Ma’arif Riyadh

Sumber: http://muslim.or.id

Imam Abu Hanifah (80 - 150 H)
Published Date: June 19th, 2007
Category: Abad 02, Tokoh Islam
Imam Hanafi dilahirkan pada tahun 80 Hijrah bertepatan tahun 699 Masehi di sebuah kota bernama Kufah. Nama yang sebenarnya ialah Nu’man bin Tsabit bin Zautha bin Maha. Kemudian masyhur dengan gelaran Imam Hanafi. Imam Abu Hanafih adalah seorang imam Mazhab yang besar dalam dunia Islam. Dalam empat mazhab yang terkenal tersebut hanya Imam Hanafi yang bukan orang Arab. Beliau keturunan Persia atau disebut juga dengan bangsa Ajam. Pendirian beliau sama dengan pendirian imam yang lain, iaitu sama-sama menegakkan Al-Quran dan sunnah Nabi SAW.
Kemasyhuran nama tersebut menurut para ahli sejarah ada beberapa sebab:
1. Kerana ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Hanifah, maka ia diberi julukan dengan Abu Hanifah.
2. Kerana semenjak kecilnya sangat tekun belajar dan menghayati setiap yang dipelajarinya, maka ia dianggap seorang yang hanif (kecenderungan/condong) pada agama. Itulah sebabnya ia masyhur dengan gelaran Abu Hanifah.
3. Menurut bahasa Persia, Hanifah bererti tinta. Imam Hanafi sangat rajin menulis hadith-hadith, ke mana, ia pergi selalu membawa tinta. Kerana itu ia dinamakan Abu Hanifah.
Waktu ia dilahirkan, pemerintahan Islam berada di tangan Abdul Malik bin Marwan, dari keturunan Bani Umaiyyah kelima. Kepandaian Imam Hanafi tidak diragukan lagi, beliau mengerti betul tentang ilmu fiqih, ilmu tauhid, ilmu kalam, dan juga ilmu hadith. Di samping itu beliau juga pandai dalam ilmu kesusasteraan dan hikmah.
Imam Hanafi adalah seorang hamba Allah yang bertakwa dan soleh, seluruh waktunya lebih banyak diisi dengan amal ibadah. Jika beliau berdoa matanya bercucuran air mata demi mengharapkan keredhaan Allah SWT. Walaupun demikian orang-orang yang berjiwa jahat selalu berusaha untuk menganiaya beliau.
Sifat keberanian beliau adalah berani menegakkan dan mempertahankan kebenaran. Untuk kebenaran ia tidak takut sengsara atau apa bahaya yang akan diterimanya. Dengan keberaniannya itu beliau selalu mencegah orang-orang yang melakukan perbuatan mungkar, kerana menurut Imam Hanafi kalau kemungkaran itu tidak dicegah, bukan orang yang berbuat kejahatan itu saja yang akan merasakan akibatnya, melainkan semuanya, termasuk orang-orang yang baik yang ada di tempat tersebut
Sebahagian dilukiskan dalam sebuah hadith Rasulullah SAW bahawa bumi ini diumpamakan sebuah bahtera yang didiami oleh dua kumpulan. Kumpulan pertama adalah terdiri orang-orang yang baik-baik sementara kumpulan kedua terdiri dari yang jahat-jahat. Kalau kumpulan jahat ini mahu merosak bahtera dan kumpulan baik itu tidak mahu mencegahnya, maka seluruh penghuni bahtera itu akan binasa. Tetapi sebaliknya jika kumpulan yang baik itu mahu mencegah perbuatan orang-orang yang mahu membuat kerosakan di atas bahtera itu, maka semuanya akan selamat.
Sifat Imam Hanafi yang lain adalah menolak kedudukan tinggi yang diberikan pemerintah kepadanya. Ia menolak pangkat dan menolak wang yang dibelikan kepadanya. Akibat dari penolakannya itu ia ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Di dalam penjara ia diseksa, dipukul dan sebagainya.
Gubernur di Iraq pada waktu itu berada di tangan Yazid bin Hurairah Al-Fazzari. Selaku pemimpin ia tentu dapat mengangkat dan memberhentikan pegawai yang berada di bawah kekuasaannya. Pernah pada suatu ketika Imam Hanafi akan diangkat menjadi ketua urusan perbendaharan negara (Baitul mal), tetapi pengangkatan itu ditolaknya. Ia tidak mahu menerima kedudukan tinggi tersebut. Sampai berulang kali Gabenor Yazid menawarkan pangkat itu kepadanya, namun tetap ditolaknya.
Pada waktu yang lain Gabenor Yazid menawarkan pangkat Kadi (hakim) tetapi juga ditolaknya. Rupanya Yazid tidak senang melihat sikap Imam Hanafi tersebut. Seolah-olah Imam Hanafi memusuhi pemerintah, kerana itu timbul rasa curiganya. Oleh kerana itu ia diselidiki dan diancam akan dihukum dengan hukum dera. Ketika Imam Hanafi mendengar kata ancaman hukum dera itu Imam Hanafi menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan mengerjakan jabatan yang ditawarkan kepadaku, sekalipun aku akan dibunuh oleh pihak kerajaan.” Demikian beraninya Imam Hanafi dalam menegakkan pendirian hidupnya.
Pada suatu hari Yazid memanggil para alim ulama ahli fiqih yang terkemuka di Iraq, dikumpulkan di muka istananya. Di antara mereka yang datang ketika itu adalah Ibnu Abi Laila. Ibnu Syblamah, Daud bin Abi Hind dan lain-lain. Kepada mereka, masing-masing diberi kedudukan rasmi oleh Gabenor.
Ketika itu gabenor menetapkan Imam Hanafi menjadi Pengetua jawatan Sekretari gabenor. Tugasnya adalah bertanggungjawab terhadap keluar masuk wang negara. Gabenor dalam memutuskan jabatan itu disertai dengan sumpah, “Jika Abu Hanifah tidak menerima pangkat itu nescaya ia akan dihukum dengan pukulan.”
Walaupun ada ancaman seperti itu, Imam Hanafi tetap menolak jawatan itu, bahkan ia tetap tegas, bahawa ia tidak mahu menjadi pegawai kerajaan dan tidak mahu campur tangan dalam urusan negara.
Kerana sikapnya itu, akhirnya ditangkap oleh gabenor. Kemudian dimasukkan ke dalam penjara selama dua minggu, dengan tidak dipukul. Lima belas hari kemudian baru dipukul sebanyak 14 kali pukulan, setelah itu baru dibebaskan. Beberapa hari sesudah itu gabenor menawarkan menjadi kadi, juga ditolaknya. Kemudian ditangkap lagi dan dijatuhi hukuman dera sebanyak 110 kali. Setiap hari didera sebanyak sepuluh kali pukulan. Namun demikian Imam Hanafi tetap dengan pendiriannya. Sampai ia dilepaskan kembali setelah cukup 110 kali cambukan.
Walaupun demikian ketika Imam Hanafi diseksa ia sempat berkata. “Hukuman dera di dunia lebih ringan daripada hukuman neraka di akhirat nanti.” Ketika ia berusia lebih dari 50 tahun, ketua negara ketika itu berada di tangan Marwan bin Muhammad. Imam Hanafi juga menerima ujian. Kemudian pada tahun 132 H sesudah dua tahun dari hukuman tadi terjadilah pergantian pimpinan negara, dari keturunan Umaiyyah ke tangan Abbasiyyah, ketua negaranya bernama Abu Abbas as Saffah.
Pada tahun 132 H sesudah Abu Abbas meninggal dunia diganti dengan ketua negara yang baru bernama Abi Jaafar Al-Mansur, saudara muda dari Abul Abbas as Saffah. Ketika itu Imam Abu Hanifah telah berumur 56 tahun. Namanya masih tetap harum sebagai ulama besar yang disegani. Ahli fikir yang cepat dapat menyelesaikan sesuatu persoalan.
Suatu hari Imam Hanafi mendapat panggilan dari baginda Al-Mansur di Baghdad, supaya ia datang mengadap ke istana. Sesampainya ia di istana Baghdad ia ditetapkan oleh baginda menjadi kadi (hakim) kerajaan Baghdad. Dengan tawaran tersebut, salah seorang pegawai negara bertanya: “Adakah guru tetap akan menolak kedudukan baik itu?” Dijawab oleh Imam Hanafi “Amirul mukminin lebih kuat membayar kifarat sumpahnya daripada saya membayar sumpah saya.”
Kerana ia masih tetap menolak, maka diperintahkan kepada pengawal untuk menangkapnya, kemudian dimasukkan ke dalam penjara di Baghdad. Pada saat itu para ulama yang terkemuka di Kufah ada tiga orang. Salah satu di antaranya ialah Imam Ibnu Abi Laila. Ulama ini sejak pemerintahan Abu Abbas as Saffah telah menjadi mufti kerajaan untuk kota Kufah. Kerana sikap Imam Hanafi itu, Imam Abi Laila pun dilarang memberi fatwa.
Pada suatu hari Imam Hanafi dikeluarkan dari penjara kerana mendapat panggilan dari Al-Mansur, tetapi ia tetap menolak. Baginda bertanya, “Apakah engkau telah suka dalam keadaan seperti ini?”
Dijawab oleh Imam Hanafi: “Wahai Amirul Mukminin semoga Allah memperbaiki Amirul Mukminin.
Wahai Amirul Mukminin, takutlah kepada Allah, janganlah bersekutu dalam kepercayaan dengan orang yang tidak takut kepada Allah. Demi Allah saya bukanlah orang yang boleh dipercayai di waktu tenang, maka bagaimana saya akan dipercayai di waktu marah, sungguh saya tidak sepatutnya diberi jawatan itu.”
Baginda berkata lagi: “Kamu berdusta, kamu patut dan sesuai memegang jawatan itu.” Dijawab oleh Imam Hanafi: “Amirul Mukminin, sungguh baginda telah menetapkan sendiri, jika saya benar, saya telah menyatakan bahawa saya tidak patut memegang jawatan itu. Jika saya berdusta, maka bagaimana baginda akan mengangkat seorang maulana yang dipandang rendah oleh bangsa Arab. Bangsa Arab tidak akan rela diadili seorang golongan hakim seperti saya.”
Pernah juga terjadi, baginda Abu Jaffar Al-Mansur memanggil tiga orang ulama besar ke istananya, iaitu Imam Abu Hanifah, Imam Sufyan ats Tauri dan Imam Syarik an Nakhaei. Setelah mereka hadir di istana, maka ketiganya ditetapkan untuk menduduki pangkat yang cukup tinggi dalam kenegaraan, masing-masing diberi surat pelantikan tersebut.
Imam Sufyan ats Tauri diangkat menjadi kadi di Kota Basrah, lmam Syarik diangkat menjadi kadi di ibu kota. Adapun Imam Hanafi tidak mahu menerima pengangkatan itu di manapun ia diletakkan. Pengangkatan itu disertai dengan ancaman bahawa siapa saja yang tidak mahu menerima jawatan itu akan didera sebanyak l00 kali deraan.
Imam Syarik menerima jawatan itu, tetapi Imam Sufyan tidak mahu menerimanya, kemudian ia melarikan diri ke Yaman. Imam Abu Hanifah juga tidak mahu menerimanya dan tidak pula berusaha melarikan diri.
Oleh sebab itu Imam Abu Hanifah dimasukkan kembali ke dalam penjara dan dijatuhi hukuman sebanyak 100 kali dera. Setiap pagi dipukul dengan cambuk sementara dileher beliau dikalung dengan rantai besi yang berat.
Suatu kali Imam Hanafi dipanggil baginda untuk mengadapnya. Setelah tiba di depan baginda, lalu diberinya segelas air yang berisi racun. Ia dipaksa meminumnya. Setelah diminum air yang beracun itu Imam Hanafi kembali dimasukkan ke dalam penjara. Imam Hanafi wafat dalam keadaan menderita di penjara ketika itu ia berusia 70 tahun.
Imam Hanafi menolak semua tawaran yang diberikan oleh kerajaan daulah Umaiyyah dan Abbasiyah adalah kerana beliau tidak sesuai dengan corak pemerintahan yang mereka kendalikan. Oleh sebab itu mereka berusaha mengajak Imam Hanafi untuk bekerjasama mengikut gerak langkah mereka, dan akhirnya mereka seksa hingga meninggal, kerana Imam Hanafi menolak semua tawaran yang mereka berikan.
Sepanjang riwayat hidupnya, beliau tidak dikenal dalam mengarang kitab. Tetapi madzab beliau Imam Abu Hanifah atau madzab Hanafi disebar luaskan oleh murid-murid beliau. Demikian juga fatwa-fatwa beliau dituliskan dalam kitab-kitab fikih oleh para murid dan pengikut beliau sehingga madzab Hanafi menjadi terkenal dan sampai saat ini dikenal sebagai salah satu madzab yang empat. Di antara murid beliau yang terkenal adalah Muhammad bin Al-Hassan Al-Shaibani, yang merupakan guru dari Imam Syafi’iy.

sumber: http://www.geocities.com/Athens/Acropolis/9672/imam4.htm


Imam Abu Hanifah : BERANI UNTUK MENYUARAKAN KEBENARAN Feb 24, '07 8:05 AM
for everyone

Islam diturunkan oleh Allah SWT sebagai penerang kehidupan anak-cucu Adam. Islam dihadirkan oleh Allah SWT untuk mengatur segala aspek kehidupan. Namun, seiring jaman yang bergulir, Islam semakin asing. Aturan Islam satu persatu dipinggirkan.
Ujian berat bagi orang-orang yang masih ingin konsisten dengan ke-Islaman mereka. Kala banyak orang menjadikan uang dan kedudukan sebagai tujuan hidup, masih ada segelintir yang berusaha tetap kukuh dalam keimanan dan berani menyampaikan Islam sebagai sebuah kebenaran. Imam Abu Hanifah atau dikenal dengan sebutan Imam Hanafi merupakan contoh sosok yang kukuh dalam iman dan berani itu, dan beginilah kisahnya ...
Imam Abu Hanifah yang dikenal dengan sebutan Imam Hanafi bernama asli Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al Kufi, lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah (699 M), pada masa kekhalifahan Bani Umayyah Abdul Malik bin Marwan. Beliau digelari Abu Hanifah (suci, lurus) karena kesungguhannya dalam beribadah sejak masa kecilnya, berakhlak mulia serta menjauhi perbuatan dosa dan keji. dan mazhab fiqihnya dinamakan Mazhab Hanafi. Ayahnya yang seorang pedagang besar, sempat hidup bersama ‘Ali bin Abi Talib radhiallahu ‘anh. Abu Hanifah kadang ikut serta dalam urusan niaga ayahnya akan tetapi minatnya yang lebih besar ialah ke arah membaca dan menghafal Qur'an.
Pada masa remajanya, dengan segala kecemerlangan otaknya Imam Abu Hanifah telah menunjukkan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan hukum islam, kendati beliau anak seorang saudagar kaya namun beliau sangat menjauhi hidup yang bermewah mewah, begitu pun setelah beliau menjadi seorang pedagang yang sukses, hartanya lebih banyak didermakan ketimbang untuk kepentingan sendiri.
Imam Syaqiq al Balkhi berkata: "Imam Abu Hanifah adalah seorang yang terhindar jauh dari perbuatan yang dilarang oleh agama; ia sepandai-pandai orang tentang ilmu agama dan seorang yang banyak ibadahnya kepada Allah; amat berhati-hati tentang hukum-hukum agama."
Imam Ibrahim bin Ikrimah berkata: "Di masa hidupku, belum pernah aku melihat seorang alim yang amat benci kemewahan hidup dan yang lebih banyak ibadahnya kepada Allah dan yang lebih pandai tentang urusan agama, selain Imam Abu Hanifah."
Imam Abu Hanifah terkenal berani dalam menegakan kebenaran yang telah diyakini. Berani yang berdasarkan bimbingan wahyu Ilahi. Beliau tidak mencintai kemewahan hidup, tidak sedikitpun hatinya khawatir menderita. Karena sunnatulah berlaku bagi manusia; bahwa orang yang cinta kemewahan hidup di dunia biasanya menjadi penakut, tidak berani menegakan kebenaran yang diridlai Allah. Setiap kali Beliau melihat kemungkaran atau maksiat, seketika itu juga beliau berusaha memusnahkannya. Sifat lunak segera lenyap dari hatinya berganti ketegasan untuk meluruskan kemungkaran di hadapannya.
Beliau berani menolak kedudukan yang diberikan oleh kepala negara; berani menolak pangkat yang ditawarkan oleh pihak penguasa waktu itu dan tidak sanggup menerima hadiah dari pemerintah apapun bentuknya.
Suatu hari Gubernur Iraq Yazid bin Amr menawarkan jabatan Qadli atau Hakim kepada Imam Hanafi, tetapi beliau menolaknya. Hal itu tentu saja membuat Sang Gubernur tersinggung! Perasaan itu menumbuhkan rasa curiga. Sejak itu, segala gerak-gerik Imam Abu Hanifah diamat-amati.
Tawaran yang sama disampaikan sekali lagi. Imam Abu Hanifah tetap menolak, dan hukuman cambuk dijatuhkan terhadap beliau. Sewaktu mendengar ancaman tersebut, Imam Hanafi menjawab, "Demi Allah, aku tidak akan menduduki jabatan yang itu, sekalipun aku sampai dibunuh karenanya!"
Sejumlah ulama besar negeri Iraq mengkhawatirkan nasib Imam Abu Hanifah. Mereka datang berduyun-duyuun ke rumahnya untuk menyampaikan harapan supaya beliau menerima jabatan yang diberikan itu.
"Kita memohon kepada engkau dengan nama Allah, hendaknya engkau suka menerima jabatan yang telah diberikan kepada engkau. Gubernur Yazid sudah bersumpah akan menghukum engkau jika masih juga kau tolak tawarannya. Kita masing-masing sebagai kawan yang sangat erat tidak akan suka jika engkau dijatuhi hukuman, dan kita tidak mengharapkan peristiwa itu menimpa diri engkau."
Imam Abu Hanifah tetap teguh, tak bergeming sedikitpun dari kebenaran pendirianya. Akibatnya beliau ditangkap dan dipenjarakan oleh polisi negara selama dua Jum'at. Gubernur memerintahkan agar Imam Abu Hanifah setiap hari dicambuk sebanyak 10 kali. Sekalipun demikian beliau tetap bersikeras pada pendirian semula. Akhirnya beliau dilepaskan dari penjara setelah menikmati geletaran cambuk algojo sebanyak 110 kali! Wajahnya yang memar bekas cambukan jelas terlihat. Hukuman cambuk itu memang hukuman yang hina. Gubernur sengaja hendak menghinakan diri beliau yang sebenarnya mulia itu. Namun, hukuman itu oleh Imam Hanafi disambut dengan penuh kesabaran serta dengan suara bersemangat beliau berkata: "Hukuman dunia dengan cemeti masih lebih baik dan lebih ringan bagiku daripada cemeti di akhirat nanti." Demikian awal ujian berat Sang Imam kali. Padahal beliau sudah berusia kurang lebih 50 tahun.
Imam Abu Hanifah di usia itu sempat menyaksikan peralihan kekuasaan negara, dari tangan Bani Umayyah ke tangan bani Abbasiyyah sebagai kepala negara pertama adalah Abu Abbas as Saffah. Sesudah itu kepala negara digantikan oleh Abu Ja'far al Manshur, saudara muda dari Khalifah sendiri.
Pada masa pemerintahan Abu Ja'far, Imam Abu Hanifah mendapat panggilan dari Sang Kepala Negara di Bagdad. Sesampai di istana, beliau di tunjuk dan diangkat menjadi hakim kerajaan di Baghdad. Baginda bersumpah keras bahwa beliau harus menerima jabatan itu. Namun, Abu Hanifah menolak dan bersumpah tidak akan mengembannya.
Di tengah pertemuan ada seorang yang pernah menjadi santrinya dan sekarang menjadi pegawai kerajaan, tiba-tiba memberanikan diri berkata kepada beliau, "Apakah guru akan tetap menolak kehendak Baginda, padahal Baginda telah bersumpah akan memberikan kedudukan tinggi kepada guru. Imam Hanafi dengan tegas menjawab: "Amirul mu'minin lebih kuat membayar kifarat sumpahnya dari pada saya membayar kifarat sumpah saya!"
Khalifah Abu Ja’far al Manshur marah! Dia kemudian memerintahkan Imam Abu Hanifah ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara Baghdad sampai pada masa yang ditentukan oleh Abu Ja’far sendiri.
Suatu hari, Abu Ja’far mengeluarkan Imam Abu Hanifah dan bertanya kepada beliau: "Apakah engkau senang dalam keadaan seperti ini?"
Imam Abu Hanifah menjawab dengan tenang, "Semoga Allah memperbaiki Amirul Mu'minin! Wahai Amirul Mu'minin takutlah engkau kepada Allah, dan janganlah engkau bersekutu dalam kepercayaan engkau dengan orang yang tidak takut kepada Allah! Demi Allah, saya bukanlah orang yang boleh dipercaya di waktu tenang. Maka bagaimana mungkin saya menjadi orang yang boleh dipercaya diwaktu marah? Sungguh saya tidak sepatutnya diberi jabatan yang sedemikian itu!"
Abu Ja’far berkata: "Kamu berdusta, karena kamu patut memegang jabatan itu!" Imam Abu Hanifah kembali menjawab,"Ya Amirul Mu'minin! Sesungguhnya baginda telah menetapkan sendiri (bahwa saya seorang pendusta). Jika saya benar, saya telah menyatakan bahwa saya tidak patut menjabat itu, dan jika saya berdusta, maka bagaimana Baginda akan mengangkat seorang hakim yang berdusta? Di samping itu, saya ini adalah seorang hamba yang dipandang rendah oleh bangsa Arab, dan mereka tidak akan rela diadili oleh seorang golongan hamba (maula) seperti saya ini."
Abu Ja’far memninta ibu Imam Abu Hanifah untuk ikut membujuk, namun hanya dijawab oleh beliau dengan lemah lembut dan senyuman manis: "O... ibu! Jika saya menghendaki akan kemewahan hidup di dunia ini, tentu saya tidak dipukuli dan tidak dipenjarakan. Tetapi saya menghendaki akan keridhlaan Allah swt semata-mata, dan memelihara ilmu pengetahuan yang telah saya dapati. Saya tidak akan memalingkan pengetahuan yang selama ini saya pelihara kepada kebinasaan yang dimurkai Allah.
Imam Hanafi tahu persis, apa yang akan terjadi jika dia masuk dalam jajaran pejabat pemerintahan waktu itu. Beliau sangat tahu bahwa pemerintahan Bani Ummayah dan Bani Abbasiyah berdiri bukan atas dasar sunnah Rasul. Kebijakan negara lebih banyak bertumpu pada kehendak raja (penguasa).
Kehendak raja begitu dominan. Imam Abu Hanifah tak sudi menjadi Qadhi karena khawatir kebenaran sejati akan dipasung. Beliau khawatir kebenaran Al Quran dan Sunnah Rasul yang selama ini beliau perjuangkan akan terkikis dan musnah. Sebenarnya, andaikan pemerintah secara total mau mengikuti sunnah Rasul, Imam Abu Hanifah tidak keberatan diangkat menjadi Qadhi. Itulah sebabnya kenapa Imam Abu Hanifah bersikeras tak mau menerima tawaran jabatan tinggi yang tentu saja bagi para pelacur ilmu sangat menggiurkan, tapi bukan untuk seorang Imam Abu Hanifah.
Begitulah kisah Imam Abu Hanifah yang begitu tegar, kukuh mempertahankan kebenaran walaupun ujian pangkat, harta, bahkan siksaan raga menghantam bertubi-tubi.
Imam Abu Hanifah, sosok cerdas dan berwibawa, contoh konkrit seorang Imam sejati. Adakah sosok seperti beliau hadir di negeri ini?
Kita merindukan sosok seperti Imam Abu Hanifah ada di tengah-tengah kita, di tengah-tengah kondisi negeri yang carut-marut, di tengah-tengah para penguasa yang semakin gelap hati untuk saling berebut. Berebut harta dan kekuasaan. Rakyat menjerit pun sepertinya lambat-laun semakin samar-samar didengar.
Sosok seperti Imam Abu Hanifah bukan sosok yang dilahirkan secara instan, namun dia ada karena orang tua beliau yang mendidik dan membina beliau hingga bisa tumbuh dan tampil menjadi sosok yang seperti itu. Beliau hadir sebagai sosok yang agung karena orang-orang di sekitar beliau memberikan wahana untuk beliau mengasah diri menjadi ulama yang lurus dan mumpuni.
Kini tanggung jawab itu beralih kepada kita. Kita, kaum muslimin, selayaknya menjadi manusia yang paling merindukan tegaknya kembali kebenaran Alquran dan Sunnah Rasul di muka bumi. Di tangan kitalah lahirnya sosok-sosok seperti Imam Abu Hanifah ditentukan. Jika keadilan dan kesejahteraan hidup yang kita damba, sepatutnya perjuangan Imam Abu Hanifah menjadi inspirasi bagi perjalanan hidup diri, bagi diri kita dan orang-orang di sekitar kita. (dari berbagai sumber)
Lanjuuut..
 
Support : Creating Website | Fais | Tbi.Jmb
Copyright © 2011. Moh. Faishol Amir Tbi - All Rights Reserved
by Creating Website Published by Faishol AM
Proudly powered by Blogger